Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Berita Tempo Plus

Main coba, di padang dan yogya

Mulai tahun ini kurikulum baru dicoba di ikip yogyakarta dan padang. lulusannya kelak menjadi sarjana pendidikan sekaligus teknisi, sehingga bisa bekerja di bidang non-guru.

7 Agustus 1993 | 00.00 WIB

Main coba, di padang dan yogya
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
RUANG ini mirip bengkel karoseri. Di situ, sekelompok mahasiswa tampak mengutak-atik kerangka dan mesin mobil dengan bermacam peralatan bengkel, termasuk komputer. Hasilnya, seperti disaksikan TEMPO, Jumat pekan lalu, di sana, sudah ada dua mobil buatan mahasiswa, ditambah beberapa model mobil mini. Inilah ruang laboratorium mahasiswa Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (FPTK) Jurusan Teknik Otomotif, IKIP Negeri Yogyakarta. Mereka, para calon guru STM itu, mampu membuat desain, bahkan mobil, keterampilan yang biasa dilakukan mahasiswa dari universitas. Para mahasiswa di IKIP ini bersama IKIP Padang sejak semester baru tahun ini sedang dicoba dengan model kurikulum baru. Sesuai dengan keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen P dan K, Mei lalu, FPTK IKIP Yogya dan IKIP Padang diizinkan mencetak sarjana pendidikan yang sekaligus punya keahlian sebagai teknisi. Untuk itu, kedua IKIP ini pun menyusun kurikulum D-III politeknik yang dimasukkan ke dalam pendidikan S1 pada enam semester pertama. Dua semester sisanya tetap diarahkan untuk mencetak para mahasiswa itu sebagai tenaga pendidik. Bila kelak kuliah mereka selesai, mereka akan mengantongi ijazah sarjana (S1) IKIP, sekaligus ijazah D-III politeknik yang disetarakan dengan lulusan politeknik dari universitas. Dengan ijazah itu terbuka kemungkinan bagi para lulusan untuk menjadi guru atau menjadi teknisi. ''Ya, supaya mereka nanti bisa juga bekerja di dunia industri,'' kata Djemari Mardapi, Dekan FPTK IKIP Yogya. Gagasan ini sebenarnya sudah dipersiapkan sejak tahun 1979, bersamaan dengan datangnya proyek bantuan dari Bank Dunia, berupa peningkatan fasilitas gedung dan alat-alat praktikum. Dengan fasilitas itu, kedua IKIP tadi merasa sudah mampu mencetak calon guru merangkap teknisi yang terampil di bidang teknologi terapan. Gagasan ini berkembang, dan dibicarakan dalam pertemuan Forum Komunikasi FPTK IKIP Negeri se-Indonesia di Medan, empat tahun lalu. Pertemuan itu sepakat untuk mengarahkan kurikulum IKIP juga pada kebutuhan pasar, khususnya dunia industri yang disebut-sebut selama ini kekurangan tenaga terampil. IKIP Yogya kemudian melakukan survei ke sejumlah perusahaan semacam Pertamina, Krakatau Steel, Astra, dan pertambangan batu bara Bukit Asam. Hubungan dengan Fakultas Teknik UGM dan ITB pun dibina. Semua ini untuk menyusun kurikulum baru yang kemudian disebut ''kurikulum fleksibel''. Ternyata kurikulum baru itu lulus dari pemeriksaan Polytechnic Educational Development Centre (PEDC), sebuah lembaga di Bandung, yang punya kewenangan menentukan layak tidaknya suatu lembaga pendidikan tinggi menyelenggarakan program yang setara dengan D III Politeknik. Menurut Djemari, sebenarnya isi kurikulum fleksibel ini tak banyak berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Hanya ada beberapa penambahan mata kuliah yang pokok. Dari 154 satuan kredit semester (SKS) ditingkatkan menjadi 160 SKS. Sebagai contoh, dahulu ada mata kuliah Matematika I, II, III, kini diubah menjadi Matematika I, Matematika Teknik, dan Matematika Numerik. Pendek kata, sebelumnya kurikulum didesain hanya untuk menyiapkan tenaga guru STM dengan perbandingan mata kuliah teori dan praktek 4:6, tetapi kini menjadi 6:4, alias lebih banyak praktek. Konsekuensinya, tentu beban kuliah mahasiswa juga menjadi lebih berat. Menurut Rektor IKIP Yogyakarta Djohar M.S., perubahan kurikulum yang memperhatikan permintaan pasar ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi kejenuhan dunia pendidikan menampung lulusan IKIP. Bukan rahasia, selama ini, banyak lulusan institut keguruan itu yang bekerja di pabrik, di bank, atau di berbagai perusahaan lainnya. Dan ini tentu dirangsang oleh kondisi rendahnya gaji guru dibanding pekerjaan non-guru itu. Melihat kenyataan inilah, muncul pemikiran untuk mencoba mengubah kurikulum tadi. ''Kalau tak begitu, apa IKIP mau dibubarkan?'' kata Djohar. Upaya ini rupanya mendapat dukungan pula dari Menristek Habibie. Menteri itu menyumbangkan sejumlah peralatan praktikum untuk IKIP Yogyakarta. Sekarang belum jelas apakah kelak sarjana IKIP yang mengantongi ijazah D-III politeknik itu bisa meraih gelar insinyur dengan meneruskan pelajaran di fakultas teknik universitas. Menurut Dirjen Pendidikan Tinggi Bambang Suhendro, pendidikan politeknik lebih banyak memberikan keterampilan, berbeda dengan S1 universitas yang memberikan kemampuan akademis. Perolehan kredit SKS di IKIP belum tentu bisa dianggap beres begitu saja di universitas. Masih harus diteliti apakah yang diberikan itu sudah setara dengan program universitas yang mementingkan kemampuan akademis. Djemari menjamin proyek FPTK tak akan mengganggu pengadaan tenaga guru STM. Proyek ini baru ada di IKIP Yogyakarta dan Padang. Lagi pula, ini hanya proyek percobaan yang dampaknya nanti masih akan diteliti. Yang pasti, ini menjadi contoh lagi betapa pendidikan kita masih terus main coba-coba melulu. Padahal, soalnya sederhana: kalau tak mau jadi guru, kenapa masuk IKIP? Agus Basri, M. Faried Cahyono, dan Fachrul Rasyid

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus