Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kritik buat tukang gebrak

Deregulasi di sektor keuangan banyak dipuji, termasuk oleh bank dunia. kekuasaan menteri keuangan perlu disunat?

20 Maret 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPAK terjang lelaki yang doyan kerja ini tak jarang menggetarkan dunia keuangan. Terutama ketika dia menggebrak sewaktu menjabat Menteri Keuangan ad interim. Itu terjadi pertengahan 1987, ketika dia masih menjabat ketua Bappenas. Saat itu Menteri Keuangan Radius Prawiro tengah mengikuti sidang IGGI di Amsterdam bersama beberapa menteri perekonomian yang lain. Ketika itu pula terjadi gejolak moneter, yang kalau tidak ditangani segera akan kian melemahkan kepercayaan masarakat terhadap rupiah. Demam membeli dolar meningkat. Pelarian modal tak bisa dihindari, dan orang lantas teringat akan trauma devaluasi. Sumarlin segera bertindak setelah terlebih dahulu melapor kepada Presiden Soeharto yang kemudian populer dengan sebutan Gebrakan Sumarlin I. Dalam dua pekan, sekali gebrak Pemerintah telah mengSBIkan dana giro dan deposito beberapa BUMN Rp 1,3 trilyun. Dengan cara ini, uang beredar mendadak ditarik. Ketika itu dana bank pemerintah banyak didepositokan di Singapura. Sumarlin kembali diuji saat ekonomi disodok inflasi 9,5% dua tahun setelah Pakto 1990 diluncurkan. Kredit yang disalurkan lembaga keuangan naik 200%, tapi kegiatan investasi riil cuma naik 33%. Celakanya, inflasi belum sempat direm, awal 1991 timbul isu akan ada devaluasi. Maklum, ketika itu Perang Teluk mulai reda dan harga minyak diduga turun. Maka, untuk mengurangi jumlah uang beredar dan meredam spekulasi valuta asing, Sumarlin menggebrak lagi. Dia menarik dana 12 BUMN senilai Rp 8 triliun, lalu diikuti langkah mengSBPUkan 75% dari dana itu. Spekulasi valuta asing pun teredam. Beleid uang ketat, seperti juga Gebrakan Sumarlin I, segera meningkatkan suku bunga bank. Namun, seperti yang diakui Sumarlin, tindakannya ini bersifat pencegahan. Sedangkan Gebrakan Sumarlin I olehnya dinilai bersifat penyembuhan. ''Jadi, tak benar bank lalu kesulitan likuiditas,'' kata Sumarlin ketika itu. Sumarlin terpilih sebagai Finance Minister of The Year 1989 oleh majalah keuangan terkemuka Euromoney. Menurut majalah ini, selama 18 bulan Sumarlin telah mampu membuat langkahlangkah menak jubkan. Salah satunya adalah deregulasi di sektor perbankan, yang dikenal dengan Pakto 1988. Sumarlin juga, lewat Pakjan 1990, memangkas sektor kredit yang biasanya disubsidi BI. Langkah ini dinilai berani. Soalnya, bank pemerintah tempat Sumarlin duduk sebagai wakil pemegang saham yang selama ini didukung subsidi BI, kini harus berupaya sekuat tenaga memobilisasi dana masyarakat. Yang tak kalah menarik keberhasilan departemennya menggenjot penerimaan pajak. Tahun lalu penerimaan pajak ditargetkan Rp 23,4 triliun dan naik menjadi Rp 27 triliun lebih selama anggaran 1993-94. Artinya, sejak tahun lalu Pemerintah berani menargetkan penerimaan di luar migas sebesar 70%. Padahal, duatiga tahun lalu biasanya tak lebih dari 50%. Di bawah Sumarlin pula, sejak dua tahun lalu, pajak mulai dipakai sebagai alat pengendalian moneter. Setahun sebelum ''pensiun'' sebagai Menteri Keuangan RI, Sumarlin masih sempat menyelesaikan Undang-Undang Perbankan, Dana Pensiun, dan Asuransi. Masih banyak produk, yang sulit disebut namanya satu persatu, telah dihasilkan Departemen Keuangan selama dipimpin Sumarlin. Namun tak sedikit yang mengkriktiknya. Rizal Ramli, misalnya, beranggapan, ''Yang bisa menikmati deregulasi adalah mereka yang bisa memanfaatkan informasi dan kesempatan, yaitu konglomerat.'' Menurut doktor ekonomi lulusan Boston University ini, ''Beleid keuangan selama ini sifatnya jangka pendek. Jadi sulit diharapkan akan bisa mengatasi masalah kesenjangan.'' Lain lagi pendapat pakar ekonomi Sjahrir. Menurut dia, Menteri Sumarlin, ''yang paling banyak pegang kekuasaan.'' Maksudnya, selain memegang kekuasaan bujeter, Sumarlin juga memegang kekuasaan ketua otoritas moneter, pemegang saham dari 200-an BUMN, dan beberapa jabatan lainnya. Selain khawatir terhadap timbulnya akumulasi kekuasaan, doktor ekonomi lulusan Harvard ini belakangan suka mengkritik Tim Harvard juga melihat ada beberapa keanehan selama Sumarlin berkuasa. Salah satu adalah kasus mendiang Bank Summa. Menurut Sjahrir, pada bulan Juli tahun lalu, Menteri Keuangan masih memasukkan Bank Summa dalam daftar nama bank rekanan Pemerintah. Padahal sejak tahun 1991 bank itu tak lagi membuat laporan keuangan alias sudah tak sehat. ''Jadi, Bank Summa disejajarkan dengan bank sehat lainnya,'' kata Sjahrir. Tapi baik Sjahrir maupun Rizal Ramli sepakat bahwa Departemen Keuangan adalah departemen yang paling produktif, terutama dalam membuat undang-undang dan kebijaksanaan. Bambang Aji

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus