Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan telah memberikan evaluasi kepada Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta. Tjahjo meminta TGUPP bentukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak dianggarkan pada Biro Administrasi Sekretariat Daerah DKI Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Selanjutnya diberi solusi untuk menggunakan biaya penunjang operasional (BOP) gubernur,” kata Tjahjo dalam pesan tertulis di Jakarta pada Sabtu, 23 Desember 2017. Menurut dia, solusi tersebut sejalan dengan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah dievaluasi kementeriannya, Tjahjo berpendapat, tim gubernur ini lebih berfungsi sebagai lembaga ad hoc yang dilekatkan pada Biro Administrasi Sekretariat Daerah DKI Jakarta. Tujuannya, melaksanakan tugas khusus dari Gubernur DKI Jakarta yang sebenarnya tidak melaksanakan fungsi biro administrasi. “Dalam hal ini tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ucapnya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumnya menganggarkan honorarium untuk 73 anggota TGUPP sebesar Rp 28 miliar. Nilainya melonjak dari rencana anggaran sebelumnya sebesar Rp 2 miliar. Kenaikan itu terungkap dalam rapat pembahasan Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah 2018.
Anies beralasan, setiap orang yang bekerja untuk membantu gubernur menyusun kebijakan harus dibiayai pemerintah daerah. "Justru, kalau dibiayai swasta, potensi adanya konflik kepentingan menjadi tinggi. Karena itu, sekarang kami buat transparan," ujar Anies pada 21 November 2017.
Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Syarifuddin menyoroti jumlah anggota tim yang terlalu banyak. Ia berpendapat, jika jumlah itu tetap ingin dipertahankan, sebaiknya penganggaran TGUPP diajukan masing-masing satuan kerja perangkat daerah terkait. Soal honor, ia menyarankan agar mereka menggunakan belanja penunjang operasional kepala daerah agar tidak membebani APBD secara khusus.
FRISKI RIANA