Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEMINAR tentang keamanan nasional yang digelar Pusat Kajian Keamanan Nasional Universitas Bhayangkara Jakarta di Graha Purna Wira Polri pada Senin pekan lalu berubah menjadi panggung keluh-kesah para perwira polisi. Mereka melupakan tema seminar dan menumpahkan unek-unek memprotes rencana pemerintah menempatkan institusi mereka di bawah Kementerian Dalam Negeri.
Banyak ide terlontar dari para jenderal ini. "Antara lain, jika pemerintah merestrukturisasi Polri, mereka meminta dijadikan kementerian sendiri," kata Ketua Bidang Kajian Kepolisian Pusat Kajian Keamanan Nasional Universitas Bhayangkara Muhammad Sutriadi, Kamis pekan lalu. Ide ini paling banyak mendapat dukungan meski sebagian besar ingin Kepolisian RI tetap seperti sekarang.
Dalam Undang-Undang Kepolisian, Polri berada di bawah presiden, tak seperti Tentara Nasional Indonesia yang berada di bawah Kementerian Pertahanan. Ide melebur Polri ke Kementerian Dalam Negeri dicetuskan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di sela rapat koordinasi bidang keamanan di Istana Bogor, Jumat tiga pekan lalu.
Menurut Ryamizard, keberadaan Polri di bawah presiden menjadikan beban kepala negara bertambah. Sebab, ketika terjadi kisruh di lembaga ini, presiden tak memiliki pembantu yang bertugas membereskannya. Ia mencontohkan, ketika terjadi bentrokan antara tentara dan polisi di Batam bulan lalu, Menteri Pertahanan bisa turun membereskan tentara. Sedangkan polisi mesti menunggu presiden sebagai atasannya. "Presiden banyak pekerjaan, repot kalau harus mengurusi polisi juga," ujarnya kepada Ananda Teresia dari Tempo.
Ide Ryamizard ini bukan barang baru. Di zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ketika pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional ke Dewan Perwakilan Rakyat dua tahun lalu, ide ini sudah diusung. Rancangan aturan itu tidak dibahas karena mendapat tentangan dari sejumlah politikus lain anggota DPR periode 2009-2014.
Di lingkup internal Kementerian Pertahanan, gagasan ini juga pernah dikaji dengan melibatkan sejumlah pakar pertahanan. Kepala Biro Hukum Kementerian Pertahanan Bambang Eko mengatakan kajian itu dilakukan pada 2009. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Ediwan Prabowo menyebutkan lembaganya akan menghidupkan lagi ide tersebut. "Seperti ide yang disampaikan Pak Menteri," ujarnya.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Muradi, mengatakan pernyataan Ryamizard tersebut termasuk bagian dari program Nawacita atau sembilan agenda perubahan Presiden Joko Widodo. Nawacita merupakan program teknis terjemahan visi-misi Jokowi saat kampanye pemilihan presiden lalu.
Ide Kepala Staf TNI Angkatan Darat 2003-2005 itu, menurut Muradi, tersirat dalam poin pertama Nawacita, yakni "menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara". "Waktu itu perubahan di kepolisian tidak ditulis karena khawatir akan menimbulkan kontroversi," ujar anggota Tim Sebelas Jokowi ini, Rabu pekan lalu. Tim Sebelas adalah think tank yang bertugas menggodok visi-misi Jokowi.
Saat menggodok poin dalam Nawacita itu, kata Muradi, Tim Sebelas berkali-kali berdiskusi dengan sejumlah pakar kepolisian dan militer. Mereka antara lain dosen pascasarjana Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar; peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Hermawan Sulistyo; dan aktivis Mufti Makarim.
Tim Sebelas pernah pula meminta pendapat Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti, Kepala Lembaga Pendidikan Polisi Komisaris Jenderal Budi Gunawan, dan Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Tito Karnavian. Para petinggi militer juga didatangi untuk dimintai pendapat.
Bambang Widodo Umar mengatakan hanya sekali berdiskusi di markas Tim Sebelas. Ia diundang Andi Widjajanto, yang kini menjabat Sekretaris Kabinet. Pensiunan polisi ini mengusulkan Polri berada di bawah departemen. Sebab, kata dia, institusi tersebut seyogianya menjadi organ politik karena berada di bawah presiden, bukan lembaga teknis. "Masalahnya, perubahan itu akan berbenturan dengan Undang-Undang Kepolisian," ujar Bambang.
Badrodin mengatakan belum pernah berdiskusi secara resmi dengan Tim Sebelas. Meski begitu, kata Badrodin, lembaganya pernah membuat kelompok kerja untuk mengkaji ide tersebut. Hasilnya, Polri menerbitkan buku putih yang berjudul Polri dalam Arsitektur Negara. "Opsi-opsi restrukturisasi ada dalam buku ini," ucapnya.
Menurut Muradi, setelah berdiskusi dengan pelbagai institusi itu, Tim Sebelas menyimpulkan ada empat opsi menempatkan Polri dalam struktur tata negara: di bawah Kementerian Dalam Negeri, di bawah Kementerian Pertahanan, menjadi kementerian sendiri, atau tetap seperti posisi sekarang di bawah presiden. Jika Polri menjadi kementerian sendiri, nama yang diusulkan adalah Kementerian Kepolisian dan Keamanan Nasional. "Polisi mengatakan lebih enak dengan posisi sekarang," katanya.
Dari hitung-hitungan Tim Sebelas, yang berisi para ahli pelbagai bidang, jika opsi pertama dan kedua dipilih, secara otomatis fungsi administrasi dan anggaran akan tercerabut. Polri hanya akan mengurus soal-soal teknis keamanan masyarakat sipil. Akibat nyata dua opsi ini adalah tergerusnya independensi.
Menteri adalah pembantu presiden yang diisi para politikus. Menjadikan politikus sebagai bos polisi membuka peluang mereka memanfaatkan kewenangan penyelidikan dan penyidikan untuk tujuan politik mereka. "Ibaratnya, opsi ini akan memberi sayap kepada macan. Mengerikan, bukan?" ujar Muradi, dosen ilmu pemerintahan Universitas Padjadjaran.
Sejauh ini, kata Muradi, Presiden belum mengajak diskusi tentang penempatan polisi. Dalam rencana Tim Sebelas, struktur baru Polri ini baru bisa dibahas dan diwujudkan pada tahun ketiga pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
Rusman Paraqbueq
Empat Pilihan Itu
1. Di bawah Menteri Dalam Negeri
- Tugas administrasi dan penganggaran ada di kementerian.
- Polri hanya menangani soal operasional dan teknis.
- Risiko: rawan dipolitisasi.
2. Di bawah Menteri Pertahanan
- Tugas administrasi dan penganggaran ada di kementerian.
- Polri hanya menangani soal operasional dan teknis.
- Risiko: rawan dipolitisasi.
- TNI-Polri kembali satu di departemen ini.
3. Kementerian baru
a. Menteri Kepolisian Negara
Kepala Polri menjadi menteri yang menangani administrasi dan anggaran serta soal operasional.
b. Menteri Keamanan Dalam Negeri
Kepala Polri menjadi menteri satu periode. Periode berikutnya diisi pensiunan polisi.
Polri, Badan Narkotika Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Teroris, serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menjadi satu.
Kepala Polri mengurusi administrasi, anggaran, dan soal operasional.
4. Tak ada perubahan
- Penguatan Komisi Kepolisian Nasional.
Sumber: Tim Sebelas
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo