SARANA pengangkutan adalah masalah yang paling utama di
Kepulauan Karimunjawa sehingga pejabat pemerintah enggan
ditempatkan di sana. Bukan saja karena akan merasa terkucil dari
kehidupan ramai, juga berbagai sarana tak memenuhi syarat
kebutuhan. Misalnya Camat Sumaryo, 33 tahun. Dia baru memangku
jabatan sejak Januari 1979. Sejak di kepulauan ini hanya
istrinya yang mendampinginya. Keempat anaknya ada di Jepara.
Karena jabatannya dia mendapat sebuah sepeda motol dan perahu
motor.
Perahu motor Pak Camat ini berkekuatan 40 PK. Keadaannya sudah
tidak baru lagi ketika diterimanya. Sebetulnya perahu motor ini
lebih cocok untuk sungai dan bukan laut yang mempunyai ombak
cukup besar. "Minimal saya pakai ke Jepara dua kali sebulan,"
ujar Sumaryo. Tetapi kalau di Jepara ada rapat dan urusan lain,
perahu itu tak urung digenjotnya juga.
Memang ada kapal yang seharusnya secara tetap menghubungkan
daraun Jawa dengan Kep. Karimunjawa. Kapal itu bernama KM.
Larashati, 90 PK, ukuran badan 4 x 15 meter, berbobot DWT 16,56
ton dan mempunyai laju kecepatan 7 mil/jam. Berangkat menuju
Karimunjawa Senin dan kembali ke Jepara Kamis.
Kondisi Larashati sendiri cukup mengkhawatirkan. Lebih-lebih
kalau diklasifikasikan sebagai kapal penumpang. Tidak ada alat
pelampung, dan radio SSB. Selain itu, tidak ada ruang an khusus
untuk penumpang. Artinya penumpang yang jumlahnya paling tidak
50 orang, harus bercampur dengan ikan asin, kopra, ayam, ketela
yang beratnya lebih 20 ton.
Tak Terpikirkan
Sedangkan penumpang dari Jepara, harus merelakan diri berbagi
dengan minyak tanah, beras, batu bata, genteng dan bahan mentah
lainnya. Sehingga kalau Larashati harus berlayar dengan
sempoyongan, itu hal yang lumrah.
Karena itu, perjalanan yang makan waktu rata-rata selama 7 jam
ini, sering dihambat kecelakaan. Tahun 1980 saja, ada 3 kali
kecelakaan. Tahun ini, sudah satu kali. Untung saja, pertengahan
Maret lalu, pihak Ditjen. Perhubungan Laut telah memberikan
radio SSB untuk Larashati.
Berlayar ke dua kota tersebut tidak murah. Setiap penumpang,
dikenakan biaya Rp 1.000 satu rit. Karcis untuk seekor kambing,
Rp 800, sapi antara Rp 1.500 - Rp 2.000 dan ayam cuma Rp
40/ekor. Barang per kuintal Rp 800. Diperkirakan, penghasilan
kapal tersebut setiap dua rit, Rp 180.000. "Tapi kapal tak
pernah untung," keluh Bupati Jepara, Sudikto, "bahkan rugi
melulu." Karena itu tambah bupati ini, niat untuk menambah kapal
tak terpikirkan.
Kapal yang semau wayang ini dinakhodai Chairun, 66 tahun.
Dibantu oleh jurumudi Towikromo, 68 tahun. Selain itu,
dilengkapi pula dengan 8 ABK lainnya, yang rata-rata masih muda.
ABK digaji berdasarkan honor. Misalnya Chairun, mendapat honor
cuma Rp 12.000/bulan dan Towikromo Rp 7.000/bulan, ditambah
dengan uang insentif Rp 300 setiap rit yang ditempuhnya.
"Pokoknya, kesejahteraannya lebih terjamin dari menjadi buruh
rokok di Kudus," kata Chairun. Setiap kali berlayar, anak buah
kapal ini diperbolehkan membawa tentengan.
Larashati turun dok sekali setahun. Artinya, selama 2 minggu,
Karimunjawa tidak mempunyai bis air. Dan ini biasa mereka
lakukan kalau laut sedang mengganas di sekitar bulan
Descmber-Februari. Di saat itulah, harga beras di Karimunjawa
bisa mencapai Rp 500/kilo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini