SALIM Ode, syahbandar Tanjungpinang yang baru itu, tampaknya
memang masih enggan buka suara. "Maaf, saya belum bisa bicara
banyak sekarang", katanya kepada TEMPO. Tapi di luaran sudah
ramai bisik-bisik bahwa pejabat yang pernah hampir 10 tahun
menangani pelabuhan besar Sunda Kelapa -- yang sebenarnya untuk
pelabuhan Taniung Pinang tak sesuai dengan pangkat/golongannya
itu - sedang melakukan beberapa gebrakan besar di kantornya yang
baru. Penertiban? Dengan sebuah anggukan kecil, Salim
membenarkan. Sayangnya, apa dan bagaimana penertiban itu Salim
tak menyebutkan.
Penertiban itu memang cukup mendesak. Sebab sudah sejak lama
tercium adanya ketidak beresan di kantor itu. Misalnya soal
nasib para petugas mercusuar. Di daerah pulauan Riau ini
termasuk paling banyak terdapat mercusuar, dan tentu saja jumlah
personilnya. Mereka bertebaran di selat Singapura (perbatasan)
dan jauh di Laut Natuna. Mereka ini selain sering mengalami
kesulitan dalam mendapatkan kebutuhan sehari-hari, karena
terlambat droping atau cuaca jelek. Juga, berdasar keterangan
yang berhasil dikumpulkan, justru sebagian dari pendapatan syah
mereka sering dibajak oleh petugas-petugas di Dinas Navigasi/P-3
kesyahbandaran Tanjung Pinang.
Minta Ampun
Sumber TEMPO di kesyahbandaran itu menyebutkan, ada pemotongan
sekitar 20% terhadap tunjangan kerja petugas mercusuar. "Setiap
kwartal tak kurang dari setengah juta rupiah", lanjut sumber itu
lagi. Sehingga praktek penyembelihan keringat yang sudah
berlangsung lebih 5 tahun itu kini mengantongi angka lebih dari
Rp 15 juta.
Ini baru dari tunjangan kerja, belum dari reeki sah lainnya.
Seperti uang rapel. Pernah seorang petugas honor yang baru
diangkat dan menerima rapel untuk masa kerja 4 tahun sekitar Rp
150 ribu. Tapi oleh pctugas keuangan Dinas Navigasi disadap
hampir separuhnya membuat sang petugas malang itu terisak-isak.
Ke mana perginya uang itu dan untuk apa sebenarnya dan siapa
yang melakukan permainan? Itulah salah satu gebrakan Salim Ode.
Rupanya ia memilih sasarannya terhadap nasib personil mercusuar
ini. Langkah ini bukan saja karena Salim nan haji itu termasuk
salah satu staf inti Team Khusus Deperla, tapi juga karena Salim
tahu persis nasib para petugas mercusuar itu. Di daerah ini ia
pernah bertugas sebagai komandan kapal perambuan Km "Ariyat" dan
sudah demikian dekat dengan kehidupan mercusuar. Boleh jadi para
petugas ini menemukan liang tempat mengadu sehingga praktek tak
patut itu tercium oleh Salim. Berdasarkan hasil kerja team yang
datang bersamanya baru-baru ini, kabarnya semua bukti telah
ditemukan dan para pelakunya sudah berteriak "minta ampun".
Jalan Buntu
Kantor Syahbandar Tanjung Pinang memang terkenal memiliki
peralatan serba lux. Seperti karpet empuk di kamar Syahbandar.
Kursi tamu, kulkas radio kasset dan lain-lain perlengkapan
mewah. Belum lagi Mess "Perla"nya. Apakah semua ini berasal dari
sumber-sumber inkonvensionil? Sebab hampir dapat dipastikan
barang-barang mewah itu bukan berasal dari anggaran Perla alias
bukan inventaris.
Siapa yang akan bertanggung jawab dan paling tidak patut benar
didengar keterangannya kalau itu ternyata merupakan
"penyelewengan" yang harus diusut? Bukankah saksi utamanya sudah
tiada? Yaitu syahbandar yang lama, A.M. Majid yang sudah
almarhum? Jadi meskipun langkah tegap Salim Ode patut didukung,
tapi Salim yang juga dicalonkan buat anggota DPR untuk daerah
pemilihan Sulawesi Tenggara itu, menemukan semacam jalan buntu
meskipun cukup banyak bukti ditangan. Atau seperti diakui oleh
Salim: "Memang saya temui hal-hal yang luar biasa di kantor
ini". Cuma pejabat ini sering tercenung. Apalagi gebrakannya itu
di saat-saat yang kurang tepat: menghadapi Pemilu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini