Gereget pemilu sudah terasa. Beragam persiapan digelar 48 partai politik yang akan berlaga, dari pengga-langan dana, massa pendukung, sampai promosi partai. Kegairahan masyarakat menyambut pemilu juga tak kalah. Pemerintah Daerah Aceh, misalnya, sedang menyiapkan 750 ribu blangko kartu tanda penduduk (KTP)?sebagai syarat pendaftaran pemilih. Survei Asia Foundation di 26 provinsi juga menunjukkan kegairahan serupa. Mayoritas responden ?96 persen?menyatakan akan menggunakan hak pilih, 7 Juni nanti.
Sambutan rakyat bak menggelar pesta beneran. Maklum, inilah kali pertama Indonesia menggelar pemilu multipartai setelah tahun 1955. Harapan tumbuhnya iklim demokrasi, sebagai jalan pemulihan krisis ekonomi, pun ditumpahkan pada pemilu. Nah, untuk bisa jadi obat mujarab, pastilah pemilu harus disiapkan dengan matang, terutama karena banyak aturan main yang berbeda dibandingkan dengan pemilu terdahulu. Misalnya, pemilih secara aktif mendatangi tempat pendaftaran pemilih. Atau, sebelum mencoblos, jari telunjuk pemilih dicelup tinta antiluntur?selama tiga hari?untuk mencegah pencoblosan ganda.
Namun kegairahan itu masih saja mengundang ancaman serius. Mungkin akibat trauma pemilu lalu-lalu, yang serba direkasaya sehingga menguntungkan partai penguasa, ada 38 responden dari survei Asia Foundation itu yang masih meragukan kualitas pemilu kelak. Sebagian besar mereka bahkan begitu realistis bersikap. Mereka yakin bahwa forum nusuk partai itu tak bakal bisa mengubah keadaan. Padahal, peluang menjadikan pemilu sebagai ajang kompetisi yang jujur dan adil masih terbuka lebar. Dengan catatan: 130 juta pemilih betul-betul sadar hak dan kewajibannya.
Poin inilah yang jadi tujuan berbagai LSM yang bergerak di area pemberdayaan pemilih. Kelompok Visi Anak Bangsa, misalnya, melansir klip iklan layanan masyarakat yang bermuatan pendidikan pemilih (lihat rubrik Media). Kelompok ini juga menggelar diskusi di berbagai pelosok yang tidak terjangkau televisi. Fokus diskusi diarahkan pada anjuran untuk ikut memilih. ''Meskipun orang yang tidak mau memilih juga harus dihargai sebagai manusia dan bangsa," kata Agus Pambagio, anggota Visi Anak Bangsa.
Masih berkait dengan pendongkrakan kesadaran pemilih, ada LSM yang bernama Kelompok Pemberdayaan Pemilih (KPP). LSM yang dipimpin Eep Saefulloh Fatah, pengajar FISIP UI, ini menerbitkan tabloid Madani, yang berisi serba-serbi pemilu. Misalnya, direktori yang menerangkan visi dan misi ke-48 parpol, ulasan tentang politik uang, tahap-tahap pemilu, juga debat antarpimpinan parpol. Rencananya, tabloid yang dicetak seratus ribu eksemplar ini disebar cuma-cuma di kota-kota besar Jawa dan luar Jawa.
Di Yogyakarta, sekelompok anak muda juga ikut ambil bagian dalam kerja besar mewujudkan pemilu yang jurdil. Mereka tergabung dalam Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) yang didukung 11 organisasi pemuda yang berinduk pada Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Dari kubu NU, antara lain, ada Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam), Ma'arif NU, dan Muslimat NU. Dari kubu Muhammadiyah ada Pemuda Muhammadiyah dan Ikatan Remaja Muhammadiyah.
Kerja JPPR cukup bervariasi, dari pencetakan poster sampai merancang acara talk show bertopik pemilu. Relawan JPPR juga mendatangi pedagang kecil, mencari tahu apa yang mereka butuhkan. ''Misalnya untuk buruh gendong yang butuh payung, kita bikinkan payung yang disertai pesan pemilu," kata Ruchah, anggota JPPR dari Lakpesdam NU, Yogyakarta. Mereka tegas memegang kode etik: tidak partisan, tidak mengedepankan bendera sendiri. Semuanya lebur bersama. Di lapangan, mereka akan mengenakan atribut khusus relawan JPPR.
Yang menarik, kerja sama lembaga kepemudaan NU-Muhammadiyah ini tak sekadar di permukaan. Dengan memanfaatkan jaringan pesantren, sekolah, dan perguruan tinggi, JPPR merangkul 117.500 relawan di 26 provinsi. Gunawan Hidayat, Koordinator JPPR dari Pemuda Muhammadiyah, memuji kesungguhan para relawan menyebarkan informasi pemilu. Padahal, ''Mereka tak digaji, hanya diberi sedikit ongkos transportasi," katanya. Nah, Anda berminat ikut serta demi rakyat?
Mardiyah Chamim, Darmawan S, Nurur Bintari, Raju Febrian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini