DI tengah usaha agar semua anak usia sekolah tertampung,
terbetik berita 80 anak ditolak masuk SD. Berita ini datang dari
Desa Saningbakar, Kabupaten Solok, di tepi Danau Singkarak,
Sumatera Barat.
Kontan saja orang tua dari 80 anak itu bingung. Setelah sedikit
ricuh, dan harian Singgalang di Padang memberitakan ikhwal
tersebut, 65 anak kemudian dipanggil kembali ke keempat SD
negeri, dan dua SD Inpres. Itu pun setelah Wali Nagari
Saningbakar dipanggil menghadap Bupati Solok. Tapi sampai awal
September nasib 15 anak yang lain belum jelas.
Ternyata SD di Saningbakar menempuh sistem pendaftaran murid
baru dengan gayanya sendiri. Harus lewat Wali Nagari. Anak-anak
pun harus menjalani tes masuk, a.l. berhitung, mengenal warna,
dan nama binatang. Delapan puluh anak itu konon dinyatakan tidak
lulus tes.
Seorang ibu, 40-an tahun, yang entah bagaimana sempat mengetahui
nilai anaknya, kaget. "Anak saya mendapat nilai 85, 75 dan 70.
Mengapa tidak lulus?" katanya. Maka ia pergi menemui kepala
sekolah. Ajaib, dari semua kepala sekolah SD ia mendapat
keterangan bahwa anaknya "belum cukup umur, dan tidak lulus
tes." Sebenarnya anak itu kini telah 8 tahun.
Menurut Singgalang, beberapa orang tua yang menghubungi beberapa
kepala SD mendapat jawaban bahwa anak mereka tidak diterima
karena "orang tuanya memilih P3 dalam Pemilu yang lalu."
Beberapa guru, kepala sekolah, dan wali nagari yang dihubungi
TEMPO ternyata membantah hal itu. "Wah, kata-kata selentingan
begitu jangan diambil pusing" kata Syahrudin M.R., Wali Nagari
Saningbakar. Waktu Pemilu 1982 di desa Saningbakar memang 70%
suara dimenangkan P3.
Adapun tes masuk itu, menurut Mardiyah Munir, seorang Kepala SD
Inpres, bertujuan memudahkan proses belajarmengajar. "Kami sudah
berpengalaman, anak-anak yang belum bisa berhitung, tidak tahu
warna biasanya tidak naik-naik kelas," katanya. Kepada orang tua
yang anaknya tidak lulus tes, Mardiyah menasihatkan agar
"melatih anak dulu di rumah sebelum mendaftarkan ke SD."
Kenapa pendaftaran calon murid baru SD harus lewat wali nagari?
"Itu untuk pemerataan," kata Mardiyah pula. Bila ternyata satu
SD kelebihan murid, menurut dia bisa dicarikan SD yang masih
kekurangan murid. Kalau begitu, di Saningbakar pun sudah ada SD
favorit hingga calon murid terkumpul di satu SD.
Berdasarkan sensus tahun lalu, di Saningbakar ada 300 anak usia
sekolah. Semua SD di situ semestinya mampu menampung sebanyak
itu.
Memang, N.A. Syahbaroeddin, Kepala Bidang Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Guru, Kanwil P & K Sumatera Barat, menerima laporan
semua anak di Saningbakar sudah tertampung. "Tidak perlu ada
tes-tesan. Mereka 'kan anak-anak usia wajib belajar," katanya.
Pihak Kanwil P & K kini bersiap mengecek semua itu.
Lalu mengapa 15 anak masih belum dipanggil kembali? Beberapa SD
memang mengaku pernah menolak anak-anak karena alasan kesehatan.
"Misalnya anak yang telinganya berair, kami sarankan kepada
orang tuanya agar disembuhkan dulu," kata seorang Ibu Guru.
Agaknya Kanwil P & K Sumatera Barat juga akan menentukan
kategori "telinganya berair" itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini