Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menilai kehadiran Mayor Teddy Indra Wijaya, ajudan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dalam acara debat Pilpres pada 12 Desember lalu melanggar azas netralitas TNI. Koalisi meminta Panglima TNI, Agus Subiyanto, untuk memberi sanksi tegas dan menunjukkan komitmen dan langkah nyata dalam menjaga netralitas TNI di tengah penyelenggaraan Pemilu 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, tanpa penegakan hukum dan sanksi tegas terhadap Teddy, Mabes TNI sebenarnya berkontribusi dalam melemahkan kredibilitas pemilu. Karenanya, “Panglima TNI harus memberikan efek jera agar anggota TNI aktif tidak terlibat dalam dukungan politik pada Pemilu 2024," kata Koalisi dalam keterangan tertulis yang diterima TEMPO pada Selasa malam, 19 Desember 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan TNI, Laksamana Muda Julius Widjojono, mengatakan keberadaan Mayor Teddy dalam kegiatan capres Prabowo tidak melanggar aturan. Menurut dia, kehadiran Teddy di lokasi itu hanya menjalankan tugas sebagai ajudan. Keterangan itu dinilai Koalisi sebagai tak berdasar.
Pada acara debat Pilpres yang digelar di Kantor Komisi Pemilihan Umum atau KPU itu Teddy Indra Jaya yang berstatus sebagai anggota TNI aktif terlihat menggunakan pakaian dengan warna sama dengan pasangan Prabowo-Gibran. Selain itu, Teddy juga duduk di barisan pendukung pasangan calon nomor urut 2 itu. Dalam video yang beredar, Teddy juga kedapatan mengacungkan simbol dua jari yang identik dengan nomor urut pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran.
Bawaslu: Hadirnya Mayor Teddy di Debat Capres Terkait Keamanan
Karenanya, bagi Koalisi, pernyataan Kapuspen TNI jelas melawan nalar publik. Menurut mereka, akal sehat dengan mudah bisa membedakan mana aktivitas Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan dan mana sebagai capres. “Dalam posisinya sebagai calon presiden, semua fasilitas negara yang melekat pada jabatannya sebagai menteri pertahanan harus ditanggalkan,” kata Koalisi.
Untuk pengamanan, Koalisi menyebut Prabowo Subianto sebagai capres seharusnya tunduk pada mekanisme pengamanan dan pengawalan yang telah ditetapkan oleh KPU dan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 85 Tahun 2018 tentang Pengamanan dan Pengawalan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden dalam Penyelenggaraan Pemilu.
“Kehadiran Mayor Teddy Indra Wijaya pada acara debat capres putaran pertama jelas-jelas merupakan bentuk dukungan kasat mata terhadap paslon Prabowo-Gibran,” kata Koalisi.
Koalisi Masyarakat Sipil itu menilai kehadiran Mayor Teddy pada acara itu merupakan pelanggaran terhadap UU TNI yang menyatakan bahwa Anggota TNI harus bersikap netral dalam Pemilu dan tidak boleh terlibat dalam kegiatan politik praktis. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 39 angka 2 UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI yang menyebutkan bahwa prajurit TNI dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis.
Sementara itu, acara debat Pilpres 2024--yang masih akan digelar empat kali lagi-- merupakan kegiatan kampanye politik praktis yang difasilitasi oleh KPU sebagai penyelenggara Pemilu. “Kehadiran Mayor Teddy dalam acara debat capres dengan segala atribut dan tindakannya melanggar aturan dalam UU Pemilu."
Koalisi menjelaskan isi Pasal 280 ayat (2) huruf g UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang menyebutkan bahwa pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan anggota TNI dan kepolisian. Pelanggaran terhadap hal ini juga merupakan bentuk pidana Pemilu sebagaimana ditegaskan dalam pasal 280 ayat (4) dengan ancaman sanksi pidana selama satu tahun atau denda Rp 12 juta.
Keterlibatan anggota TNI aktif dalam kampanye politik Pemilu seperti yang dilakukan Mayor Teddy, Koalisi menilai, terjadi akibat pengabaian prinsip netralitas yang dilakukan oleh Prabowo Subianto yang enggan mundur sebagai menteri sekaligus telah didukung oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Sikap ini dipertegas oleh Presiden Jokowi yang mengeluarkan aturan PP No. 53 tahun 2023 bahwa menteri dan wali kota tidak harus mundur dari jabatannya ketika dicalonkan oleh partai politik sebagai capres atau cawapres.
“Koalisi Masyarakat Sipil mendesak pelanggaran terhadap netralitas TNI yang dilakukan oleh Mayor Teddy Indra Wijaya tidak boleh dibiarkan tanpa adanya sanksi melalui penegakan hukum, baik dari Bawaslu RI maupun Mabes TNI itu,” kata mereka.
Menurut Koalisi, Bawaslu sesuai dengan kewenangannya, harus menyelidiki dugaan pelanggaran tersebut secara transparan dan akuntabel. Langkah ini dinilai penting untuk menjaga netralitas TNI dan memastikan hal tersebut tidak menjadi preseden buruk bagi keterlibatan anggota TNI lainnya dalam politik praktis.
Koalisi juga mengecam keras pernyataan Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, yang mengafirmasi pernyataan Kapuspen TNI bahwa Mayor Teddy hadir sebagai pasukan pengaman Menhan.
Selain itu, dalam penanganan dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Teddy Indra Jaya, menurut Koalisi, Mabes TNI harus tunduk pada mekanisme penanganan di Bawaslu melalui Gakkumdu. “Mengingat lembaga tersebutlah yang diberikan kewenangan untuk mencegah, menyelidiki, menindaklanjuti setiap dugaan pelanggaran pemilu, termasuk terhadap anggota TNI,” kata mereka.
Diketahui anggota Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis terdiri dari Imparsial, WALHI, Perludem, ELSAM, HRWG, Forum for Defacto, SETARA Institute, Migrant Care, IKOHI, PBHI Nasional, Transparency International Indonesia (TII), Indonesian Corruption Watch (ICW), KontraS, YLBHI, Indonesian Parlementary Center (IPC), Jaringan Gusdurian, Jakatarub, DIAN/Interfidei.
Selain itu, ada juga Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Yayasan Inklusif, Fahmina Institute, Sawit Watch, Centra Initiative, Medialink, Perkumpulan HUMA, Koalisi NGO HAM Aceh, Flower Aceh, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lingkar Madani (LIMA), Desantara, FORMASI Disabilitas (Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas), SKPKC Jayapura.
Selanjutnya, anggota lain, di antaranya AMAN Indonesia, Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Aliansi Masyrakat Adat Nusantara (AMAN), Public Virtue, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yayasan Tifa, Serikat Inong Aceh, Yayasan Inong Carong, Komisi Kesetaraan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Aceh, Eco Bhinneka Muhammadiyah, FSBPI, Yayasan Cahaya Guru (YCG), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).