JAKARTA kini mempunyai obyek wisata baru. Ribuan warga Ibu Kota berduyun-duyun menuju Cengkareng, Minggu lalu. Tujuannya: menonton proyek yang menghabiskan biaya Rp 455 milyar, pelabuhan udara internasional Jakarta. Kesan piknik pada hari libur mewarnai suasana persiapan terakhir pengoperasian secara penuh pelud Cengkareng itu Senin pekan ini. Kompleks bangunan dengan konstruksi atap joglo dan cat cokelat itu, yang dilengkapi sebuah kolam seluas 140.000 m2 di pintu masuk, agaknya memang menarik untuk ditonton. Seluruh lapangan udara dengan dua buah landasan pacu (run way), masing-masing 2.400 m, menempati areal sekitar 2.000 ha, kurang lebih seperempat Kota Bandung. Kalau kelak selesai, semua areal pelud Cengkareng akan seluas 4.000 ha. Bangunan yang sudah berdiri berupa satu terminal, dari tiga buah yang direncanakan - yaitu subunit penumpang imternasional, domestik, dan khusus Garuda Indonesia Airways (GIA) - serta terminal barang. Apron internasional yang sudah diselesaikan mampu menampung tujuh Boeing-747 atau DC-10. Sedang apron untuk domestik bisa dipakai memarkir 14 pesawat badan lebar A-300, delapan F-28, dan empat Boeing 747 cargo. Setelah berfungsi penuh, pelud Cengkareng tahun ini juga, rencananya, mampu melayani 2,4 juta penumpang penerbangan luar negeri dan 6,4 juta untuk dalam negeri, ditambah penumpang singgah (transit) sekitar 174.000 orang. Dengan dua terminal yang akan dibangun selama dekade mendatang, Cengkareng akan mampu melayani penumpang sebanyak 31,4 juta orang setahun: 7,7 juta orang untuk internasional dan 23,6 juta untuk domestik pada tahun 2000. Pesawat yang akan turun naik di kedua landasannya sebanyak 24.000 untuk internasional dan 114.000 buah penerbangandalam negeri. Rata-rata tiap jam, pelud Cengkareng itu bisa didarati sekaligus melepas 39 buah. Setelah dibangun landasan pacu ketiga, tahun 2000, tiap jam bisa menampung 67 pesawat atau 253.000 pesawat setahun. Tapi, kenyataannya, kata Karno Barkah, pemimpin proyek pembangunan Cengkareng, bandar udara itu nantinya hanya akan menampung paling banyak 37 pesawat tiap jam. "Bahkan, kenyataannya, paling banter mungkin cuma 30 pesawat tiap jam," katanya. Pelud modern yang disebut sebagai pelud untuk tahun 2000 itu dilengkapi dengan enam tangki bahan bakar - masing-masing 11 juta liter - dengan sistem hidran, dibangun di anjungan Laut Jawa, 23 km dari lokasi. Perlengkapan untuk sistem kerja dan servis diatur oleh komputer dan dilengkapi dengan tower setinggi 60 m, rancangan arsitek pelud Charles de Gaulle di Prancis, P. Andreu. Secara keseluruhan, arsitektur pelud yang agak tergesa-gesa dipakai itu, menurut kalangan arsitek, dianggap kurang pas. Bentuk atap tradisional, srotongan, dipaksakan untuk bangunan lebih tinggi dari 5 m. Akibatnya, kalau hujan deras, air leluasa menyerbu ke dalam teras. Dengan berakhirnya pembangunan tahap pertama, pelud Cengkareng tentunya akan segera menyedot dana dari pemakai jasa penerbangan. Diharapkan, kata Karno Barkah, 40% pemasukan datang dari jasa pelayanan untuk pesawat yang mendarat. Sisanya diterima dari beberapa perusahaan nonpenerbangan, seperti restoran, toko - yang baru ada beberapa saja yang berjualan dan parkir. Sebagai pelud "asal dan tempat tujuan", Cengkareng kiranya tidak perlu menandingi pelud lain yang memang dirancang untuk penumpang singgah (transit). "Cengkareng memang dirancang untuk pelud asal dan tujuan penerbangan," kata Karno Barkah. Artinya, ia berbeda fungsi dibandingkan Changi di Singapura dan Frankfurt di Jerman Barat, sebagai bandar transit. Yang bisa untuk bandingan adalah pelud Subang, Kuala Lumpur, yang diresmikan sebagai bandar internasional 20 tahun lalu. Dengan bangunan yang tergolong sederhana, pelud itu mampu melayani 160 pesawat domestik dan internasional sehari. Sebagai "Gerbang Malaysia", Subang mampu menampung 58.180 penerbangan setahun. Saban tahun, kata Dirjen Penerbangan Sipil Abdul Kudus bin Ahmad, pelud Subang memperoleh M$ 40 juta (Rp 17,2 milyar) setahun, yaitu dari pelayanan jasa pesawat yang mendarat, serta menyewakan tanah untuk hotel dan restoran. "Keduanya menyumbangkan sama besar atau fifty-fifty ," katanya kepada Ekram H. Atammimi dari TEMPO. Dan penumpang yang dilayani selama 1984 sebanyak 4,05 juta orang. Di lapangan terbang itu bisa diparkir 21 pesawat, untuk menurunkan barang dan penumpang atau menginap. Karena itu, kata Abdul Kudus, sedikit sekali pesawat atau penumpang yang datang cuma untuk transit. Sedikit berbeda dengan pelud Bandar Seri Begawan di Brunei, yang kini hanya punya satu pintu masuk dan keluar termmal. Bandar Seri Begawan akan dipugar mulai tahun depan, dengan satu terminal megah yang mempunyai enam pintu masuk keluar, model Changi di Singapura. Biaya pembangunan disediakan dari uang minyak sebesar 100 juta-ringgit atau Rp 50 milyar. Menurut rencana, bandar udara itu, yang kini tergolong hanya "asal dan tujuan", dikembangkan menjadi bandar transit. "Nantinya akan menjadi satu pintu masuk dari Australia ke Asia," kata Cua Peng-Sion, asisten direktur unit Perencanaan Ekonomi Brunei. Sekarang pun, katanya, Bandar Seri Begawan sudah mulai berfungsi sebagai pelabuhan udara transit, walau belum seramai Singapura. Penumpang yang keluar masuk pelud itu tiap tahun sekitar 335.000 orang. Namun, sampai sekarang, negeri kaya minyak itu belum bisa melayani pesawat yang singgah dengan harga bahan bakar lebih murah. Dibandingkan dengan Singapura, Brunei menjual avtur 90 sen lebih mahal, yaitu US$ 1,5 per galon, yang sama dengan 4,5 liter. Agaknya, baik servis maupun fasilitas, untuk kawasan Asia Timur, Singapore Changi International Airport masih berada jauh di atas angin. Sedikitnya ada 36 perusahaan penerbangan beroperasi di bandar udara terbesar di kawasan ini. Tiap jam, 200 pesawat turun atau naik lewat dua landasan untuk meneruskan penerbangan ke-59 kota di seluruh dunia. Walau demikian, di dalam gedung pelud, penumpang yang akan meneruskan perjalanan tidak perlu khawatlr tersesat. Dl mana pun terdapat ruang tunggu yang mewah dan nyaman. Penumpang diberi petunjuk gate (pintu) yang harus dilewatinya menjelang penerbangan. Sebagai pelud transit, Changi Smgapura selalu mengingatkan penumpang: "Cepat ganti penerbangan selanjutnya, berarti mengurangi waktu Anda tinggal di bandar udara". Kecuali servis untuk penumpang, Changi juga menyediakan satu instalasi perawatan pesawat paling menakjubkan. Singapore Airlines (SIA) sendiri menanam modal S$ 178 juta untuk fasilitas perawatan, berupa bangunan hanggar dengan pilar paling besar di dunia dan lantai seluas 7,5 kali lapangan sepak bola. Kecuali untuk perawatan pesawat sendiri, SIA juga menerima perawatan untuk perusahaan penerbangan lain. Servis untuk penumpang dan pesawat semacam itu juga terdapat di Narita, pelud internasional Tokyo. Pelud yang peresmiannya mendapat protes keras tujuh tahun lalu itu tiap tahun menghasilkan 55,9 milyar yen atau Rp 240,37 milyar. Biaya pendaratan dan parkir sebesar42,6%, fasilitas bahan bakar 19%, biaya untuk penumpang 13,5%, dan sewa ruangan untuk 100 buah toko dan restoran 6%, serta 6% untuk perusahaan penerbangan. Narita juga mendapat penghasilan dari supply air, listrik, AC, parkir mobil, dan karcis pengunjung. Dibangun dengan investasi 500 milyar yen, 20% di antaranya modal pemerintah, Narita masih terus defisit, terutama untuk mengembalikan pinjaman dan bunganya. Tahun lalu, menurut humas Narita, T. Tanaka, pelud itu masih defisit 2,3 milyar yen. Tahun pertama diresmikan, defisit sebesar 15,9 milyar yen. Kelebihan lain terdapat di pelud Schiphol di Amsterdam. Kecuali sebagai pelud yang sibuk, Schiphol juga lebih dikenal dengan toko bebas beanya (duty free shop). Sedangkan pelud Heathrow, London, mempunyai kelebihan menampung jalur penerbangan internasional paling banyak. Tetapi pelud Chicago O'Hare masih menduduki peringkat lebih tinggi sebagai pelud paling ramai. Ratarata 40 juta penumpang domestik dan internasional tiap tahun, atau 777.000 pesawat turun naik tiap tahun di pelud itu. Dengan mengamati kesibukan sehari-hari di pelud - yang sibuk atau sepi - beberapa ahli telah membuat proyeksi. Tahun 1988 nanti, penumpang pesawat terbang akan mencapai 945 juta setahun. Dan, jumlah pesawat komersial tahun ini saja diperkirakan 300 ribu buah, yang melayani 16.000 bandar udara yang terdapat di seluruh dunia. A. Margana Laporan Seiichi Okawa (Tokyo) & Marah Sakti (dari Bandar Sri Begawan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini