Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kisruh Capung Besi (Seri II)

Angkatan Darat gagal mendapat empat heli Mi-17 tepat waktu. Gara-gara pembayaran tak kunjung beres.

31 Mei 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEHARUSNYA Jumat lalu empat helikopter Mi-17 buatan Rusia, pesanan Angkatan Darat, sesuai dengan jadwal, akan tiba di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Sampai langit gelap, tidak terdengar deru mesin Antonov, pesawat angkut raksasa Rusia, yang mengantar empat heli tadi. Maka, jangankan satu skuadron, empat heli pun belum di tangan.

Proyek ini penuh kisruh sejak awal. Dan di balik penundaan terakhir ini tersimpan cerita buruk yang lain. Departemen Pertahanan, yang mengurusi pembelian capung besi dengan fasilitas kredit ekspor itu, kembali menemukan ketidakberesan pembayaran. Apa yang tidak beres? Untuk kedua kalinya rekanan Angkatan Darat yang menjadi pemasok, Swifth Air Ltd., Singapura, memberikan bank guarantee kosong?jaminan bank kepada pihak pemasok itu apabila pemerintah Indonesia, misalnya, tidak membayar harga heli yang dipesan. "Ya, kami memang menemukan lagi," ujar Mayjen Aqlani Maza, Direktur Jenderal Sarana Pertahanan Departemen Pertahanan.

Kekisruhan paling gres itu meruap dalam sebuah rapat di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Taman Suropati, Jakarta Pusat, Rabu dua pekan lalu. Saat itu berlangsung evaluasi proyek-proyek pertahanan yang memanfaatkan fasilitas kredit di depan Mayjen TNI I Dewa Putu Rai, Deputi Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. Dari Departemen Pertahanan hadir Mas Widjaja, Direktur Jenderal Rencana Sistem Pertahanan. Juga ikut serta Edi Karsanto, Direktur Kredit Luar Negeri Departemen Keuangan, dan beberapa jenderal dari Markas Besar TNI dan AD.

Pertemuan penting itu membahas soal pembelian Mi-17 yang tidak kunjung tuntas. Padahal proyek tahap kedua, yaitu pembelian delapan heli yang sudah dianggarkan, tak bisa jalan jika proyek pertama macet. Saat itu wakil Angkatan Darat, seorang jenderal bintang satu, dengan bersemangat menyatakan proyek itu beres. Bank guarantee dinyatakan sudah dibuat oleh pihak Swifth Air Singapura lewat Bank Mandiri.

Mas Widjaja langsung menohok sang jenderal bintang satu dengan mengatakan bahwa persoalan belum beres, bahkan muncul masalah baru. Garansi bank yang dibuat itu ternyata "pepesan kosong' alias tidak ada. Menurut sumber TEMPO, saat itu Mas Widjaja sudah mengantongi bukti performance bond dan advance payment bond yang palsu. Dokumen itu dikirim Swifth Air ke alamat Pusat Keuangan Departemen Pertahanan di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta.

Begitu menerima dokumen, Departemen Pertahanan, yang pernah kecolongan soal garansi bank, langsung mengecek adanya garansi bank tertanggal 5 Mei 2004 itu di Bank Mandiri. Ternyata, menurut sumber TEMPO, pejabat Bank Mandiri, Suparta, memberikan kepastian bahwa banknya tak pernah menerbitkan garansi bank senilai US$ 4,2 juta. "Bayangkan, mereka berani memalsu bank guarantee," ujar Mayjen Aqlani sambil geleng-geleng kepala.

Djoko Susilo, anggota Panitia Anggaran Komisi Pertahanan DPR, pun geram melihat aksi Swifth Air itu. "Sesuai dengan rekomendasi Komisi I, kami sudah memasukkan rekanan AD itu dalam daftar hitam," katanya.

Aksi semacam ini sudah pernah terjadi. Pada 30 Desember 2003, lewat Bank BNI di Jalan Sudirman, Andy Kosasih dari Swifth Air menyebutkan telah mentransfer uang muka US$ 2,6 juta ke Rosoboronexport, agen penjualan peralatan perang Rusia.

Rosoboron tak kunjung bisa mencairkan uang transfer dari Jakarta itu. Mereka melayangkan surat protes kepada Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Ryamizard Ryacudu, yang isinya mengabarkan bahwa bukti yang dikirim via faks ke Moskow itu palsu. Surat protes Rosoboron itu pula yang memantik para politisi di Senayan untuk buka suara. DPR beraksi dengan memanggil Markas Besar TNI dan Departemen Pertahanan. Rapat maraton digelar, dengan hasil "galak" tadi: black-list untuk Swifth Air.

Namun Irzal Chaniago dari Putra Pobiagan Mandiri, mitra lokal Swifth Air di Jakarta, menolak disebut pernah mengirim garansi bank ke Merdeka Barat. Menurut Irzal, pihaknya baru membuat hard copy garansi bank ke Bank Mandiri. "Bank guarantee belum jadi karena kami harus lebih dulu melakukan verifikasi. Kami menunggu LC yang tak juga dibuka oleh Departemen Pertahanan," ujar Irzal.

Jadi, bola di tangan siapa? Tidak jelas. Agar masalahnya tak terus berlarut-larut, Departemen Pertahanan dalam rapat bersama Angkatan Darat, Rabu lalu, sudah mengetuk palu untuk membatalkan kontrak dengan Swifth Air. "Proyeknya jalan terus dengan tender ulang," ujar Aqlani Maza.

Angkatan Darat, sebagai pemakai, hanya bisa menunggu sampai urusan para petinggi kelar. "Tentara tak bisa memprotes," kata Brigjen Hotmangaradja Panjaitan, Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat. Protes memang tidak akan segera membuat capung-capung besi itu mendarat di Halim.

Edy Budiyarso

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus