MATEMATIKA masuk kampung. Ia dibawa oleh tim dosen Fakultas Teknik UNS (Universitas Negeri Sebelas Maret), Solo. Mula-mula minggu kedua bulan lalu berakhir kursus matematika SD untuk orangtua murid, di Kelurahan Makam Haji, kawasan barat daya Solo. Dan bulan ini di situ juga akan dibuka kursus semacam. "Para orangtua murid sendiri yang memintanya," kata Ridwan Asmuni, 46, penjabat pembantu dekan II FT UNS. Itu tanda bahwa kebingungan terhadap matematika belum sama sekali hapus. Orangtua pusing apabila murid meminta bantuan menyelesaikan PR (pekerjaan rumah). "Misalnya, soal berapa x dalam x + 5 = 15," kata Ridwan. Menurut ilmu hitung lama, soal itu bisa diselesaikan dengan cara memindahkan angka 5 ke ruas kanan, dan mengganti tanda plusnya dengan minus. Tapi matematika baru menyelesaikan soal itu menurut hukum pengelompokan, yaitu tiap ruas harus diperlakukan sama. Memang, hasilnya sama. Tapi cara berpikirnya beda. Untuk melatih cara berpikir itulah beberapa dosen FT UNS membuka kursus untuk orangtua murid. Mula-mula, 1980, kegiatan ini dilangsungkan secara pribadi: hanya untuk para tetangga. Baru pada 1982 pihak Fakultas Teknik tertarik mengkoordinasikan kegiatan sosial dosen-dosennya. Malah kemudian Fakultas menyediakan dana. Hingga bulan lalu, sudah tiga kali kursus diadakan, di tiga kelurahan. Rata-rata diikuti oleh 60 orangtua murid. "Wah, lebih menarik daripada kursus atau penataran yang pernah diadakan di kelurahan saya," kata H. Sangidi Sastrodarjono, 65, lurah Makam Haji. Menurut Sangidi, peserta kursus 10 hari itu 75% para ibu, berusia 30-an tahun. Yang lain para bapak. Tentu mereka punya persamaan, yakni punya anak yang sedang duduk di SD. Kursus ini gratis. Bahkan setelah ada dana dari Fakultas, diktat pun dibagikan gratis pula. Yang menarik, pada awal dan akhir kursus kepada peserta diberikan tes. Dari hasil tes, dosen mendapat gambaran bagaimana kira-kira kursus sebaiknya diberikan. Tes akhir kursus diadakan untuk mengetahui hasilnya. "Ternyata, 75% peserta sudah mampu memahami matematika modern, dan bisa membimbing putra-putrinya," kata Soetomo, 44, pembantu dekan III FT UNS. Soetomo benar. Nyonya Sri Wiyanti, ibu tiga anak, misalnya, setelah mengikuti kursus di sekolah anaknya, kini ia merasa mudah memberikan bimbingan matematika. "Sekarang Ibu mengajarkan matematika lebih jelas," kata Sukmawan, 11, kelas V SD, anak sulung Nyonya Sri. Yang dilakukan FT UNS ini agaknya satu-satunya di Indonesia. Biasanya, kursus seperti ini diselenggarakan secara individual untuk tetangga dekat. Misalnya, Wirasto, dosen matematika di UGM yang menulis empat jilid buku matematika SD untuk guru dan orangtua murid, pada 1976 pernah membuka kursus matematika gratis. Juga beberapa mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU, Medan, menyumbangkan waktu dan pikirannya untuk para tetangga mereka. Dan di Jakarta, kursus biasanya diadakan oleh guru SD untuk orangtua murid sekolahnya. Tapi bagaimana sebenarnya pelajaran matematika berlangsung di dalam kelas, hingga murid-murid itu masih perlu bertanya kepada ibu-bapak? "Di sekolah muridnya banyak, sebelum bertanya kepada Bu Guru, jam pelajaran sudah habis," tutur Sukmawan. "Di rumah, Ibu bisa menjelaskan lebih lama." Siapa tahu dengan cara Solo itu bisa diatasi soal kekurangan waktu di sekolah Indonesia, yang penuh sesak dengan murid dan mata pelajaran ini. Rumah akan jadi tempat belajar yang lain - bila bapak-ibu tidak sibuk dan tidak enggan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini