Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERSTATUS tersangka kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik, Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto akhirnya dijebloskan ke rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi, Ahad dua pekan lalu. Penahanan ini berdampak terhadap posisi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu di partai beringin. Sejumlah pengurus pusat dan daerah meminta Setya mundur dari posisinya.
Dalam rapat pleno Golkar pada Selasa pekan lalu, Sekretaris Jenderal Idrus Marham didaulat menjadi pelaksana tugas ketua hingga putusan praperadilan Setya. Toh, nama pengganti Setya di Golkar makin nyaring. Kader Golkar yang menjadi Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, misalnya, menyatakan siap memimpin partainya. "Sebagai kader, saya siap," Âujarnya.
Keriuhan pemilihan Ketua Umum Golkar bukan kali ini saja terjadi. Tulisan majalah Tempo edisi 15 Oktober 1988 berjudul "Kursi Ketua Siapa yang Punya" mengulas calon pengganti Sudharmono. Ketika itu, pergantian tak terkait dengan skandal korupsi, tapi melalui mekanisme musyawarah nasional yang berlangsung lima hari mulai 20 Oktober 1988.
Sebagai pertanda organisasi itu siap menggelar musyawarah nasional, 11 pengurus harian Dewan Pimpinan Pusat Partai GolkardipimpinKetuaUmum Sudharmono menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha. "DPPGolkar secara resmi meminta kesediaan Kepala Negara membuka munas," kata Akbar Tandjung, Wakil Sekretaris Jenderal Golkar.
Siapa yang akan tampil sebagaiketua umum? Pertanyaan menarik ini telah beredar beberapa bulan sebelumnya. Ada yang bilang Sudharmono masih akan memegang jabatan penting itu. Ada pula yang menyebutkan nama Soepardjo Rustam, Rudini, dan Soesilo Soedarman. Namun belakangan muncul nama yang tak banyak diduga orang: Wahono, eks Gubernur Jawa Timur.
Benarkah? "Saya enggak tahu soal itu. Pokoknya yang memunculkan nama itu bukan dari sini," kata A.E. Manihuruk, KetuaDPPGolkar. Boleh jadi Manihuruk tidak tahu. Tapi di "luaran", Letnan Jenderal Purnawirawan Wahono semakin santer disebut sebagai calon pengganti SudharÂmono.
Adapun Wahono, ketika ditemui di Surabaya, tampak kalem. Dia tak bersedia bicara banyak tentang namanya yang kini menjadi buah bibir. Dia lebih suka melanjutkan bermain tenis di Patra Jasa Motel. Ketika didesak, Wahono akhirnya menjawab juga. "Ya, kalau saya diminta menjadiKetua UmumGolkar, saya sanggup."
Di mata Presiden, nama Wahono tak asing. Kariernya di Angkatan Bersenjata Republik Indonesia cukup lama. Selama dua tahun, sejak 1970, Wahono menjabat Panglima Komando Daerah Militer Brawijaya. Setelah menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat, Wahono menjabat Duta Besar di Burma dan Nepal. Kemudian dia mengepalai pos "basah", Direktorat Jenderal Bea-Cukai, menggantikan Slamet Danusudirdjo pada 1983.
Pembahasan nama calon Ketua Golkar digodok di pertemuan tiga jalur keluarga besarGolkartingkat pusat. Ini terdiri atas Panglima ABRI Jenderal Try Sutrisno (jalur ABRI), Ketua Umum DPP Golkar Sudharmono (jalur Golkar), dan Menteri Dalam Negeri Rudini (jalur Korps Pegawai Republik Indonesia/Korpri). Untukketuaumum, kabarnya ada persyaratan tersendiri, antara lain dari Angkatan ‘45, purnawirawan ABRI, dan dari kalangan eksekutif.
Tapi, yang pasti, pengurus DPP Golkar itu baru akan jelas setelah dipilih oleh tujuh formatur di dalam munas nanti. Nah, siapa tahu nama-nama tadi banyak yang akan berubah. Siapa tahu?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo