YANG boleh bangga dengan seragam dan latihan militer bukan hanya para camat dan mahasiswa. Pegawai swasta pun punya peluang sama. Contohnya, 94 orang karyawan berbagai perusahaan swasta dan BUMN, akhir bulan lalu, telah mengikuti pendidikan militer itu. Upacara penutupan dipimpin oleh Pangdam Siliwangi sendiri, Mayjen. R. Nuriana, di Cikole, Bandung. Para karyawan yang rata-rata berpendidikan SLTP dan SLTA itu -- kebanyakan satpam -- kini punya status rangkap, yakni pegawai swasta dan tentara dengan pangkat prajurit dua karena mereka telah lulus dari pendidikan prajurit Bala Cadangan TNI Angkatan Darat selama 10 minggu. Selanjutnya, dalam kurun waktu lima tahun, mereka masih akan dididik lagi. Bala cadangan merupakan produk baru ABRI. Pendidikannya pun masih berupa proyek percobaan Departemen Hankam dan baru dicoba di Kodam I Bukit Barisan dan Kodam III Siliwangi. Dalam sistem pertahanan keamanan rakyat semesta, pembentukan bala cadangan itu memang diperlukan. Dalam keadaan negara membutuhkannya, bala cadangan itu harus siap membela negara. Bala cadangan berbeda dengan wamil (wajib militer) atau menwa (resimen mahasiswa), yang hanya termasuk komponen pendukung, sebagai pengerahan kekuatan rakyat terlatih. Bala cadangan, dalam struktur ABRI, digolongkan sebagai komponen utama. Seperti ABRI karier, bala cadangan pun mendapat fasilitas sama dengan standar tamtama, misalnya pangkat. Bedanya, mereka tak mendapat gaji dari Hankam seperti prajurit lainnya. Yang mereka terima hanya insentif Rp 15.000 sebulan dan gaji dari perusahaan. Sebagai bala cadangan, mereka dianggap lebih siap dilibatkan dalam bela negara. "Dalam keadaan darurat, bala cadangan itu otomatis akan mengatasi ancaman," kata Nuriana. Jika terjadi keadaan darurat, tak perlu lagi diadakan mobilisasi umum. Pada saat itu bala cadangan akan dikerahkan sebagai militer dan membantu tugas pengamanan. Untuk uji coba, mereka yang telah lulus bala cadangan akan disertakan dalam pengamanan Pemilu 1992, bergabung dengan Yon 301 Sumedang. Bala cadangan itu dibentuk terutama untuk menghadapi keadaan darurat. Namun, tidaklah berarti Indonesia kini sedang menghadapi ancaman. "Justru pembentukan bala cadangan ini sebenarnya sudah terlambat," kata Kolonel Soekisno, Perwira Pembantu I Perencanaan, Staf Operasional TNI-AD. Apalagi saat ini Indonesia masih kekurangan prajurit. Angkatan Darat hanya memiliki 208.000 prajurit. "Karena itu, kalau ada emergency, bingung," kata Soekisno. Contohnya di Irian Jaya, yang ternyata tak cukup dengan tiga batalyon, sehingga secara bergilir masih harus disuplai dengan dua batalyon. Begitu pula di Aceh. Jika dibandingkan negara lain, Indonesia termasuk terlambat membentuk bala cadangan. Australia punya sekitar 26.000 prajurit cadangan, masuk dalam sebuah divisi, hampir sama dengan tentara inti yang jumlahnya 31.000. Amerika Serikat punya bala cadangan yang dikenal dengan National Guard. Waktu operasi "Desert Storm" dalam Perang Teluk, justru pasukan itulah yang dikerahkan terlebih dahulu. "Jadi, pembentukan bala cadangan ini tak ada pretensi apa-apa. Kalau tak dibentuk, kita akan tertinggal," kata Kolonel Cholid Ghozali, Perwira Pembantu III, Staf Pembinaan Organisasi TNI-AD. Selain untuk menambah kekuatan ABRI, pembentukan bala cadangan juga dimaksudkan untuk menghemat biaya. Kalkulasinya, "memiliterkan" swasta tentunya jauh lebih murah daripada menggaji prajurit karier. G. Sugrahetty Dyan K., Wahyu Muryadi, Riza Sofyat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini