Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Layu Sebelum Menjegal

Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie berbalik sikap ikut mendukung Perpu Pilkada. Amunisi penjegalan Perpu sudah lama disiapkan.

15 Desember 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Duduk berhadapan di ruang kerja Aburizal Bakrie, lantai 46 Bakrie Tower, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa siang pekan lalu itu, Akbar Tandjung mengajak Ical berbicara empat mata. Tema percakapan mereka adalah sikap Partai Golkar yang menolak penge­sahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Kepada Ical, Akbar mengingatkan risiko kalau tetap menolak Perpu, meski itu rekomendasi Musyawarah Nasional (Munas) Golkar di Bali, yang telah memilihnya menjadi ketua umum partai beringin lagi. Akbar beralasan, bila Ical berkukuh melaksanakan rekomendasi Munas, suara Golkar bakal semakin melorot pada Pemilihan Umum 2019. Lagi pula, Ical dan Golkar sudah terikat kontrak politik dengan partai koalisi pro-Prabowo Subianto untuk mendukung Perpu.

Akbar, Ketua Dewan Pertimbangan Golkar, mengingatkan kembali hasil survei yang menyebutkan mayoritas masyarakat mendukung Perpu yang mengatur pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung. Sikap Golkar yang bertentangan drastis dengan arus publik itu justru membahayakan. "Golkar bisa dihukum publik," ujar Akbar, mengulang pembicaraannya dengan Ical, kepada Tempo pada Rabu pekan lalu. Lagi pula, kata Akbar, rekomendasi Munas berarti bisa dilaksanakan, bisa juga tidak, tergantung situasi.

Menurut Akbar, Ical sempat terdiam lama. Kepada sekondannya itu, Ical mengaku cemas sikapnya nanti bisa diterima secara salah oleh pengurus daerah: dianggap mengabaikan hasil Munas, yang merupakan forum tertinggi partai. Situasi ini tak menguntungkan Ical karena Golkar terpecah ke dalam dua kubu, yakni kepengurusan Golkar hasil Munas Bali di bawah kepemimpinannya dan kepengurusan Golkar hasil Munas Jakarta yang diketuai Agung Laksono. "Saya sarankan ia berkomunikasi dengan daerah soal dinamika politik di koalisi," ujar Akbar.

Senin malam, sehari sebelum bertemu dengan Akbar, Ical menjumpai petinggi partai koalisi penyokong Prabowo. Pertemuan yang juga digelar di kantor Ical itu ingin mengetahui pandangan setiap partai koalisi. Semula, Golkar ingin mengajak mereka bersatu menolak Perpu. Rencana ini buyar lantaran para partai penyokong kubu Prabowo itu tetap berkukuh pada aturan pengganti undang-undang. Salah satu yang paling menohok Golkar adalah penegasan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa yang tetap menjaga kesepakatan koalisi—yang diteken pada 1 Oktober lalu.

Sikap Hatta itu, menurut Sekretaris Fraksi PAN Teguh Juwarno, disampaikan sebelum Hatta berangkat umrah ke Mekah. Malah, di sela-sela umrah, Hatta mengingatkan lagi sikap partai berlambang matahari biru itu lewat cuitannya. Teguh menyebutkan Hatta sengaja mengumumkan sikap PAN secara terbuka—demi mencegah perpecahan di lingkup internal partai. Sejak Munas Golkar di Bali menolak aturan pengganti undang-undang, deras mengalir wacana penolakan di dalam partai. "Terutama di grup percakapan pengurus pusat partai," kata Teguh.

Agaknya sikap Ical terpengaruh oleh peta politik yang berubah. Senin pekan lalu, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara. Menurut Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, dalam pertemuan itu, Jokowi dan Yudho­yono sepakat membahas kelanjutan Perpu. "Bagi kami di Demokrat, Perpu di akhir masa pemerintahan Yudhoyono ini harga mati untuk digolkan," ujar Wakil Ketua Umum Demokrat Agus Hermanto di ruang kerjanya, Senin pekan lalu.

Jokowi dan Yudhoyono sepakat menyatakan siap bekerja sama merevisi Perpu. Kesepahaman ini akan jadi bahasan Partai Demokrat dengan partai penyokong Jokowi di Senayan, yaitu PDI Perjuangan, NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Hanura, untuk mengegolkan Perpu itu di Dewan Perwakilan Rakyat.

Yang membuat Ical tertohok adalah tudingan "pengkhianatan" kesepakatan yang dilontarkan kubu Demokrat. Juru bicara Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, menuturkan, Yudhoyono dan partainya sudah kenyang ditusuk dari belakang oleh politikus partai peserta koalisi pro-Prabowo, yang sebagian besar tokoh di sekretariat gabungan koalisi partai penyokong pemerintah Yudho­yono. "Kawan-kawan kami bekas di setgab memang tidak etis," kata Ruhut.

Tudingan tersebut terkait dengan kesepakatan tentang Perpu Pilkada yang diteken politikus partai koalisi itu dengan Demokrat pada 1 Oktober lalu. Di situ disebutkan Demokrat bersedia menyokong paket pemilihan pimpinan MPR dan DPR versi koalisi ini, asalkan mereka mendukung Perpu Pilkada. "Jika kemudian Golkar menggalang penolakan, apa itu artinya bukan pengkhianatan?" ujar Ruhut.

Salah seorang politikus Golkar menuturkan, rencana menggalang dukungan penolakan buyar karena pada pertemuan Senin pekan lalu Ketua Umum Golkar versi Munas Bali dicecar koleganya sendiri. Ical dianggap lari dari kesepakatan. Lagi pula, jika langkah Golkar diiyakan, mereka akan kesulitan sendiri. Sebab, "Di DPR, tinggal Golkar kubu Ical sendiri yang akan menolak dan pasti kalah," kata politikus itu.

Boleh jadi karena itu pula Ical sejak awal pertemuan langsung menegaskan tak akan lari dari kesepakatan yang dibangun. Ical menambahkan akan mencari waktu yang tepat untuk menjelaskan soal ini kepada kadernya.

Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon membenarkan pertemuan Senin malam dengan presidium koalisi pro-Prabowo. Termasuk sikap Ical yang menegaskan lagi soal kesepakatan itu. "Jadi tak ada satu pun yang berkhianat," ujar Fadli.

Karena yakin penuh, pada Selasa malamnya, Ical menyatakan perubahan sikapnya melalui Twitter. Ada 18 seri cuitan penjelasannya mengapa ia mendukung Perpu. Kepada Tempo yang menemuinya, Rabu pekan lalu, Ical membenarkan cuit­annya itu. Ia mengakui, penjelasannya tak sesuai dengan kata hatinya. "Secara pribadi, saya lebih suka pilkada melalui DPRD, tapi saya kan harus mendengar suara rakyat," kata Ical.

Lagi pula, menurut Ical, ia tak mau mengingkari kesepakatan yang sudah diteken. Komitmen itu ditunjukkan dalam pertemuan di kediaman Yudhoyono di Cikeas, Kamis pekan lalu. Selain Ical, hadir Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo Subianto. "Semua clear mendukung," ujar Sjarifuddin Hasan, Ketua Harian Partai Demokrat.

Tentu saja sikap Ical ini menyulut reaksi sejumlah pengurus daerah Golkar. Ketua Golkar Jawa Tengah Wisnu Suhandono mengirim surat protes dan meminta klarifikasi Ical atas keputusan itu. Ketua Golkar Sulawesi Tenggara Ridwan Bae malah meminta Ical mengumpulkan pengurus Golkar dan menjelaskan langsung sikapnya yang bertentangan dengan rekomendasi Munas. "Tak boleh sampai ada kecurigaan," kata Ridwan kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Para pengurus daerah mengaku kaget atas perubahan drastis itu. Mereka masih ingat, saat Munas di Bali, Ical sangat antusias berbicara tentang penolakan Perpu. Bahkan, kata Bendahara Umum Golkar Bambang Soesatyo, penolakan Perpu sejak awal disiapkan panitia pengarah Munas yang diketuai Nurdin Halid sebagai rekomendasi utama Munas. Nurdin Halid pula yang memimpin sidang paripurna dan langsung mengetuk palu.

Nurdin membenarkan, materi Perpu sudah jauh hari disiapkan, tapi dia menyangkal sengaja menggiring peserta Munas menolak Perpu. Materi itu bahkan menjadi perdebatan seru di Munas. Banyak pengurus daerah mengingatkan soal fatsun kesepakatan yang sudah diteken di koalisi dan Demokrat. "Itu agenda yang sudah lama dan sesuai dengan aspirasi kader Golkar," ujar Nurdin.

Salah seorang pengurus Golkar lainnya mengatakan kubu Aburizal Bakrie getol meloloskan rekomendasi penolakan Perpu itu saat rapat konsultasi di Bandung, awal November lalu. Bahkan Ical sudah memerintahkan petinggi Fraksi Golkar DPR mulai menggarap dukungan. Termasuk membahas tata cara pemilihan bakal calon kepala daerah dari Golkar. Ini bagian dari skenario penggagalan Perpu di DPR. "Golkar akan menyoal unsur kegawatan Perpu di DPR. Dari situ, legalitas Perpu Pilkada akan digagalkan," kata si politikus.

Ira Guslina Sufa, Agustina Widiarsi, Syailendra


Berubah Sesuai Haluan

Ditetapkan Susilo Bambang Yudhoyono dua pekan sebelum lengser dari jabatannya sebagai presiden, aturan pengganti undang-undang pemilihan kepala daerah tak langsung tidak lepas dari pertarungan kepentingan politik. Tergantung interes pendukungnya.

26 September 2014
Diwarnai aksi walk out politikus Partai Demokrat, rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 akhirnya menggelar voting mengesahkan Undang-Undang Pilkada lewat DPRD. Sekitar 226 anggota DPR setuju pilkada via DPRD dan 135 anggota DPR pro-pilkada langsung. Kubu pilkada langsung berasal dari partai penyokong Joko Widodo. Kubu pilkada tak langsung adalah partai penyangga Prabowo Subianto, di antaranya Golkar, Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Demokrat.

30 September 2014
Di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Yudhoyono menyatakan pemerintah menolak pengesahan Undang-Undang Pilkada dan menyiapkan Perpu Pilkada. Yudhoyono juga memarahi politikus partainya yang ikut walk out.

1 Oktober 2014
Ketua umum partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih plus Demokrat meneken kesepakatan mendukung Perpu Pilkada. Demokrat akhirnya bergabung dengan koalisi itu dan mengusung paket pimpinan MPR dan DPR 2014-2019.

2 Desember 2014
Aburizal Bakrie dalam Musyawarah Nasional Golkar di Bali mengumumkan rekomendasi penolakan Perpu Pilkada. Aburizal memerintahkan fraksinya di DPR menggalang dukungan.

4 Desember 2014
Yudhoyono melalui akunnya, @SBYudhoyono, mengecam keputusan Golkar dan minta partainya menjajaki koalisi dengan kubu PDI Perjuangan, NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Hanura.

8 Desember 2014
Di Istana Merdeka, Presiden Joko Widodo bertemu dengan Yudhoyono dan bersetuju mengawal Perpu. Petinggi koalisi pro- Prabowo bersepakat tetap menyokong Perpu Pilkada.

Poin Perpu Pilkada Langsung

  • Kepala daerah dipilih langsung dan serentak. (Pasal 1 ayat 1 dan Pasal 3)
  • Kandidat kepala daerah dilarang punya ikatan perkawinan dan garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan inkumben kecuali melewati jeda satu kali masa jabatan. (Pasal 7)
  • Kandidat dari partai atau gabungan partai disokong 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara dalam pemilu legislatif DPRD. (Pasal 40 ayat 1)
  • Syarat kandidat perorangan disesuaikan dengan jumlah penduduk. (Pasal 41)
  • Larangan politik uang dan biaya sewa partai pengusung. (Pasal 47)
  • Larangan kampanye hitam. (Pasal 68 huruf c)
  • Kampanye terbuka dibatasi. (Pasal 69)
  • Dilarang melibatkan birokrasi. (Pasal 70 dan pasal 71)
  • Ketentuan Perpu berlaku juga untuk Aceh, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Papua, dan Papua Barat sepanjang tidak diatur lain dalam undang-undang tersendiri. (Pasal 99)
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus