Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bangunan di Lahan Pemberian Presiden Dipertanyakan

Program Reforma Agraria di Caringin, Kabupaten Bogor, dinilai telah disalahgunakan. Setahun terakhir, semakin banyak bangunan yang berdiri di lahan garapan.

1 Juli 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Lahan pertanian dan hutan lindung milik KLHK di wilayah Desa Pancawati, Caringin, Kabupaten Bogor, 30 Juni 2022. TEMPO/M.A MURTADHO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BOGOR Lahan seluas 1.200 meter persegi di Kampung Cipare, Pancawati, Caringin, Kabupaten Bogor, itu ditanami berbagai palawija. Lahan itu dikelola oleh Ujang, 52 tahun. Ia mendapat hak garap atas lahan tersebut pada 2016 melalui Program Reforma Agraria Nasional yang digagas Presiden Joko Widodo. “Selain warga di sini, di desa tetangga banyak yang mendapat hak garap," kata Ujang yang ditemui di ladangnya, kemarin.

Ujang tidak tahu persis luas total lahan yang dikelola warga desanya. “Mungkin ada sekitar 50 hektare,” ujarnya. Sebagai petani, tentu saja mereka bahagia atas hak pengelolaan lahan yang diberikan pemerintah itu. Namun, sejak setahun terakhir, kebahagiaan itu berubah menjadi rasa waswas. “Ada yang mengklaim lahan ini milik mereka dan kami diusir,” kata Ujang. “Mereka bilang, lahan akan diambil lagi oleh pemerintah.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Warga desa yang buta hukum, kata Ujang, tentu bingung menghadapi situasi tersebut. Apalagi belakangan ini semakin banyak bangunan baru yang berdiri di lahan garapan di Desa Pancawati. “Ada vila, penginapan, dan kafe,” katanya. Di tengah situasi yang tidak menentu itu, Ujang menambahkan, muncul orang-orang yang mengintimidasi warga. “Kami diberi pilihan, menyerahkan lahan dengan kompensasi Rp 5.000 per meter atau diambil paksa tanpa ganti rugi.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seorang warga Desa Pancawati yang tidak bersedia disebutkan namanya membenarkan cerita yang disampaikan Ujang. Ia mengajak Tempo berkeliling untuk menunjukkan lahan-lahan garapan yang telah berubah fungsi menjadi vila, resor, dan kafe.

Beberapa lahan pertanian yang berubah fungsi di wilayah Desa Pancawati, Caringin, Kabupaten Bogor, 30 Juni 2022. TEMPO/M.A MURTADHO

Dalam menjalankan Program Reforma Agraria, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada 2016 menyerahkan sertifikat kepemilikan lahan kepada 2.775 penduduk yang berada di empat desa di Kabupaten Bogor. Empat desa itu adalah Pancawati dan Cimande di Kecamatan Caringin serta Desa Bojong Murni dan Desa Cibedug di Kecamatan Ciawi.

Ketua Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) Bogor Raya, Puguh Kuswanto, kuasa hukum warga Desa Pancawati, mengatakan para petani penerima lahan seharusnya telah mendapat sertifikat hak milik tanah garapan pada 30 Mei 2016. “Namun, faktanya, sampai sekarang dokumen itu tidak pernah diterima petani,” katanya. “Kuat dugaan, sertifikat sengaja ditahan oleh aparat desa dan tidak diserahkan kepada warga.”

Belakangan, kata Puguh, orang-orang yang memegang sertifikat diduga berupaya mengambil keuntungan dengan menjual lahan. Modus yang digunakan adalah memaksa atau memperdaya petani—pemilik sertifikat—untuk menjual lahan dengan harga murah. “Komplotan ini kemudian menjual lagi lahan itu kepada orang luar dengan harga tinggi,” katanya. “Di lahan-lahan yang sudah dijual inilah sekarang berdiri bangunan vila, kafe, dan penginapan.”

Puguh memastikan semua bangunan itu berdiri secara ilegal. “Bagaimana mengantongi izin kalau alas hak tanahnya saja belum tidak sesuai dengan peruntukan?” katanya. “Lahannya itu merupakan redistribusi tanah eks HGU PT Rejo Sari Bumi."

Beberapa lahan pertanian yang berubah fungsi di wilayah Desa Pancawati, Caringin, Kabupaten Bogor, 30 Juni 2022. TEMPO/M.A MURTADHO

Kepala Desa Pancawati, Iqbal Jayadi, membantah telah menahan sertifikat tanah milik warga penerima redistribusi. “Ini merugikan saya dan nama baik saya tercemar. Saya akan tempuh jalur hukum," kata dia.

Menurut Iqbal, setelah Kementerian ATR/BPN menyerahkan sertifikat ke kantor desa, dokumen-dokumen itu langsung dikirimkan kepada warga yang berhak. Belakangan, kata dia, justru warga yang menyerahkan lahan agar bisa mendapat uang.

Pernyataan Iqbal ini sebelumnya telah disanggah oleh Ujang. Menurut Ujang, sepanjang 2015-2016, warga beberapa kali dipertemukan dengan petugas BPN. “Katanya untuk dibuatkan surat-surat tanah,” kata Ujang. “Tapi sampai sekarang surat-surat itu belum pernah saya lihat.”

Petugas UPT Pengawasan Bangunan II Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Bogor, Dedih Kosasih, mengatakan saat ini memang banyak bangunan di Desa Pancawati, Caringin, yang belum berizin. "Ada beberapa kafe, hotel, dan resor yang kategori baru,” kata dia. “Kami sudah menegur pemilik bangunan. Tapi kalau alas hak tanahnya kami belum paham."

Kepala Kantor BPN Kabupaten Bogor, Yan Septedyas, mengaku belum menerima laporan ihwal permasalahan lahan dalam Program Reforma Agraria Nasional di Desa Pancawati. Ia berjanji segera mempelajari masalah itu untuk menentukan langkah-langkah yang harus diambil.

M.A. MURTADHO

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus