Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Asrul melompat dari atas sepeda motornya. Pesan pendek (SMS) yang masuk ke telepon genggamnya ia pamerkan kepada teman-temannya sesama penarik ojek. ”SMS-ku dibalas Presiden!” teriaknya bangga. Para penarik ojek yang mangkal di kawasan perumahan Citeureup, Bogor, Jawa Barat, itu bergegas merubungnya.
”Terima kasih atas partisipasi Anda dan pesan Anda telah kami terima. Ttd Presiden Republik Indonesia,” para penarik ojek membaca balasan dari Presiden itu hampir bersamaan. Wajah mereka langsung sumringah. Kepada teman-temannya, Asrul mengaku mengirim pesan kepada Presiden agar membatalkan rencana jalur baru angkutan kota masuk ke kompleks perumahan tempat mereka mencari makan. ”Presiden mendukung kita,” kata salah seorang, yakin.
Para penarik ojek itu tak tahu balasan yang mereka dapatkan berasal dari mesin penjawab yang mengaku sebagai Presiden. Padahal, jika para sopir angkutan kota mengirim pesan sebaliknya, agar Presiden mendukung rute baru mereka masuk ke perumahan, pasti mendapat jawaban yang sami mawon. Dan bisa jadi mereka juga yakin didukung Presiden.
Sebelumnya, sih, konon Presiden membaca setiap pesan pendek yang masuk ke telepon genggam yang dibawa ajudannya. Tetapi, awal pekan lalu, pesan pendek seperti badai menyerbu ke nomor telepon genggam orang nomor satu di republik ini. Presiden terpaksa memakai sistem baru yang mempekerjakan mesin penjawab, sejak Rabu pekan lalu.
Banjir pesan pendek terjadi setelah Presiden mengobral nomor telepon genggamnya. Peristiwa itu terjadi saat acara dialog dengan wakil petani dan nelayan Indonesia di Jatiluhur, Jawa Barat, Sabtu dua pekan lalu. Dalam acara yang dihadiri 1.500 orang itu, Presiden mengingatkan agar para pejabat lebih sering turun bertemu rakyat dan mendengar masalah mereka. ”Kalau Saudara (para petani dan nelayan) tidak pernah didatangi dan masalahnya tidak terpecahkan, SMS saya terbuka 24 jam,” kata Presiden.
Kontan ratusan hadirin bertanya, ”Nomornya berapa, Pak?” Suara mereka gaduh saling berebutan. Merasa kelepasan bicara, Presiden melempar senyum. ”Nomornya… ajudan di belakang saya ini,” katanya sambil menunjuk orang yang duduk di belakangnya. Reaksi Presiden memancing tawa peserta. Para menteri dan pejabat lainnya pun ikut tertawa. Boro-boro petani atau nelayan, para pejabat daerah yang saat itu hadir pun tak pernah menyimpan nomor telepon genggam seorang presiden.
Tetapi sebagian yang hadir masih ngotot meminta. Telanjur janji siap menerima pesan pendek setiap saat, Presiden akhirnya menyebut nomor telepon genggamnya, ”0811109949.” Sebagian peserta kaget, tetapi sebagian lagi sigap mencatat. Akhirnya deretan sepuluh angka itu tercatat oleh semua yang hadir.
Sejumlah media massa mencetak tebal-tebal nomor itu, esok harinya. Dalam tempo sekejap, ribuan bahkan mungkin jutaan manusia Indonesia telah menyimpan nomor telepon genggam seorang presiden. Tentu tak terbayangkan sebelumnya. Sebagian dari mereka ada yang langsung mencoba, meski banyak yang gagal karena pesan pendek berebut masuk secara bersamaan.
Pesan yang masuk isinya macam-macam. Ada yang sekadar mengucapkan selamat dan dukungan, meminta sumbangan, mengadukan soal gaji terlambat, perjudian, sampai minta dibelikan telepon genggam. Tapi tak kurang juga pesan yang menawarkan benda-benda keramat kepada Presiden.
Sebut saja salah satu pesan pendek yang tertulis: ”Bapak Presiden, di suatu tempat ada sebuah keris bernama Keris Naga. Bapak Presiden perlu mendapatkannya dan saya tahu bagaimana mendapatkannya. Kalau keris itu dimiliki Bapak Presiden, dapat meningkatkan kemampuan Bapak dalam mengatasi permasalahan bangsa ini.”
Ada lagi usulan kepada Presiden agar memiliki tongkat keramat yang berada di suatu tempat. Tongkat ini bisa dijadikan tongkat kepresidenan yang dapat membantu mengatasi masalah bangsa. ”Saya mendapat mimpi, Bapak Presiden harus memiliki tongkat ini…,” begitu kutipan pesan tersebut.
Melubernya pesan pendek mencapai puncaknya tepat pukul dua siang, Senin pekan lalu. Saat pesan yang berhasil masuk mencapai 15.360, telepon genggam Presiden langsung macet. ”Sudah dicoba diperbaiki dan diganti ke telepon genggam lain lalu dihidupkan lagi, dua menit kemudian langsung down lagi,” kata juru bicara kepresidenan, Andi Mallarangeng.
Presiden tak lalu menutup saluran untuk masyarakat melepas unek-unek ini. Telepon genggam itu kini diistirahatkan dan diganti dengan komputer. Dengan sistem baru ini, berapa pun jumlah pesan yang masuk dijamin sukses. Apalagi lima operator akan menjaga mesin itu setiap saat.
Nomornya pun disederhanakan dengan hanya mencatut empat digit terakhir dari nomor sebelumnya, menjadi 9949. ”Seperti polling di AFI (Akademi Fantasi Indosiar),” kata Andi menyebut sebuah acara lomba nyanyi di televisi. Angka itu juga sesuai dengan tanggal lahir Presiden yang 9 September 1949. Angka yang sama juga dipakai sebagai nomor kotak pos untuk pengaduan ke Presiden. Cara pengaduan melalui kotak pos jamak dilakukan sejak pemerintahan Presiden Soeharto dan hampir setiap lembaga pemerintah menyediakan. Namun, pengaduan lewat pesan pendek telepon genggam, ya, baru kali ini ada.
Sebelum nomor baru itu dipakai, sebagian pesan ada yang nyasar ke telepon genggam Wali Kota Jakarta Pusat, Muhayat. ”Semalam bisa sampai sepuluh kali telepon, bahkan ada yang tengah malam,” katanya kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu pekan lalu. Setelah diusut, ternyata nomor telepon sang Wali Kota berbeda satu digit dengan nomor Presiden. Meski sama-sama pejabat yang memimpin wilayah, Muhayat ogah membuka telepon khusus menjaring keluhan warganya. ”Saya tidak perlu begitu,” katanya.
Hal senada disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Toh, menurut Kalla, segala permasalahan dan keluhan yang masuk ke telepon Presiden akan diteruskan kepada para menteri. ”Cukup Presiden saja,” kata Kalla usai membuka rapat kerja Bank Rakyat Indonesia (BRI) di Jakarta.
Pilihan Wakil Presiden dan Wali Kota Jakarta Pusat itu tentu sah-sah saja. Apalagi banyak juga masyarakat yang yakin pesan pendek itu tak semuanya dibaca Presiden. Repotnya, jika semakin banyak yang kecewa setelah pengaduan mereka melalui SMS tak ditindaklanjuti. Apalagi jika datang saatnya masyarakat bosan untuk pencet-pencet telepon genggam yang hanya menghabiskan pulsa saja, semuanya akan berakhir tanpa kesan.
Agung Rulianto, Sunariah, Dimas Adityo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo