EMIL Salim boleh dijuluki Mister Clean. Sebab tampaknya ia bersih-bersih saja dari ''lingkungan gosip politik''. Tak ada yang mengaitkan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup ini dengan ''pusat-pusat kekuatan'' yang bergerak sebelum Sidang Umum MPR lalu. Emil, sejak berkantor di KLH 15 tahun lalu setelah menjadi Menteri Perhubungan dan Telkom kini lebih tampak sebagai aktivis lingkungan ketimbang birokrat. Ia betah berjam-jam diajak bicara soal lingkungan hidup. Dedikasinya dalam membenahi lingkungan hidup itu pula yang membuat Emil mendapat anugerah bergengsi, ''nobel'' konservasi alam, pada Oktober 1990. Hadiah dari Getty Wildlife of Conservation itu diserahkan langsung oleh Kathryn S. Fuller, Presiden World Wildlife Fund, di Washington. Menteri Emil juga berhak atas bonus US$ 50 ribu. Akalnya memang banyak untuk menciptakan lingkungan hidup yang bersih dan sehat. ''Dalam lima tahun terakhir ini sudah banyak hal yang ia lakukan,'' kata seorang pengamat lingkungan. Misalnya saja, Program Kali Bersih (Prokasih) yang dimulai sejak Juni 1989. Menteri Emil mengajak 2.000 industri untuk menurunkan pencemaran di 24 sungai dari 11 provinsi. Di Jakarta, yang masuk proyek ini: Sungai Cipinang, Ciliwung, dan Mookervart. Akhir tahun 1991 Emil menjewer para pengusaha yang masih mengabaikan lingkungan. Dia mengumumkan secara terbuka: lebih dari 400 industri mencemari sungai. Yang mengagetkan, di antara perusahaan yang nakal itu ada sejumlah industri kelas kakap, yang di negara asalnya lingkungan sangat dihormati. Misalnya, Dumex dari Denmark, dan Bayer dari Jerman. Sebelumnya Emil juga mengintrodusir Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), yang dikukuhkan lewat Undang-undang Amdal tahun 1986. Setiap usaha yang berisiko mengganggu lingkungan harus membuat studi kelayakan dampak lingkungannya. Tindakan terhadap pencemar lingkungan kian keras. Sejak Juli 1991 Menteri Emil membuat instansi baru: Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal). Lembaga yang diketuainya sendiri itu bertanggung jawab langsung ke Presiden. ''Jadi, tugas KLH hanya merancang policy,'' kata Emil. Instansi ini melakukan kontak dengan departemen teknis. Misalnya, mengadakan kursus lingkungan untuk kepolisian, mengirim sejumlah jaksa dan hakim ke Belanda. Bapedal nantinya berfungsi sebagai instansi pelaksana yang punya otoritas. ''Seperti BPPT yang membantu Menteri Negara Riset dan Teknologi, atau Bappenas yang mendukung para Menteri Ekuin,'' kata Emil. Tiga tugas khusus Bapedal: menanggulangi kasus pencemaran, mengawasi sepak terjang B3 (bahan beracun berbahaya), dan analisa mengenai dampak lingkungan. Emil mengakui bahwa selama ini KLH sering dibuat tak berdaya dengan kasus-kasus lingkungan. ''Karena kami tak bisa action,'' katanya. Maka Bapedal akan bertindak bak ''polisi lingkungan''. Kerja lain KLH yang dinilai berhasil adalah Program Pengembangan Daur Ulang Limbah Indonesia atau disingkat Peduli. Sepanjang tahun 1992 proyek yang menghabiskan biaya Rp 1,6 milyar itu berhasil mengajak ribuan ibu-ibu rumah tangga di Jakarta untuk memisahkan sampah basah dan sampah kering. Maksudnya, untuk memudahkan sampah-sampah itu didaur-ulang. Tidak hanya ibu-ibu rumah tangga, para pemulung pun dilibatkan. Dua pekerjaan besar yang berhasil diselesaikan tahun lalu oleh KLH adalah digolkannya UU Kependudukan dan UU Tata Ruang. Yang pertama untuk pembangunan keluarga sejahtera dan yang kedua untuk menghimpun kebijaksanaan yang menggunakan lahan dan tata ruang. Namun penegakan hukum sering membuat Emil kecewa. Gugatan 14 warga Cibuntu, Bandung, atas pencemaran parit oleh sebuah perusahaan ditolak pengadilan setempat. Hal serupa dialami oleh Yayasan Walhi dan sembilan warga Porsea yang menggugat PT Inti Indorayon Utama di Sumatera Utara. Barangkali tepat pernyataan Daud Silalahi, pakar hukum lingkungan dari Universitas Padjadjaran Bandung: ''Pak Emil mampu mengangkat masalah lingkungan dari sekadar isu menjadi kebutuhan.'' AKS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini