Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kubus dari kayu jati dengan jejaring kawat kasa di lima sisinya itu namanya keren: Falle. Bentuknya artistik sehingga terlihat apik saat dipajang di atas televisi milik Nyonya Supainah. Di dalam kubus terdapat lampu yang bersinar dan suara denging lirih laiknya suara nyamuk. Saban malam datang, Falle setia menemani Supainah. Kehadiran kubus berukuran 17,5 x 17,5 x 22 sentimeter di kamar tidurnya membuat warga Dupak Rukun, Surabaya, ini bisa tertidur pulas.
"Sejak ada Falle, rumah saya aman dari gangguan nyamuk," ujar Supainah saat ditemui Tempo di rumahnya, Rabu pekan lalu.
Hal yang sama dirasakan Kulsum, penduduk Donokerto, Surabaya, pengguna Falle yang lain. "Tidak repot, tinggal nyolok ke listrik, nyamuk hilang. Tidak berbau dan tak perlu isi ulang," katanya. Soal suara, ia mengaku tak terlalu mengganggu karena lirih sekali.
Falle memang alat pembasmi nyamuk. Berasal dari bahasa Jerman, falle berarti pembasmi. Menurut Andy Suryansah, penemunya, nama Falle dipilih sebagai pengingat. Sebab, sejak kecil, kata warga Dupak Rukun ini, Selasa dua pekan lalu, "Saya ingin kuliah di Jerman tapi enggak kesampaian."
Belum bisa kuliah di Jerman tak membuat putra kedua dari empat anak pasangan Supainah-Misnadji itu nihil prestasi. Lewat Falle temuannya, pria 23 tahun yang baru saja lulus dari Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini meraih Satu Indonesia Award (Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia) 2013 di Jakarta, akhir Oktober lalu.
Berbeda dengan pembasmi nyamuk lainnya, Falle ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan. Cara kerjanya pun sederhana: memancing nyamuk agar mengerubuti Falle, lalu memerangkapnya dalam kawat kasa yang menyengat dan membakar. Selintas, cara kerjanya mirip raket nyamuk yang banyak dijual di pasar. Bedanya, sementara raket nyamuk harus diayunkan, Falle cukup dicolokkan ke sumber listrik dan dibiarkan nangkring di tempat yang diinginkan si empunya rumah.
Falle memiliki dua tombol. Setelah alat itu tersambung dengan aliran listrik, pengguna tinggal menekan tombol kiri yang berfungsi menyalakan sinar ultraviolet (UV) dan mengaktifkan sengatan listrik pada dua lapis kasa kawat. Tombol kanan berfungsi mengaktifkan audiosonik, suara berfrekuensi 450-550 Hz. Daya listrik yang dibutuhkan terbilang irit, cuma 15 watt.
Suara berdenging dan sinar UV adalah unsur penting dari alat itu. Denging merupakan suara tiruan frekuensi resonansi nyamuk jantan untuk mengundang nyamuk betina. Saat suara diaktifkan, nyamuk betina akan mencari sumber suara itu. Sedangkan lampu sinar UV dipilih untuk menarik perhatian nyamuk. Jenis sinar ini disukai serangga, termasuk nyamuk. Nah, dengan kombinasi denging dan sinar UV itulah nyamuk betina yang kepincut lalu mendatangi Falle akan mampus terbakar.
Menurut Andy, Falle bisa melindungi ruangan 4 x 4 meter, sesuai dengan rata-rata kamar tidur di Indonesia. Namun ia mengingatkan alat bikinannya tidak lantas menghilangkan nyamuk. Banyak atau tidaknya nyamuk di lingkungan rumah tetap bergantung pada kebiasaan keluarga menjaga kebersihan. "Falle cuma membasmi, bukan menghilangkan nyamuk," katanya.
Penghargaan atas Falle bukan satu-satunya prestasi Andy. Rajin bereksperimen sejak masih kuliah, ia menjadi juara kedua Kompetisi Teknologi Bidang Robotik di Universitas Negeri Yogyakarta dua tahun lalu. Setahun berikutnya, Andy meraih gelar juara pertama Kontes Teknologi di UNY dan Universitas Diponegoro Semarang. Tahun ini pengagum B.J. Habibie itu juga menjadi finalis kompetisi teknologi di Politeknik Negeri Semarang.
Selain ikut kompetisi dan kontes teknologi, dari otaknya yang encer telah lahir berbagai produk, antara lain pemilah cabai merah dan cabai hijau, mixer, serta miniatur listrik tegangan tinggi. Dari sekian banyak alat yang dia ciptakan, Falle yang paling banyak dipesan.
Andy membuat Falle karena terdorong pengalamannya terkena demam berdarah. "Saya nyaris meninggal," katanya. Bukan hanya dia, penduduk di kampungnya juga sering terserang penyakit yang disebarkan nyamuk itu. Produk antinyamuk yang tersedia di pasar dinilai punya kelemahan, misalnya meninggalkan residu kimia yang dapat mengganggu kesehatan. Dari situlah Andy tertantang membuat alat pembasmi nyamuk yang ramah lingkungan sekaligus efektif.
Andy mengakui tak mudah menciptakan Falle. Untuk mewujudkan idenya itu, ia memerlukan banyak referensi tentang nyamuk. Padahal literatur tentang hal itu sangat minim. "Bingung juga," katanya. Ia sempat ingin menyerah, tapi kepalang basah. Ya sudah, nyemplung sekalian.
Setelah ia membaca berbagai literatur, diketahui bahwa nyamuk yang menggigit manusia hanyalah nyamuk betina. Nyamuk jantan tidak menggigit, hanya mengerubung. Dari situ muncul ide dasar, yaitu bagaimana mengundang nyamuk betina. "Saya harus merekayasa suara nyamuk jantan karena betina kan butuh kawin."
Mengutip video di YouTube, berdasarkan penelitian tentang nyamuk di Amerika Serikat, diketahui frekuensi suara yang dikeluarkan ketika nyamuk kawin sekitar 1.200 Hz, nyamuk betina 600 Hz lebih, dan nyamuk jantan hanya 450-550 Hz. Nyamuk jantan lebih kecil, sehingga frekuensi suaranya lebih kecil. Ahay, kaidah-kaidah dasar sudah didapat.
Untuk mewujudkan temuannya itu menjadi alat pemberantas nyamuk, Andy memadukan dua teknologi, itu tadi, ultraviolet dan audiosonik. Eksperimen ia lakukan hingga 30 kali sejak awal 2011. "Lebih banyak gagal ketimbang berhasil," katanya. Ongkos eksperimen pun tak murah untuk ukuran mahasiswa, yakni Rp 30 juta. Ia harus putar otak agar duit terkumpul. Walhasil, berbagai cara ditempuh, termasuk menjual sepeda motor dan alat-alat temuannya yang lain.
"Ongkos" lainnya masih ada: dimusuhi teman kuliah dan dosen. Lantaran ngotot bereksperimen, Andy menjadi jarang mengikuti kuliah. Baginya, kuliah hanya untuk mengisi waktu luang. Ia lebih suka bereksperimen di lapangan ketimbang berkutat di ruang kuliah. Ketika alat pembasmi nyamuk temuannya diuji coba oleh sanak keluarganya, tak dinyana hasilnya efektif.
Kini penat-lelah eksperimen panjang yang dilakukan Andy mulai membuahkan hasil. Falle diterima pasar. Sejak April lalu, ia rutin memproduksi Falle. Saban bulan setidaknya ada pesanan 20 unit. Falle dilepas dengan harga Rp 300 ribu per unit. Sebagian besar pesanan datang dari Pulau Jawa, meski ada juga dari Palembang dan Medan. Dalam sebulan, Andy bisa memproduksi Falle 80-100 unit. Kelebihan produksinya disimpan untuk berjaga-jaga bila ada pesanan mendadak.
Proses produksi Falle dilakukan hanya pada akhir pekan di rumah orang tua Andy. Penggarapnya adalah empat teman Andy yang masih sekolah dan kuliah. Tak ada produksi pada hari kerja karena para penggarap itu harus sekolah.
Andy sengaja mempekerjakan teman-temannya yang masih sekolah karena pertimbangan finansial. Ia mengakui belum sanggup membayar mereka menurut upah minum kota sebesar Rp 1,7 juta per bulan. "Kalau teman-teman yang masih sekolah kan bekerja untuk mengisi waktu luang dan cari tambahan uang saku," katanya.
Awal tahun depan, Andy berencana mengembangkan Falle untuk pengguna komersial, seperti perusahaan. Eksperimen pun terus dilanjutkan, termasuk menyempurnakan alat peniru dengingan nyamuk itu. Pengguna Falle di Medan, John Nainggolan, berharap bunyi alat itu diperhalus. "Suara yang dihasilkan bisa mengganggu tidur," kata John. Harap maklum, ada orang yang terusik tidurnya bahkan oleh denging nan lirih.
Endri Kurniawati, Dewi Suci Rahayu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo