Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Koalisi untuk Jakarta Satu

Pertarungan memperebutkan kursi Gubernur Jakarta makin hangat. Akan muncul koalisi pelangi.

1 Januari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RANO Karno mencium tangan Abdurrahman Wahid dengan takzim. ”Saya Rano Karno, putra Soekarno M. Noer.” Wahid tersenyum. ”Tukang insinyur ya,” kata Wahid terkekeh, menyebut panggilan Rano di serial televisi yang populer Si Doel Anak Sekolahan. Aktor itu tersipu.

Pertemuan di rumah Gus Dur—panggilan akrab Wahid—di Ciganjur, Jakarta Selatan, November silam itu membuka jalan politik Rano. Dua pekan lalu, Musyawarah Wilayah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jakarta menegaskan akan mendukung Rano jadi Gubernur Ibu Kota.

Masuknya Rano, debutan baru di dunia politik Tanah Air, ke kancah perebutan kursi Jakarta 1 membuat suhu politik memanas. Tenggat pengajuan nama pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dari masing-masing partai memang tinggal sebulan lagi.

Selain Rano, PKB juga mengusung nama Wakil Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Sarwono Kusumaatmadja. ”Arus dukungan untuk ketiga tokoh ini paling kuat,” kata Ketua Pengurus Pusat PKB Hermawi Taslim kepada Tempo pekan lalu.

Partai lain tak ketinggalan. Pertengahan Desember lalu, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menggelar rapat kerja khusus. Semua calon yang diusung PKB (Rano, Fauzi dan Sarwono) datang ke markas Partai Banteng Jakarta. Sementara di PPP, Fauzi dan Rano juga masuk nominasi.

Munculnya nama-nama kandidat yang sama ini bukan kebetulan. Selain rajin mengelus jago masing-masing, sejumlah partai politik memang menjajaki pembentukan koalisi pelangi. ”Tokoh-tokoh kunci dari PKB sudah bertemu pengurus pusat PDIP, Golkar dan Partai Demokrat,” kata Hermawi.

Partainya, kata dia, mencari mitra koalisi yang mengusung paham kebangsaan dan pro kepada kemajemukan. ”Kecil kemungkinan kami menggandeng Partai Keadilan Sejahtera misalnya,” ujarnya.

PKS sendiri sejak jauh-jauh hari sudah mengusung Adang Daradjatun, bekas Wakil Kepala Polri, sebagai calon gubernur. Namun, menurut Sekretaris Umum PKS Jakarta, Muhammad Gunawan, mereka membuka peluang tokoh luar partai menjadi calon wakil gubernur.

Sumber Tempo di PKB menuturkan, pertemuan partai-partai kebangsaan sudah sangat intensif di level pengurus wilayah. ”Sudah ada tujuh partai yang siap bergabung,” katanya.

Ketua Pengurus Pusat PDIP, Firman Djaya Daeli, membenarkan rencana koalisi ini. Aliansi ini, ujarnya, akan menjamin adanya dukungan riil untuk gubernur di parlemen lokal. Saat ini, menurut Firman, mereka sedang membahas strategi makro koalisi untuk memenangkan hati warga Ibu Kota.

Karena itulah, kata Firman, PDIP belum bisa menentukan siapa calon gubernur yang akan mereka dukung pada Agustus nanti. Partai Banteng saat ini mengantongi enam nama calon gubernur dan 15 nama calon wakil gubernur. Sebelum partainya membuat keputusan, mereka akan mendengar masukan dari elemen lain.

Sikap serupa diambil Partai Demokrat. Noor Aman, Ketua Badan Pemenangan Pemilu partai itu, menegaskan bahwa partainya siap maju bersama. Koalisi bukan masalah bagi mereka, apalagi karena calon mereka baru akan ditentukan akhir Januari atau Februari.

Sepintas tampaknya koalisi ini mulus-mulus saja. Tapi banyaknya calon yang berkompetisi membuat friksi internal partai sulit dielakkan. Apalagi, nasib para kandidat dibiarkan menggantung sekian lama tanpa kepastian. ”Lebih cepat ditentukan, lebih baik untuk partai sendiri,” kata Saepul Tavip, koordinator tim sukses pengamat ekonomi Faisal Basri.

Di sejumlah partai, gesekan kecil mulai meletup. Di PKB, misalnya, faksi Fauzi Bowo mulai bergesekan dengan kubu Sarwono. ”Akan ada komplikasi politik jika PKB tidak mendukung Fauzi, karena dia Ketua Pengurus Daerah Nahdlatul Ulama Jakarta,” kata seorang petinggi partai itu.

Friksi serupa cepat merambat ke partai lain. Pangkalnya, gerilya politik para kandidat sudah merasuk sampai tingkat pengurus anak cabang. Satu-satunya pilihan: partai-partai harus segera mengumumkan sepasang kandidat pilihan. Kalau tidak, koalisi pelangi bisa layu sebelum berkembang.

Wahyu Dhyatmika, Yudha Setiawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus