Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NETA S. Pane bergegas ke rumah dinas Kepala Lembaga Pendidikan Polri Komisaris Jenderal Syafruddin di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa pekan lalu. Lewat telepon, Ketua Presidium Indonesia Police Watch itu diundang berdiskusi. Selama hampir satu jam keduanya asyik berbincang tentang sejumlah kabar, termasuk penunjukan Syafruddin sebagai Wakil Kepala Polri. ”Saya dimintai masukan soal kepolisian,” kata Neta, Rabu pekan lalu.
Syafruddin, 55 tahun, mengakui ada perbincangan dengan Neta S. Pane. Hanya, dia mengatakan pokok pembicaraan mereka terkait dengan soliditas Polri. ”Saya meminta beliau menjaga pernyataan di media massa,” ujarnya.
Posisi baru untuk mantan ajudan Wakil Presiden Jusuf Kalla itu santer beredar dalam beberapa pekan terakhir. Kabar ini menguat saat muncul wacana penunjukan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Badan Intelijen Negara. Neta menuturkan, kabar ini berembus kencang di Trunojoyo sejak sebelum Lebaran. Apalagi dia mendengar soal telah digelarnya rapat Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi Polri. ”Telegram Kapolri keluar setelah Budi Gunawan resmi ditunjuk sebagai Kepala BIN,” kata Neta.
Syafruddin lulusan Akademi Kepolisian 1985. Selepas menjadi ajudan Jusuf Kalla, dia menempati sejumlah posisi, dari Wakil Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Kepala Polda Kalimantan Selatan, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, hingga terakhir sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Polri.
Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan menolak berkomentar tentang keputusan Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi. ”Saya tak berwenang membicarakannya,” ujarnya. Adapun Syafruddin memastikan belum ada pembicaraan apa pun soal ini. ”Kami mesti menghormati Pak Budi Gunawan,” katanya.
Di Dewan Perwakilan Rakyat, pergantian Wakil Kepala Polri telah ramai dibicarakan. Lagi-lagi pemicunya perpindahan Budi Gunawan ke BIN. Politikus PDI Perjuangan, Trimedya Panjaitan, menyebutkan pernah menanyakan soal ini kepada Budi. Jawabannya, kata Trimedya, Budi memilih menunggu keputusan Presiden. Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Desmond J. Mahesa juga mengetahui kabar bakal ditunjuknya Budi sebagai pemimpin lembaga telik sandi. ”Kalau iya, posisi Wakapolri bakal kosong,” ujar Desmond.
Selain Syafruddin, nama yang disebut-sebut memiliki peluang menjadi orang nomor dua di korps Bhayangkara adalah Inspektur Jenderal Lutfi Lubihanto. Lutfi kerap disebut dekat dengan Presiden Joko Widodo. Saat Jokowi menjadi Wali Kota Solo, Lutfi menjabat Kepala Kepolisian Resor Kota Surakarta. Dia juga berdinas di sejumlah wilayah di Jawa Tengah sejak 2000 hingga 2008. Dia pernah pula bertugas sebagai Kepala Polda Jambi. Sejak Desember tahun lalu, Lutfi menjadi Wakil Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri.
Desmond dan Trimedya lebih mendukung Syafruddin. Menurut Desmond, calon Wakil Kepala Polri sebaiknya dari perwira bintang tiga. Politikus Partai Gerindra ini beralasan, pemilihan perwira senior itu untuk menjaga regenerasi. Kata dia, Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian, yang berasal dari angkatan 1987, mesti didampingi perwira tinggi yang bisa menjadi jembatan semua angkatan. ”Syafruddin diterima semua kalangan,” ujar Desmond.
Sebaliknya, dia mengatakan Lutfi, 55 tahun, memiliki sejumlah kelemahan. Misalnya, perwira tinggi lulusan Akademi Kepolisian 1984 ini tak pernah memimpin kepolisian daerah tipe A dan tidak mempunyai spesialisasi dalam perjalanan kariernya. Satu-satunya kelebihan Lutfi, menurut Desmond, dia dianggap dekat dengan Presiden Joko Widodo. Lutfi memilih irit bicara soal pencalonannya. ”Apa pun keputusan Kapolri dan Presiden, saya bakal patuh,” kata Lutfi.
Wayan Agus Purnomo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo