Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Memonitor tanda-tanda zaman

Beberapa pejabat pemda mengikuti jalannya KLB PDI di surabaya. monitoring itu dilakukan untuk mengamankan pengarahan dari pusat soal calon ketua umum. bagi pemerintah, Megawati tak jadi masalah.

11 Desember 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK biasanya Gedung KONI Jawa Timur, di kawasan elite Kertajaya Indah, Surabaya, kelihatan begitu serius selama ada kongres PDI. Sabtu pekan lalu, misalnya, pelataran parkirnya penuh mobil. Ada yang berpelat nomor Semarang, Yogya, dan daerah lain, di samping mobil-mobil pejabat penting di Surabaya. Sejumlah petugas keamanan berpakaian preman berjaga- jaga di sekeliling gedung dengan radio genggam di tangan. Namun, suasana ruang sidang utama di bangunan itu terasa sepi, kendati puluhan orang duduk melingkar dalam formasi meeting. Dalam ruangan itu terdengar suara orang berpidato berapi-api. ''Ini sudah menjadi tanda-tanda zaman bahwa seorang pemimpin wanita akan lahir. Jika Megawati akan menjadi pemimpin, apa salahnya?'' begitu suara sang orator terdengar menggelegar. Para peserta rapat di gedung KONI itu pun menyimaknya. Anehnya, di situ tak ada seorang pun yang berpidato di mimbar. Suara yang meledak-ledak itu berasal dari sebuah pengeras suara. Rupanya, suara di ruangan itu adalah ''siaran langsung'' dari Aula Asrama Haji Sukolilo, yang kalau ditarik garis lurus jaraknya tak sampai 200 meter. Suara itu dikirim ke Gedung KONI dengan gelombang radio. Rupanya, sejumlah pejabat yang datang dari pelbagai daerah itu sedang mengikuti suasana kongres PDI. ''Jangan berprasangka macam-macam. Kami cuma memonitor keadaan,'' ujar salah seorang peserta rapat itu. Dan tindakan itu dianggapnya hal yang lumrah karena sidang-sidang itu terbuka. ''Daripada kami ramai-ramai ke sana, kami ikuti saja dari sini, nggak usah panas-panas. Lagi pula kalau kami dekat-dekat ke sana, dikira mau intervensi, rekayasa,'' tambahnya. Para tamu pos pemantauan itu menginap di beberapa hotel berbintang di Surabaya. Hanya sesekali saja mereka bertemu dan saling tukar informasi. Untuk mempengaruhi kongres? ''Tidak. Kami di sini justru ingin agar kongres itu tak usah melibatkan orang luar. Agar mereka menahan diri, dan tujuan persatuan dan kesatuan yang mereka inginkan bisa tercapai,'' kata sumber TEMPO itu. Di seberang Gedung KONI itu ada pula bangunan megah Yayasan Bhakti Persatuan, yang dimiliki pengusaha Surabaya. Bangunan ini dipinjam untuk pos taktis keamanan. Di situlah secara periodik Panglima Kodam Mayjen Harris Sudarno sering bersua dengan Kepala Polda Mayjen Pol. Emon Rivai Arganata. Kedua jenderal ini sering melakukan rapat koordinasi bersama para stafnya. Pos taktis ini memang dibangun untuk mengamankan kongres PDI. Sabtu lalu, ketika situasi kongres tegang, lima truk Brimob dikonsinyir di sekitar tempat itu. Tapi cuma satu peleton yang dikerahkan ke lokasi kongres. Brimob yang dikerahkan cukup toleran menghadapi aksi unjuk rasa pendukung Megawati yang mangkal di luar pagar. ''Yang pasti, kami tak ikut campur dengan apa yang berlangsung di asrama haji,'' tambah seorang perwira di pos taktis. Yang sering terlihat terjun ke arena kongres bukan cuma petugas keamanan. Beberapa tokoh yang ada di pos monitoring itu sering pula berkunjung ke asrama haji. Mereka leluasa keluar- masuk arena kongres dengan kartu identitas warna hijau yang dikeluarkan panitia. Pada kartu itu tertulis identitas ''keamanan''. Teuku Thaib Ali secara terang-terangan mengaku dihubungi oleh pejabat dari Direktorat Sospol Provinsi Aceh yang mengenakan kartu hijau semacam itu. ''Kami cuma ngobrol. Sebagai pembina politik, beliau berhak tahu,'' ujar Thaib, salah satu tokoh Kelompok 17. Beberapa utusan daerah seperti Maluku, Jawa Tengah, dan Bali, mengaku pula ''disupervisi'' oleh pembina dari daerahnya. ''Ya, cuma ngobrol-ngobrol,'' kata mereka. Mereka diminta tetap konsisten menahan arus agar pemilihan ketua umum tak dengan pemungutan suara? ''Ya, cuma imbauan. Tidak ada pemaksaan,'' tutur perutusan PDI yang lain. Pola supervisi ini memang lazim dilakukan. Ketika Latief Pudjosakti, Ketua PDI Jawa Timur, menyelenggarakan pertemuan 27 DPD di Juanda Airport Hotel, tim supervisi itu juga membangun posko. Tempatnya tersembunyi di sebuah ruang di bangunan Kantor Wilayah Departemen Koperasi Jawa Timur, yang bersebelahan dengan hotel itu. Sebagai tuan rumah, ketika itu Latief sibuk keluar-masuk posko untuk berkonsultasi. Hasilnya, Latief mudah memobilisir dukungan dari koleganya untuk menyepakati pembentukan lembaga caretaker. Mula-mula dibentuk formatur. Mulus. Lantas dengan mengambil tempat di rumah Wali Kota Surabaya Purnomo Kasidi, formatur itu menyusun personalianya. Latief Pudjosakti terpilih menjadi ketua umum. Budi Hardjono salah satu ketua, dan Ismunandar sekjen. Caretaker itu segera mendapat pengakuan dari Menteri Dalam Negeri. Lantas, apa target tim monitoring yang terdiri dari sejumlah pejabat pemerintah daerah yang bertanggung jawab dalam pembinaan sosial politik dari berbagai daerah itu? Pada awalnya, terkesan sekadar mengamankan pengarahan dari pusat soal jago yang dilepas di kongres. Semula, mereka terkesan kurang srek dengan calon Megawati. Tapi, Sabtu siang, setelah ada pernyataan dari Menteri Yogie S. Memet seusai menghadap Presiden Soeharto di Istana Merdeka, bahwa Pemerintah tak keberatan Megawati dicalonkan menjadi Ketua Umum PDI, keadaan tak lagi tegang. Bahkan, petang harinya, suasana di pos pemantauan itu tampak sepi. Selesai?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus