Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gara-gara tak paham memakai komputer jinjing, seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jember dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa memberikan alat itu kepada cucunya. ”Lumayan, untuk mainan cucu saya,” katanya. Politisi lain dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan yang bercucu tiga juga sama, ”Daripada nganggur, ya, dikasih ke cucu saja.”
Padahal komputer jinjing alias laptop itu bukan milik pribadi, tetapi inventaris DPRD Jember yang dipinjamkan selama kedua politisi itu menjadi anggota. Ada 45 laptop yang dibagikan kepada semua anggota Dewan, dengan memakai anggaran Rp 657 juta. Meskipun sempat diprotes kemahalan oleh Kelompok Kerja Pemberantasan Korupsi (KKPK) Jember, sebuah lembaga swadaya masyarakat, pembagian itu jalan terus.
Anggota Dewan di Yogyakarta punya cerita lain. Baru dua minggu dipakai, komputer lipat itu ternyata sudah rusak. ”Layarnya mati dan mengeluarkan suara berderak,” kata Arif Budiono, anggota DPRD Yogyakarta dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Keluhan lainnya, vendor tidak melatih anggota Dewan bagaimana cara memakai barang seharga Rp 12 juta itu. Padahal sebagian besar dari mereka gagap teknologi, tak bisa mengetik, membuka Internet dan surat elektronik. Aroma korupsi juga bertiup, karena komputer bermerek Ion itu ternyata cuma sekitar Rp 6,5 juta di pasaran.
Di Provinsi Banten, sejumlah anggota DPRD juga ngotot mendapat laptop. Mereka menilai alat itu dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja, sementara sebagian menolaknya. Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Banten Rudi E. Suherman mengatakan, pengadaan laptop sangat mendesak, jadi tidak perlu dipersoalkan. Sedangkan Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Sudarman, menolak dengan alasan uangnya bisa dipakai membayar staf ahli.
Menurut Sekretaris DPRD Provinsi Banten, Sarfial, anggaran pembelian 85 unit laptop dan 75 printer (pencetak) itu sudah disetujui Dewan. Jumlah dana yang dianggarkan Rp 1,8 miliar, dengan perincian 10 laptop seharga Rp 22,5 juta tiap unit, dan sisanya Rp 10,8 juta. Adapun setiap printer berharga Rp 585 ribu. ”Tender sudah selesai,” ujar Sarfial. Alasan pembelian laptop itu, katanya, untuk mengirit ongkos fotokopi, ”Saya hitung, anggaran fotokopi sama dengan anggaran laptop.” Tetapi ia tak mau memerinci berapa biaya fotokopi itu.
DPRD Kota Padang sudah pula berancang-ancang membeli 44 unit laptop. Anggaran dalam APBD 2007 yang disahkan pada Februari lalu itu ditetapkan Rp 880 juta, dengan nilai per unit Rp 20 juta. Mereka beralasan, dengan laptop, pekerjaan akan lebih gampang, karena semua pembahasan peraturan daerah bisa dilihat sewaktu-waktu. ”Saat jabatan kami berakhir, laptop ini nggak bisa dibawa pulang, kok,” katanya.
DPRD Kalimantan Timur rupanya lebih cerdik dibandingkan DPR RI. Tanpa ribut-ribut, mereka sudah membagikan 61 laptop, masing-masing berbanderol Rp 15 juta. Menurut penjabat sekretaris DPRD Kalimantan Timur, H. Subandi, selain membeli laptop biasa, Dewan juga membeli satu laptop khusus yang dapat merekam suara seharga Rp 115 juta, dan dua laptop lain masing-masing Rp 25 juta.
Demam laptop juga menular sampai DPRD Banyuwangi, Jawa Timur. APBD kabupaten itu sudah menganggarkan belanja laptop bagi 45 anggota Dewan. Harganya lumayan murah, satunya Rp 7,5 juta. Tetapi, dengan tambahan anggaran untuk komputer lipat itu, defisit APBD yang sekarang Rp 150 miliar semakin tertatih-tatih.
Kalau urusan harga, laptop Bandung paling mahal. Anggota Dewan di kota itu akan menenteng komputer jinjing seharga Rp 25 juta, lebih mahal dibandingkan laptop DPR pusat yang batal itu. Harga itu, menurut Ketua Panitia Anggaran DPRD Kota Bandung Lia Noer Hambali, ditentukan oleh pejabat daerah, dengan total anggaran Rp 500 juta.
Bisa jadi, semua anggota DPRD di daerah-daerah akan meniru gaya pelawak Tukul Arwana dalam menggunakan laptop, hanya untuk pajangan dan basa-basi—selain menyenangkan para cucu tentunya.
I G.G. Maha Adi dan koresponden daerah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo