HEBOH lemak babi sudah menyurut. Di banyak tempat, papan iklan kecap Cap Bango tak lagi ditutupi kertas, dan warung-warung yang menyediakan masakan Indomie tak khawatir lagi diprotes massa. Kedua makanan tersebut, Jumat pekan lalu, diumumkan Menteri Kesehatan Adhyatma, termasuk makanan yang tidak mengandung lemak babi. Adhyatma, yang didampingi Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Drs. Slamet Soesilo, dengan tegas menyebutkan, susu Dancow (termasuk instant), Indomie (rasa kari ayam, bihun rasa kari ayam, dan mie goreng), kecap manis ABC, kecap Cap Bango, Biskuit Butter Ring Nissin produksi PT Nissin, Biskuit Butter Cabin dan Wafer Biscuit produksi Siong Hoe Trifabig, tak mengandung lemak babi. Ribut-ribut isu minyak babi tersebut bermula dari penelitian dosen Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Tri Susanto. Tri, yang mengajak mahasiswanya meneliti, menyimpulkan: 34 macam makanan "mengandung bahan yang patut dicurigai atau syuhbat". Penelitian itu dilengkapi kajian literatur -- tapi tak dilakukan di laboratorium. Kemudian, hasilnya dimuat majalah Canopy yang diterbitkan mahasiswa FP Unibraw. Tapi, entah bagaimana, daftar itu beredar dari tangan ke tangan dan ditambah-tambahi hingga menjadi 63 macam, dan dimuat oleh beberapa harian. Daftar baru itu menyebut: kecap ABC, kecap Bango, susu Dancow, Indomie, dan lain-lain sebagai "makanan haram untuk umat Islam". Padahal, kata Tri, secara teoretis, tak mungkin kecap memakai lemak atau minyak babi. Tapi isu sudah terlanjur santer. Barang-barang yang divonis itu seperti kena hantam. Produksinya melorot tajam. Pemerintah buru-buru mengambil langkah, dengan meneliti barang-barang itu. Tim Ad Hoc dibentuk, dengan anggota dari Departeman Agama, Perindustrian, Perdagangan, Kesehatan, Yayasan Lembaga Konsumen, Majelis Ulama, dan Anggota Komisi VIII DPR sebagai peninjau. Tugasnya, antara lain, mengambil sampel dari pasar swalayan Sarinah Jaya, Golden Truly, Hero, dan Tomang Tol di Jakarta. Ada 27 sampel yang diambil. Setelah melalui pengujian laboratorium (oleh Depkes), dengan tiga metode: reaksi warna dilanjutkan dengan gas kromatografi, mikroskopis setelah kristalisasi dan gas kromatografi, hasilnya menyebutkan, makanan tersebut tidak mengandung unsur babi. Tak hanya itu, pemeriksaan juga dilakukan terhadap produsen shortening (minyak perenyah makanan, yang terbuat dari nabati atau hewani) dan flavouring (penyedap makanan) yang dipakai oleh pabrik-pabrik di atas. Ada tiga pabrik yang didatangi, yaitu PT Unilever, PT Sayang Gelang, dan PT I.F.F. "Kami datang ke pabrik, tanpa pemberitahuan," kata salah seorang anggota tim. Hasilnya, baik shortening, flavouring, gelatin, (campuran protein yang terbuat dari tulang dan kulit serta jaringan hewan) maupun bahan pembantu emulsifying agent tak mengandung unsur-unsur dari babi. Pemerintah akan melanjutkan penelitian makanan lain yang dicurigai mengandung lemak babi. "Kami bertekad akan menyelesaikan kasus ini secara tuntas," kata Adhyatma. Tindak lanjut lainnya, pemerintah akan "me-review segala peraturan tentang makanan dan minuman." Termasuk, perlunya membuat undang-undang (UU). Pihak Yayasan Lembaga Konsumen, yang duduk sebagai anggota dalam Tim Ad Hoc angkat bahu ketika ditanya soal hasil penelitian yang diumumkan Menteri Adhyatma. "Kami malah tahu hasilnya dari koran," kata sekretaris II YLK, Nyonya Sumrotin kepada TEMPO. "YLK sendiri sudah menawarkan diri untuk ikut serta dalam penelitian laboratorium, tapi tidak diikutsertakan," tambahnya. Laporan Ahmadie Thaha (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini