Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mengantar lepas landas

Hartarto dianggap berhasil mampu mengangkat pertumbuhan industri. industri hulu perlu diperkuat. daya saing internasional?

20 Maret 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANDAI KATA dalam kabinet mendatang namanya tak masuk, Hartarto mengaku tak berkecil hati. Ia merasa tugasnya sebagai Menteri Perindustrian selama 10 tahun ditempuhnya dengan mulus. ''Saya merasa bahagia bisa mengantar industri Indonesia siap lepas landas,'' ujarnya dengan suaranya yang bariton di tengah keriuhan Sidang Umum MPR pekan lalu. Agaknya Hartarto tak sembarang omong. Pada dua periode jabatannya, industri Indonesia tumbuh pesat, rata-rata 13% per tahun pada Pelita IV dan sekitar 11% di Pelita V (1988-1993). Prestasi ini jauh melampaui angka pertumbuhan sektor lain, seperti pertanian yang hanya naik 2,7% dan sektor pertambangan yang 3,8% per tahun pada Pelita V ini. Tentu saja sumbangan sektor industri ini terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) semakin menanjak. Dalam pidato pertanggungjawaban Presiden Soeharto 1 Maret lalu di MPR, disebutkan kontribusi sektor industri atas PDB hanya 9,2% pada 1969, menjadi 21,3% pada 1991. ''Yang sangat membesarkan hati adalah makin banyak produk industri yang mampu bersaing dan menembus pasaran dunia,'' kata Presiden. Peran industri dalam PDB menunjukkan kemajuan yang konsisten selama lima kali Pelita ini. Pada akhir Pelita I, sumbangannya baru 9,6% terhadap PDB. Di akhir tiga periode Pelita berikutnya, andilnya naik menjadi 12,9%, 15,1%, dan 15,1%. Di akhir Pelita IV sumbangannya menjadi 18%, dan angka keramat 20% tembus sejak tahun 1990 lalu. Bagi tokoh perindustrian semacam Hartarto, angka sumbangan 20% itu penting artinya. Sebab, menurut batasan UNIDO (United Nations for Industrial Development Organization), badan PBB yang menangani pengembangan sektor industri di pelbagai negara, angka keramat itu digunakan untuk membedakan negara industri dan negara non-industri. Karena andil sektor industri telah melampaui batas 20%, berdasarkan aturan main UNIDO itu, Indonesia boleh menyebut dirinya sebagai negara industri. Atas dasar perkembangan ini Hartarto merasa telah ikut mengantar sektor industri ke tahap lepas landas. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan di Departemen Perindustrian, Dr Bahrun Harahap, menganggap memang semestinya sektor industri mencapai laju pertumbuhan yang tinggi. ''Sebab kebijaksanaan nasional di bidang industri telah berjalan pada rel yang benar,'' ujarnya, bangga. Kebijaksanaan yang jitu itu, kata Bahrun, terlihat dari tampilnya kelompok aneka industri sebagai tulang punggung ekspor: menyumbang 82% pada perolehan ekspor barang industri. Basis aneka industri memang bisa membawa nasib baik bagi daya saing produk Indonesia. Sebab, kelompok aneka industri ini mampu menghasilkan keragaman barang yang tinggi, sehingga tak mudah digencet di pasar internasional. Kelompok industri kecil hanya menyumbang 6%. Kondisi ini memang lebih baik. Porsi ekspor yang tinggi justru membuat rawan, karena industri kecil ini rentan terhadap perubahan cuaca ekonomi, dan biasanya dihasilkan lewat proses yang kurang efisien. Daya saing kelompok industri mesin, logam dasar, elektronika, dan kimia dasar memang belum sekuat aneka industri. Kelompok industri canggih ini hanya menyumbang sekitar 15% dari ekspor barang industri. Dan elektronika akan segera menjadi komoditas andalan. ''Pertumbuhan ekspornya 150% setahun.'' Namun hasil-hasil yang dicapai sektor industri itu tak sepi dari kritik. Dalam pemandangan umumnya atas pidato Presiden, Ketua Fraksi PDI di MPR Nico Daryanto mengingatkan perlunya efisiensi agar daya saing riil produk Indonesia benar-benar mantap di pasaran internasional. Sedangkan Aberson Sihaloho, juga dari Fraksi PDI, menyoroti soal keseimbangan ekspor dan impor di sektor industri. Ia mengakui ekspor dari sektor ini melaju pesat dari tahun ke tahun. Nilainya US$ 11 miliar pada 1989, US$ 15,3 miliar pada 1991, dan sekitar US$ 16,2 miliar pada 1991/1992. ''Tapi impor kita lebih besar dari angka-angka itu,'' kata Aberson. Hartarto memang telah mencatat rekor yang meyakinkan dalam memompa pertumbuhan industri. Mungkin orang seperti Hartarto masih diperlukan, setidaknya untuk mengatrol daya saing industri hulu. IQW dan PTH

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus