FAUZI NUGROHO baru saja menyerahkan formulir pendaftaran ke loket Program Studi Pendidikan Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman, Kamis pekan lalu. Jauh-jauh datang dari Ibu Kota, lulusan Sekolah Menengah Umum Negeri 103 Jakarta itu sengaja memilih kampus di Purwokerto itu. Alasannya? "Biayanya murah dan kotanya lebih tenang dari Jakarta," kata Fauzi.
Fauzi adalah salah satu dari sekitar 1.225 calon mahasiwa kedokteran Universitas Jenderal Soedirman tahun ajaran 2001/2001. Memiliki 6 fakultas dan 28 program studi, kampus itu kini memiliki hampir 18 ribu mahasiswa. Program studi pendidikan kedokteran itu?baru mulai dibuka tahun ini?langsung menggeser popularitas fakultas lain, karena jumlah keseluruhan pendaftar untuk semua jurusan di kampus tersebut cuma 1.993 orang.
Padahal program studi baru itu belum mengantongi izin dari Departemen Pendidikan Nasional, suatu prosedur yang mesti dijalani semua pengelola jurusan kedokteran di Indonesia. Untuk membuka program itu, juga program studi ilmu kesehatan masyarakat, pihak Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) merasa cukup bersandar pada selembar surat keputusan rektor yang ditandatangani Prof. Drs. Rubijanto Misman.
Bagi Rubijanto, soal izin memang bukan masalah. "Kita yakin soal izin itu hanya tinggal menunggu waktu," kata Rektor Unsoed itu. Keyakinan itu didasarkan pada rekomendasi yang diperoleh Unsoed dari Komisi Disiplin Ilmu, badan resmi di bawah Dirjen Dikti (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi). Kata Rubijanto, rekomendasi komisi yang menyatakan "Universitas Jenderal Soedirman layak membuka program studi kedokteran" itu syarat terpenting untuk memperoleh izin dari Dirjen Dikti.
Jalan panjang untuk membuka program studi pendidikan kedokteran dan ilmu kesehatan masyarakat telah ditempuh Unsoed. Mereka mempersiapkannya sejak dua tahun lalu. Untuk itu, mereka menjalin kerja sama dengan Universitas Diponegoro, kampus negeri di Semarang yang memiliki fakultas kedokteran yang mengantongi izin, sebagai pembimbing.
Mereka juga telah berusaha memenuhi persyaratan yang ditetapkan pemerintah, antara lain memiliki delapan tenaga akademis untuk disiplin ilmu kedokteran, dan rumah sakit tipe B, yaitu Rumah Sakit Dr. Margono, Purwokerto. Juga kampus itu telah memiliki laboratorium-laboratorium dasar untuk ilmu kimia, fisika, dan biologi?fasilitas yang harus dimiliki jurusan kedokteran. Selain itu, kata Rubijanto, sejumlah dokter di Rumah Sakit Dr. Margono setuju bergabung dengan Unsoed.
Rubijanto boleh saja optimistis. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa sejumlah kampus di Indonesia pernah mengalami proses perizinan yang tersendat-sendat. Universitas Malahayati di Lampung, misalnya. Kampus yang membuka fakultas kedokteran sejak 1994 itu, menurut Satryo Soemantri Brojonegoro, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, tidak memperoleh izin karena dinilai tak memenuhi syarat.
Persyaratan untuk membuka fakultas kedokteran memang ketat. Menurut Satryo, syarat-syarat itu antara lain kampus itu mesti memiliki dosen tetap minimum 20 orang, mempunyai sedikitnya 10 laboratorium, dan mengajar paling tidak 30 mahasiswa. Selain itu, studi kelayakan tentang kebutuhan dokter di daerah sekitar kampus mesti dilakukan.
Bagaimana dengan Unsoed? "Belum ada permintaan izin," kata Satryo. Meskipun ia mengakui dua bulan lalu ada pembicaraan formal dari Unsoed untuk menjajaki pendirian fakultas kedokteran, itu bukan permintaan resmi. "Kalau sekarang Unsoed nekat membuka, silakan saja. Jika kelak ada masalah, jangan minta pertanggungjawaban Dikti," tuturnya.
Dirjen Dikti memang tak mau gegabah dalam memberikan izin ke kampus yang ingin membuka fakultas kedokteran. Karenanya, hingga kini jumlah perguruan tinggi negeri dan swasta yang membuka fakultas kedokteran, menurut data Departemen Pendidikan, hanya sekitar 10 kampus. "Kami khawatir bila ketentuan ini tidak dipenuhi bisa berakibat fatal," kata Satryo. Maksudnya, bila izin mudah diloloskan, kampus dikhawatirkan akan memproduksi dokter yang tidak ahli, yang bisa membahayakan keselamatan masyarakat.
Sayang, Satryo tak menyinggung nasib mahasiswa kedokteran Unsoed jika izin tak juga turun.
K.M.N., Syaiful Amin (Purwokerto), Hadriani P., Hadilasari (Lampung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini