Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Salah Kaprah Meredam Konsep Khilafah

Pengamat terorisme dan pakar hukum menganggap langkah kepolisian dalam menangani Khilafatul Muslimin yang mengusung konsep khilafah kurang tepat. Pemerintah dan polisi semestinya mendekati secara persuasif.

9 Juni 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pendiri Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Hasan Baraja (tengah) tiba di Polda Metro Jaya, Jakarta, 7 Juni 2022. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah mesti berdialog dengan pengurus Khilafatul Muslimin untuk menggali keterangan mengenai konsep khilafah yang mereka kampanyekan.

  • Pendekatan yang dilakukan pemerintah dan penegak hukum semestinya adalah pembinaan.

  • Pemerintah tidak boleh melarang atau membubarkan Khilafatul Muslimin selama tidak melanggar hukum.

JAKARTA – Pengamat terorisme, Noor Huda Ismail, menilai penangkapan amir Khilafatul Muslimin, Abdul Qodir Hasan Baraja, tidak akan mematikan ide kelompok tersebut mengenai khilafah atau sistem pemerintahan Islam. Pemerintah, kata dia, seharusnya belajar dari penangkapan sejumlah pemimpin organisasi yang juga mengusung khilafah dan radikalisme.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Jadi, bukan berarti ketika ditangkap akan mematikan ide Khilafatul Muslimin ini," kata pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian itu, Rabu, 8 Juni 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepolisian Daerah Metro Jaya menangkap Hasan Baraja di Kota Bandar Lampung, Lampung, Selasa lalu. Hasan Baraja dituduh melakukan provokasi, menyebarkan berita bohong, menggelar kegiatan separatis, dan menyebarkan paham anti-Pancasila. Ia pun ditetapkan sebagai tersangka, lalu ditahan.

Hasan Baraja dijerat dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 59 ayat 4 juncto Pasal 82A ayat 2 Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan serta Pasal 14 ayat 1 dan 2, dan Pasal 15 Peraturan Hukum Pidana.

Menurut Noor Huda, konsep khilafah yang dikampanyekan organisasi Hasan Baraja memang berpeluang menjadi ancaman konsep bernegara dalam jangka panjang. Namun, kata dia, pendekatan reaktif pemerintah justru tidak menyelesaikan persoalan utama. Apalagi hingga saat ini kelompok tersebut tidak mempunyai agenda yang mengancam keamanan negara, seperti terorisme ataupun rencana meledakkan bom. "Ancaman seperti itu tidak ada dari Khilafatul Muslimin," katanya.

Ia menyarankan agar pemerintah berdialog dengan pengurus Khilafatul Muslimin untuk menggali keterangan mengenai konsep khilafah yang mereka kampanyekan. Pemerintah juga harus berusaha merangkul dan membebaskan mereka dari konsep khilafah yang diyakini Khilafatul Muslimin tersebut.

"Soal pendekatan inilah yang harus dijelaskan negara untuk menghadapi mereka. Jadi, harus diselesaikan secara serius oleh negara," ujarnya.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan, menyampaikan keterangan pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, 7 Juni 2022. TEMPO/Febri Angga Palguna

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Endra Zulpan, mengatakan penyidik masih berfokus memeriksa Abdul Qadir Hasan Baraja. Meski pria berusia 79 tahun itu telah ditangkap, kata Zulpan, aktivitas organisasi mereka belum dilarang. Polisi masih berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk mengkaji soal kegiatan organisasi tersebut yang kerap mengkampanyekan konsep khilafah kepada masyarakat.

"Ya, nanti (terkait dengan pembekuan kegiatan) diperiksa dulu pemimpin tertingginya," kata Zulpan.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Hengki Haryadi, mengatakan Hasan Baraja ditangkap bukan hanya soal kasus konvoi kendaraan bermotor untuk mensosialisasi konsep khilafah. Penangkapan Hasan Baraja juga berkaitan dengan dugaan tindak pidana yang diatur dalam UU Organisasi Kemasyarakatan.

Menurut Hengki, Hasan Baraja diduga mengembangkan paham dan ajaran yang bertentangan dengan Pancasila. Pentolan Negara Islam Indonesia tersebut juga diduga menyebarkan berita bohong yang bisa menimbulkan keonaran di masyarakat

"Salah satunya videonya yang menyatakan Pancasila dan UUD 1945 tidak akan bisa bertahan lama. Demokrasi bisa dilaksanakan apabila dengan senjata," kata Hengki.

Dosen hukum tata negara dari Universitas Bung Hatta, Helmi Chandra, mengatakan pendekatan yang dilakukan pemerintah dan penegak hukum semestinya adalah pembinaan. Sebab, amanat UU Ormas sejatinya mengedepankan pembinaan. "Jadi, pendekatan represif seperti ini bertentangan dengan demokrasi," kata dia.

Ia berpendapat, hingga hari ini ideologi yang dilarang di Indonesia hanya komunisme, Marxisme, dan Leninisme. Larangan itu mengacu pada Ketetapan MPR Nomor XXV Tahun 1966. Dengan demikian, tidak ada dasar bagi polisi untuk menangkap Hasan Baraja dengan dalih menyebarkan pemahaman khilafah. "Jadi, ideologi personal dengan pergerakan organisasi tentu harus dipisah agar negara tidak terjebak dalam pemberangusan pemikiran dan demokrasi," ujarnya.

Selain itu, kata Helmi, pemerintah tidak boleh melarang atau membubarkan organisasi, termasuk Khilafatul Muslimin, selama tidak melanggar hukum, seperti merusak fasilitas umum, melakukan intimidasi dan pemaksaan, hingga upaya makar terhadap pemerintahan yang sah. "Jadi, hukum pidana itu baru bisa menjerat jika kelompok atau organisasi ini melanggar hukum. Itu pun terbatas kepada individu yang melanggar jika organisasinya tidak terdaftar," katanya.

IMAM HAMDI | ARRIJAL RACHMAN
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus