PANTI pijat haram di Kota Bandung. Maka, tim gabungan penertiban Pemda sana, dan didukung Polwiltabes Bandung, awal Januari lalu menutup 50 panti pijat. "Mereka melanggar semua ketentuan," kata Ateng Wahyudi, Wali Kota Bandung, kepada Ahmad Taufik dari TEMPO. Praktek di tempat pijat dinilai mengobral kemesuman. Misalnya, sebuah panti pijat di Jalan Otista, yang lampunya remang-remang, bersuasana syahdu. Begitu tamu masuk ke sana, lalu resepsionis menyodorkan album foto sejumlah wanita manis. Tarif dasar jasa pemijatan sejam Rp 7.500. Tak beda dengan panti pijat di Jalan Dalem Kaum. Wanitawanita dipajang kayak dagang sapi. "Pilih yang disukai, Mas. Pijat sejam nggak apa-apa," kata pramupijat, mengaku bernama Siska. Kemudian sang tamu dibawa ke ruang khusus untuk urusan bisnis seks. Ateng yakin, langkah yang ditempuhnya itu tidak mematikan usaha pariwisata. "Saya pikir, seks tidak termasuk daya tarik pariwisata Kota Bandung," katanya. Ia membantah bahwa gebrakannya berkaitan dengan ASEAN Tourism Forum 91 di Bandung pekan ini. Alasan lain menutup panti pijat, menurut H.S.A. Jusac, Kepala Humas Pemda Jawa Barat, karena menyimpang dari SK Gubernur. Misalnya jarak usaha panti 300 meter dari lokasi pendidikan atau peribadatan, ternyata ada yang hanya 50 meter dari lokasi sekolah, masjid, dan gereja. Lokasi panti pijat di Bandung sudah diatur. Antara lain ada 12 jalur jalan khusus, seperti di Jalan Sudirman, Otista, Dalem Kaum, Kebon Jati, yang bebas dari panti pijat. Pada 1987 mereka menyerbu lokasi terlarang itu. Kini, karena izin usahanya sudah habis sejak November 1990, dan pengusahanya tidak memperpanjangnya lagi, maka disikat. "Kami menindak karena tak ada izinnya," kata Kapolwiltabes Bandung Kolonel Drs. K. Ratta, kepada TEMPO. Akibatnya, 1.200 karyawan menganggur. Sedikit yang disalurkan oleh bosnya masing-masing ke usaha grup mereka, misalnya ke diskotek, pub, atau coffe house. Merasa kena getahnya, pengusaha dan karyawati panti pijat tradisional bereaksi atas gebrakan di Bandung itu. "Itu tak adil," kata Syamsul, B.E., Ketua Ikaputra (Ikatan Pijat Urut Tradisional) Bandung. Ia ini pemilik panti pijat Berkah. Lalu beberapa pengusaha dan karyawan yang bergabung dalam Ikaputra, 10 Januari lalu, mengadukan nasibnya ke DPRD Jawa Barat. "Kami di panti pijat tradisional itu bertugas merawat pasien, untuk kesehatan," kata Nyonya Evi, karyawati panti pijat. "Panti pijat elus hanya menghibur pasien, dan tidak memiliki pengetahuan memijat." Drs. Gumilar, Wakil Ketua Komisi E di DPRD, berjanji meneruskan masalah ini ke Pemda Ja-Bar. Namun, menurut kolonel ini, beberapa panti pijat disusupi pelacuran. Lain lagi panti pijat dan warung remang-remang di Sawangan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Karena protes para pemuda yang dilayangkan sebulan lalu tak ditanggapi, akhirnya dilakukan eksekusi. Seperti Minggu malam awal Januari lalu, warung Surya Kuring yang sedang riuh muda-mudi berdansa itu dihujani batu. Usai dari sini, mereka menyerbu warung Sanggar Citra, panti pijat Melati, Batimung, dan Dibya. Selain merusak sebuah mobil dan sepeda motor, mereka membakar sebuah sepeda motor dan sebuah panti pijat. Polisi hanya menjaga agar tindakan itu tak merembet ke tempat lain. Di Jakarta, pekan ini tim gabungan dari Pemda DKI, Polda Metro, dan Kodam Jaya serentak akan menertibkan usaha panti pijat elus di lima wilayah Ibu Kota. "Operasinya akan berjalan terus-menerus," kata Kepala Biro Ketertiban Pemda DKI, Aep Sumardiana, kepada Jawa Pos. Gebrakan tersebut diwujudkan karena ada indikasi 90% panti pijat disusupi pelacuran. Dari 4.500 pemijat yang ada, hanya 200 orang yang bersertifikat. Widi Yarmanto dan Rustam F. Mandayun
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini