Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Membedah guru penataran

Menulis tentang penataran kepribadian para guru dalam meningkatkan prestasi para siswa. penelitian dilakukan di sleman. (pdk)

19 Mei 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNTUK meningkatkan mutu pendidikan, penataran guru ternyata tetap perlu. Tapi, jika selama ini, untuk guru SD misalnya, pemerintah hanya menggiatkan penataran yang menyangkut kurikulum dan bidang studi, maka kelak sudah terbayang perlunya tambahan penataran baru: pengembangan pribadi guru. Ini antara lain kesimpulan yang terpantul dari disertasi Nyonya Soetarlinah Sukadji, 48, yang Sabtu pekan lalu meraih gelar doktor psikologi di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Dalam disertasi setebal 198 halaman, istri bekas rektor UGM itu berhasil meyakinkan tim penguji bahwa, lewat penataran kepribadian yang dilakukannya terhadap 42 guru di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, terbukti bahwa prestasi rata-rata siswa meningkat setelah guru mereka ditatar. "Peningkatan itu terutama menonjol pada pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dan PMP (Pendidikan Moral Pancasila)," kata ibu empat anak itu. Dalam disertasinya Soetarlinah menguraikan bahwa dia melaksanakan penelitian yang menelan biaya Rp 3,5 juta itu dengan metode eksperimental. Ini metode yang menurut promotornya, Prof. Dr. Sumadi Suryabrata "Jarang dilakukan di Indonesia". Dan Soetarlinah sendiri yang bertekad menerapkan penelitian langsung atas responden itu, setelah desain disertasinya disetujui 17 Juni 1981. Setelah mendahuluinya dengan pelbagai penataran percobaan, Soetarlinah memulai penelitiannya awal 1982. Mula-mula, dikumpulkannya 42 guru yang dipilih secara acak dari 218 SD yang ada di Sleman. Mereka ini umumnya guru kelas V dan mengajar IPA, PMP, Matematika, Bahasa Indonesia, dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Sebelum para guru diundang ke penataran yang biayanya ia ongkosi sendiri, hasil evaluasi murid mereka dikumpulkan dulu. Baru setelah data itu ada di tangannya, mereka mulai ditatar. Dibagi dalam dua kelompok kemudian mereka ditatar selama enam hari dari pukul 07.00 sampai 21.00, di sebuah asrama. Setiap hari mereka diarahkan dalam pelbagai diskusi dengan fokus: membedah kepribadian setiap guru dalam menghadapi sisa mereka. Misalnya, setiap peserta diminta memperlihatkan cara dan sikap mereka dalam mengajar di dalam kelas. Apa yang diperlihatkan peserta ini dievaluasi bersama-sama oleh para peserta penataran. Lewat diskusi yang diupayakan terbuka dan spontan itulah, Soetarlinah, sambil mengarahkan para petatar, mencatat hasil diskusi. Proses itu dilakukan setiap hari, sampai para peserta betul-betul mengetahui kelemahan dan kelebihan mereka. Lalu diberitahukan cara memanfaatkan kelebihan dan kekurangan itu dalam proses memberi pelajaran kepada anak didik masing-masing. Seusai penataran, para guru dikembalikan ke sekolah masing-masing. Mereka diminta tetap mengajar pada pelajaran yang dulu, dan melaporkan hasil evaluasi mereka terhadap anak didik setelah penataran. Memang, menurut Soetarlinah, tak semua guru kembali mengajar pada posisi dulu. Hanya sekitar 15 guru yang tetap dalam statusnya semula. Data penilaian kelima belas guru inilah yang dimanfaatkannya. Dan dari data itu pula dia kemudian sampai pada kesimpulan: ada kenaikan prestasi siswa pada dua pelajaran yang tadi disebutkannya. Pelajaran lain, diakuinya, belum. Apa sebabnya, tak dibeberkannya secara gamlang. Namun, untuk kenaikan prestasi dua mata pelajaran tadi, IPA dan PMP, dia mengatakan, "Itu karena kedua mata pelajaran tersebut, sifat penyajiannya lebih mudah dicerna daripada ketiga pelajaran lain." Atau dengan kata lain, khusus untuk kedua pelajaran itu, ia berani memastikan, "Yang ditatar itu gurunya, tapi sasaran akhir tetap murid-murid mereka." Dan khusus untuk kedua pelajaran itu pula dia bisa sampai pada kesimpulan bahwa dengan penataran pengembangan pribadi, para guru akan bisa menjalin dan membina hubungan yang lebih aktif, efektif, dan afektif dengan para siswanya. "Hubungan seperti itu dapat menggugah minat, sikap, tata nilai, apresiasi, dan penyesuaian diri murid terhadap pelajarannya. Jika murid sudah bisa diiring pada situasi yang positif seperti itu, dia akan lebih gigih dalam belajar," kata Soetarlinah. Bagaimana pengalaman para guru sendiri? Tampaknya hampir semua, terutama guru yang pernah ditatarnya, membenarkan dia. Hananto, 25, sarjana muda IKIP Muhammadiyah Yogyakarta yang pernah ikut penataran doktor psikologi baru itu, terus terang memuji penataran tadi. Dia mengatakan, penataran itu amat berpengaruh pada tugasnya sebagai guru. "Jika dulu saya tak ambil peduli terhadap seorang murid yang bodoh, kini setelah penataran saya sadar, tugas guru itu tak hanya memberi pelajaran," katanya. Dia malah berterus terang, penataran yang dia terima dari Soetarlinah, yang 17 Mei ini akan mendampingi suaminya dilantik menjadi dirjen pendidikan tinggi itu, "Jauh lebih baik daripada penataran yang selama ini dilakukan pemerintah." Akan baik sekali hasilnya kalau penataran-penataran pemerintah juga memakai pola yang diterapkan Nyonya Soetarlinah itu. "Peserta menjadi aktif, berpikir," katanya. Pemerintah memang sudah menggencarkan penataran buat para guru SD sejak awal Pelita II. Tapi memang belum pernah ada penataran seperti yang dilakukan Soetarlinah. Sampai Mei ini, hampir seluruh guru SD di Indonesia, yang jumlahnya sekitar 847.000 orang, sudah ditatar dalam penataran kurikulum dan bidang studi. Dana yang sudah dihabiskan untuk penataran itu sekitar Rp 37 milyar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus