Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Main Proyek Pejabat Lama

Seorang pejabat di Kementerian Desa terindikasi memainkan sejumlah proyek dan menerima komisi di muka. Ada bukti pengiriman uang.

15 Agustus 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EKO Putro Sandjojo tidak bisa menyembunyikan kegusar­an­nya. Dahi Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi itu langsung berkerut saat Tempo menunjukkan sejumlah bukti dokumen dan transfer dana dugaan sejumlah proyek fiktif di kementeriannya. Saya belum mendapat laporan ini, tolong Irjen (Inspektur Jenderal) dicatat,” ujarnya dengan suara meninggi, Kamis dua pekan lalu.

Sugito, Inspektur Jenderal Kementerian Desa, menjawab singkat perintah Eko. ”Siap, Pak,” katanya beberapa kali. Kepada Tempo, Sugito mengatakan sudah menyelidiki laporan dugaan proyek fiktif tersebut. Namun dia tidak menjawab ketika ditanyakan apakah praktek gelap itu sudah dilaporkan ke Menteri. ”Sedang kami telu­suri,” ujarnya.

Pada akhir Juli lalu, Presiden Joko Widodo memasukkan nama Eko ke kabinet hasil perombakan kedua. Eko mengisi kursi yang sebelumnya didu­duki Marwan Jafar, sejawat Eko di Partai Kebangkitan Bangsa. Dalam hampir setiap rapat, setelah dilantik sebagai Menteri Desa, Eko mengatakan ia mewanti-wanti jajaran di bawahnya agar tidak menghalalkan segala cara untuk meraup keuntungan pribadi ketika menjalankan tugas. ”Jangan sampai ada yang mau naik pangkat atau cari proyek, lalu menjual nama saya,” ujarnya.

Eko tidak ingin mengulang sejumlah kejadian di era pendahulunya. Ketika Marwan menjabat Menteri Desa, sejumlah persoalan mencuat ke publik. Di antaranya kisruh seleksi dan penempatan pejabat Kementerian yang diduga sarat praktek jual-beli jabatan serta dugaan keterlibatan sejumlah anggota staf khususnya dalam permainan proyek. Sejumlah ”orang dalam” Kementerian Desa malah sempat membuat surat rahasia kepada Presiden Joko Widodo tentang praktek gelap tersebut.

Sampai pekan lalu, Eko tidak banyak merombak jajaran di bawahnya. Tiga anggota staf khusus Marwan masih dipertahankan, yakni Syaiful Huda, Ogy Sugiono, dan Ahmad Imam Sukri. Ketiganya politikus PKB. Maret lalu, Perwakilan Aparatur Negara Kementerian Desa mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo yang berisi tudingan adanya permainan anggota staf khusus yang mengatur proyek di Kementerian Desa. Dalam lima lembar surat itu disebutkan, antara lain, staf khusus menteri ikut mengendalikan proyek dengan cara mengatur tender sejak awal. Modusnya, perusahaan yang ingin menang harus memberi fee kepada mereka 12,5-20 persen dari nilai proyek, yang disetorkan di muka.

Ogy Sugiono, menurut seorang pejabat di Kementerian Desa, paling getol dalam urusan ini. Namun, kepada Tempo, Maret lalu, Ogy membantah tuduhan itu. ”Tidak benar tuduhan itu,” ujarnya. Marwan Jafar berulang kali membantah ada praktek gelap yang dilakukan staf khususnya.

Selain staf khusus, pejabat eselon I dan II di era Marwan tidak banyak digeser. Salah satunya Direktur Pembangunan Sarana dan Prasarana Desa Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Gunalan. Menurut se­orang pejabat di Kementerian Desa, Guna­lan merupakan orang kepercayaan Ogy, yang sudah dilaporkan ke pihak Inspektorat menggarap sejumlah proyek fiktif.

Gunalan, kata pejabat itu, kerap mengumpulkan pejabat daerah untuk membicarakan pengadaan proyek pembangunan fisik, seperti jalan dan jembatan, di daerah-daerah. Bersama para pejabat daerah, dia membahas kemungkinan alokasi anggaran Kementerian untuk pembangunan fisik di daerah, tidak terkecuali untuk tahun ini. ”Perencanaan anggaran ada di awal dan pertengahan tahun,” ujarnya. ”Saat itulah dia mengumpulkan orang dari daerah.”

Pejabat yang terlibat dalam pembahasan proyek ini mengatakan Gunalan sudah melakukan praktek itu sejak akhir 2014, setelah terpilih menjadi Direktur Pembangunan Sarana dan Prasarana Desa. Terakhir, Gunalan mengumpulkan puluhan pejabat daerah di Jakarta pada Februari-Maret lalu. Dalam setiap pertemuan dengan para pejabat daerah, Gunalan menawarkan pengadaan proyek pembangunan di daerah-daerah itu. Menurut dia, sang direktur jugalah yang memilih perusahaan rekanan untuk menggarap proyek.

Jika daerah tertarik, Gunalan berjanji mengegolkan proyek itu beserta alokasi anggaran yang dibutuhkan. Syaratnya, pejabat daerah menyetorkan sejumlah uang sebagai uang muka yang bakal diberikan ke perusahaan rekanan. Besar setoran bervariasi, tergantung jenis pekerjaan proyek. ”Angkanya bisa mencapai 15 persen dari nilai total proyek,” katanya.

Lewat cara itulah Gunalan diduga mengelabui hampir 122 kabupaten tertinggal yang tertarik pada proyek yang dia tawarkan. Seorang pejabat di wilayah Indonesia timur mengaku pernah diundang Gunalan ke Jakarta untuk membahas perencanaan anggaran Kementerian Desa dan pengadaan proyek pembangunan fisik di daerahnya. Dia mengaku telah menyetorkan hampir Rp 150 juta untuk Gunalan. ”Uang diberikan sebelum proyek berjalan,” ujarnya. Tempo memperoleh salinan percakapan surat elektronik sang pejabat yang meminta agar uang yang telah disetorkan dikembalikan lagi.

Dari sejumlah dokumen dan bukti transfer pengiriman uang yang salinannya diperoleh Tempo, total uang yang diterima Gunalan dari para pejabat daerah tercatat senilai Rp 748 juta. Uang itu dipakai untuk sejumlah kebutuhan pribadi, seperti sumbangan buat salah satu organisasi kemasyarakatan di Jombang sebesar Rp 100 juta dan setoran tunai ke sejumlah nama di beberapa daerah yang nilainya mencapai lebih dari Rp 200 juta. Salah satunya sumbangan Rp 40 juta untuk seseorang bernama Icha di Makassar.

Gunalan juga menggunakan duit itu buat membeli telepon seluler istrinya senilai Rp 14 juta dan memberikan uang tunai Rp 20 juta untuk istrinya. Selain itu, setoran daerah dipakai Gunalan untuk membiayainya menginap di sejumlah hotel. Tercatat ada uang yang digelontorkan buat biaya menginap di Hotel Kaisar, Jakarta, sebesar Rp 40 juta, Hotel Novotel Lampung Rp 1 juta, serta Grand Manhattan, Borobudur, Jakarta, sebanyak tiga kali, masing-masing Rp 55 juta, Rp 79 juta, dan Rp 17 juta.

Inspektur Jenderal Kementerian Desa Sugito tidak menyangkal ketika Tempo memperlihatkan data bukti dugaan permainan Gunalan. ”Kami sedang menelusuri,” katanya.

Ketika ditemui Rabu pekan lalu, Guna­lan menyangkal semuanya. ”Tidak ada itu,” ujarnya. Menurut dia, bukan kewenangannya mengumpulkan pejabat daerah untuk membahas perencanaan anggaran dan pengadaan proyek pembangunan. ”Itu bukan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) saya.” Ogy Sugiono menyatakan justru dialah yang melaporkan penyimpangan Gunalan ke Inspektorat Jenderal. ”Saya tak pernah ada urusan proyek dengan Gunalan,” katanya. ”Saya enggak ngurusin proyek.”

Prihandoko, Anton Aprianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus