Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Letnan Jenderal Agus Widjojo: "Kami Hindari Politik Partisan"

5 Mei 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEKA-TEKI yang ditunggu-tunggu akhirnya terjawab sudah. Fraksi TNI/Polri akhirnya setuju dengan amandemen terhadap UUD 1945. Sikap fraksi kepanjangan tangan militer ini tentu saja bikin kaget pihak-pihak yang menolak amandemen. Mereka menuding wakil tentara dan polisi di gedung rakyat ini mendorong terjadinya upaya perubahan konstitusi yang sudah kebablasan. Apalagi sikap final fraksi penting ini dilontarkan secara terbuka dalam jumpa pers di Markas Besar Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu pekan lalu. Namun, tudingan itu segera dibantah. Wakil Ketua MPR Letnan Jenderal TNI Agus Widjojo mengatakan bahwa amandemen tidak akan keluar dari kesepakatan pokok: tetap berpijak pada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Toh, sikap ini tetap saja dianggap kontroversial. Apalagi, kabarnya, mereka tak meminta pendapat presiden lebih dulu. Apa latar belakang keputusan akhir itu? Berikut ini penuturan Agus Widjojo, yang juga penasihat Fraksi TNI/Polri, kepada Edy Budiyarso dari TEMPO, di rumah dinasnya di Jalan Denpasar, Kuningan, Jakarta, Sabtu pekan lalu. Mengapa akhirnya Fraksi TNI/Polri tegas bersikap pro-amandemen konstitusi? Pernyataan terbuka lewat konferensi pers ini perlu diadakan untuk memberikan kejelasan posisi Fraksi TNI/Polri. Sebab, ada yang melihat secara tidak tepat posisi kami dalam soal amandemen. Ada yang menyebut seolah-olah kami berada dalam posisi menolak amandemen. Itu tidak benar. Tapi mengapa Persatuan Purnawirawan ABRI (Pepabri) menolak amandemen? Para sesepuh dalam organisasi Pepabri termasuk komponen bangsa, sehingga mereka bisa secara bebas menyampaikan aspirasinya untuk menambah wacana politik. Namun, ada dimensi operasional dan fungsional yang hanya dimiliki oleh anggota TNI yang masih aktif dan masih berada di bawah kewenangan dan komando Panglima TNI. Bukankah para sesepuh itu pernah punya hak veto? Situasi dan kondisi sekarang berbeda dengan masa lalu. Hal ini sesuai dengan paradigma baru TNI, yang akan melepaskan fungsi sosial politiknya dan lebih memusatkan perhatian pada tugas pokok pertahanan nasional. Perubahan ini berpengaruh juga pada tata hubungan antara institusi TNI dan organisasi yang dulu dikenal sebagai Keluarga Besar ABRI. Kabarnya, ada sejumlah orang dalam fraksi Anda yang menolak amandemen? Kalau memang benar hal itu ada, ini menunjukkan bahwa iklim berpikir masih sehat, karena masih memungkinkan adanya perbedaan pendapat. Namun, pada akhirnya fraksi kami merupakan perpanjangan kebijakan panglima. Jadi, keputusan panglima itu yang menjadi rujukan. Benarkah ini diputuskan setelah dibahas bersama Lembaga Ketahanan Nasional? Tidak ada pertemuan itu. Bagaimana sikap Anda terhadap kelompok yang tidak setuju amandemen? Kita harus sepakat dulu terhadap definisi amandemen, yaitu menyempurnakan UUD 1945, bukan mengubah atau me-lahirkan UUD baru. Walaupun demikian, harus dihindari cara pandang ideologis yang akan kembali menyakralkan UUD 1945. Perubahan itu tentu saja tidak akan memuaskan semua kelompok, maka pada akhirnya diperlukan pengorbanan. Toh, perubahan itu harus disadari sebagai keinginan untuk menghasilkan sistem politik nasional yang lebih baik. Banyak yang khawatir karena gerakan pro-amandemen sudah kebablasan. Anda setuju dengan anggapan ini? Karena itu, diperlukan komunikasi politik yang intensif dari kedua pihak yang berbeda pendapat. Dengan begitu, dicapai kesepahaman dengan berpijak pada lima kesepakatan, di antaranya rambu-rambu UUD 1945 dan tidak mengubah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mungkinkah TNI bikin langkah drastis mendukung dekrit seperti terjadi pada 5 Juli 1959? Itu sejarah. Situasi dan kondisi saat itu jauh berbeda dengan kondisi sekarang. Itu harus pula dilihat sebagai perkembangan negara yang baru merdeka, sehingga ada yang tidak sabar. Apakah keputusan final ini sudah dikonsultasikan kepada Presiden Megawati? Ini kan aspirasi TNI sebagai institusi untuk memberikan sumbangan terbaik bagi bangsa dan negara. Bukankah sikap pro-amandemen ini bisa menyingkirkan Fraksi TNI di DPR dan MPR? Jika memang sudah menjadi keputusan bangsa bahwa mereka yang duduk di DPR hanyalah wakil-wakil yang dipilih oleh rakyat, kami dari TNI/Polri tidak akan mempertahankan posisi itu. Di MPR pun akan sangat bergantung pada kesepakatan bangsa tentang institusi politik. Sebab, institusi itu akan membawa konsekuensi tersendiri bagi keberadaan Fraksi TNI/Polri, bahkan sebelum tahun 2009. Benarkah pasal mengenai Dewan Perwakilan Daerah bisa menjurus federalisme? Sudah ada kesepakatan bahwa amandemen tidak akan mengubah bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apakah sikap ini ditempuh untuk menghindari tudingan bahwa TNI tidak reformis? Sikap TNI/Polri berdasarkan landasan konstitusional. Kami memberikan sumbangan dalam proses demokratisasi dan menghindarkan diri dari kepentingan politik partisan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus