Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Banyak orang tua siswa mengeluhkan penerapan PPDB jalur zonasi.
Kecurangan muncul dengan memanfaatkan celah pada jalur zonasi PPDB.
Di Bekasi, dugaan kecurangan dalam PPDB dilaporkan ke polisi.
BOGOR – Tak ada keraguan ketika Lumintu mendaftarkan anaknya untuk mengikuti seleksi penerimaan peserta didik baru (PPDB) di SMA Negeri 1 Bogor. Jarak rumah dengan sekolah tidak lebih dari 200 meter. Ia yakin anaknya pasti lolos lewat jalur zonasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketika hasil seleksi diumumkan pada 10 Juli 2023, Lumintu harus menelan kekecewaan. Nama anaknya tidak tercantum dalam daftar calon siswa yang diterima. Pria berusia 53 tahun ini dibuat bingung dengan parameter yang digunakan untuk seleksi jalur zonasi tersebut. “Kalau ukurannya nilai, anak saya bisa memenuhi syarat,” katanya, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karena penasaran, Lumintu berupaya menggali informasi. Kuota yang disediakan untuk jalur zonasi di SMA negeri sebesar 50 persen dari daya tampung. Jika siswa yang diterima di SMA 1 sebanyak 160 orang, artinya ada 80 siswa yang lolos lewat jalur ini. “Di sini saya melihat adanya kejanggalan,” katanya.
Tidak banyak penduduk yang tinggal di lingkungan SMA Negeri 1. Sebab, sekolah yang berada di Jalan Ir H Juanda itu dikepung oleh gedung perkantoran dan instansi pemerintah. Dengan demikian, jika semua lulusan SMP di tempat itu dikumpulkan, jumlahnya tidak akan mencapai 10 orang.
Anehnya, kata Lumintu, pada laman PPDB Jabar 2023, tercantum data 39 peserta didik yang lolos jalur zonasi karena rumah mereka berjarak 100 meter dari sekolah. Padahal, pada radius 100 meter itu, nyaris tidak ada rumah tinggal. “Rumah tinggal hanya ada di Gang Selot, ya tempat tinggal saya itu,” katanya. “Tapi saya tidak ada yang kenal dengan 39 siswa yang lolos seleksi itu.”
Cerita serupa dialami juga oleh Iwan Kustiawan yang merupakan Ketua RT 3 RW 2, Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah. Anaknya tidak lolos jalur zonasi. Padahal jarak antara rumah dan sekolah sekitar 300 meter. "Saya ke sekolah untuk tanya kenapa tidak lolos, tapi tidak ada jawaban," kata Iwan.
Menurut Iwan, sebelum PPDB dimulai, ada beberapa orang yang datang ke rumahnya untuk mengurus kartu keluarga baru. Ia menduga kartu keluarga inilah yang digunakan untuk mendaftar PPDB jalur zonasi di SMA Negeri 1. “Padahal mereka tidak tinggal di sini,” katanya.
Orang tua murid mengecek nama siswa yang dinyatakan lolos pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) di Sekolah Dasar Negeri 34 Pontianak, Kalimantan Barat, 10 Juli 2023. ANTARA/Jessica Wuysang
Wali Kota Bogor Bima Arya juga mendengar adanya kecurangan dalam seleksi PPDB. Untuk membuktikannya, Bima menggelar inspeksi mendadak pada 6 Juli lalu. Hasilnya, ditemukan indikasi kecurangan yang dilakukan 297 calon peserta didik yang mengikuti PPDB sekolah menengah pertama. Dari jumlah itu, Dinas Pendidikan Kota Bogor kemudian mendiskualifikasi 208 pendaftar karena dinilai terbukti memalsukan data kependudukan.
Bima sempat bertemu dan menerima laporan dari Lumintu. Namun Bima tidak bisa membantu karena kewenangan pada jenjang SMA berada di tangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sedangkan kewenangan pemerintah kota sebatas SMP.
Di Kota Bekasi, kecurangan dalam PPDB diduga melibatkan panitia. Dugaan ini paling tidak disampaikan Budi Ariyanto, 45 tahun, yang mendaftarkan putrinya di SMA Negeri 2. Menurut Budi, jarak rumahnya dengan sekolah itu sejauh 623 meter. Namun pihak sekolah justru mengubahnya menjadi 781 meter. Perubahan ini membuat putrinya terdepak dari seleksi. “Anehnya, beberapa anak yang diterima melalui jalur zonasi tinggalnya justru lebih jauh dari rumah saya,” kata dia.
Ketua PPDB Online SMAN 2 Kota Bekasi, Solihan, mengatakan pihaknya sudah bekerja sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Pihaknya pun telah diperiksa Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota karena ada aduan dari Budi Ariyanto. “Kami sudah memberikan penjelasan kepada polisi,” katanya.
Menurut Solihan, titik koordinat dalam PPDB zonasi hanya bisa diubah oleh calon peserta didik selaku pendaftar. Sementara itu, pihak sekolah hanya menjadi verifikator data. Ia tidak mengetahui penyebab titik koordinat calon siswa bisa berubah sebagaimana diprotes oleh Budi Ariyanto. “Kami hanya memverifikasi, tidak bisa mengubah titik koordinat,” katanya.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menerima sekitar 2.000 aduan tentang PPDB 2023 di tingkat SMA/SMK. Beberapa kasus ada yang didiskualifikasi karena kelolosan PPDB ditempuh lewat kecurangan. "Sudah 90 persen diselesaikan oleh Disdik,” katanya.
Bermasalah di Berbagai Daerah
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, mengatakan permasalahan zonasi sudah ada sejak pelaksanaan sistem PPDB 2017. Kasus serupa juga terjadi Jawa Tengah, Jakarta, dan Jawa Timur. Dalam kasus-kasus itu, banyak ditemukan migrasi domisili melalui KK calon siswa ke wilayah sekitar sekolah yang dinilai favorit oleh orang tua. Ini umumnya terjadi di wilayah yang punya sekolah "unggulan".
"Modusnya dengan memasukkan atau menitipkan nama calon siswa ke KK warga sekitar. Modus pindah KK ini seharusnya bisa diketahui dan diantisipasi sejak awal oleh RT/RW dan disdukcapil," ujarnya.
Menurut Satriwan, banyaknya orang tua yang ingin anaknya masuk sekolah unggulan disebabkan oleh belum meratanya kualitas pendidikan. Karena itu, dia meminta pemerintah meningkatkan kualitas semua sekolah negeri, dalam hal ini guru, sarana-prasarana, dan kurikulum.
"Tujuan utama PPDB sendiri hingga sekarang belum terwujud. Tingkat kesenjangan kualitas antar-sekolah negeri masih terjadi, bahkan makin tinggi," ujar Satriwan.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo, mengatakan manipulasi data dengan cara pindah KK tidak akan mudah terjadi jika sistem kependudukannya ketat serta melalui mekanisme kontrol aparat kelurahan, kecamatan, dan dinas dukcapil. Menurut Heru, kepala daerah harus segera mengevaluasi jajaran terkait dan menjatuhkan sanksi kepada jajarannya jika ditemukan manipulasi data kependudukan yang melibatkan jajaran birokrasi.
Siswa bersama orang tuanya menunggu antrean pendaftaran penerimaan peserta didik baru (PPDB) di Posko Pelayanan PPDB 2023 di SMA Negeri 70 Jakarta, 25 Mei 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Selain itu, Heru menyarankan kepala daerah perlu menambah jumlah sekolah negeri berkualitas. Pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga perlu menganggarkan pembangunan sekolah negeri jika pemerintah daerah mengusulkan, dan sekolah sebaiknya memiliki lahan yang sesuai dengan standar nasional pendidikan. "Namun pemerintah pusat hanya membangunkan gedungnya, tanahnya harus disediakan pemerintah daerah," kata dia.
Bila belum memungkinkan membangun sekolah negeri, sejumlah daerah perlu menginisiasi berbagai cara untuk memenuhi hak seseorang atas pendidikan. Misalnya, Pemprov DKI Jakarta menerapkan PPDB bersama SMA dan SMK swasta, dengan pembiayaan peserta didik baru hingga lulus di-cover oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah.
"Lalu, Pemprov Sumatera Utara menerapkan zonasi khusus bagi calon peserta didik baru yang di zona tempat tinggalnya tidak ada sekolah negeri," ujarnya, Kamis, 13 Juli lalu.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan, Iwan Syahril, belum membalas pesan Tempo ihwal masalah ini. Namun Iwan sebelumnya mengatakan Kementerian telah memberikan sejumlah rekomendasi guna mengatasi masalah dalam seleksi zonasi.
Dia menyarankan pemerintah daerah dapat berkoordinasi dengan dinas dukcapil dan Badan Pusat Statistik (BPS) daerah untuk menganalisis calon peserta didik baru. Analisis dilakukan dari sisi domisili dan ketersediaan daya tampung serta verifikasi dan validasi keabsahan kartu keluarga. “Pemda juga bisa melibatkan inspektorat daerah untuk menindak pelanggaran terkait dengan KK,” ujar Iwan.
Selain itu, kata Iwan, pemerintah daerah dapat melibatkan pimpinan musyawarah daerah, kepala sekolah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), serta tokoh masyarakat. Adapun dalam menetapkan zonasi, pemda harus memperhitungkan sebaran sekolah dan sebaran domisili calon peserta didik, termasuk mengenai daya tampung yang tersedia. "Pemda juga bisa memberikan bantuan, seperti pembiayaan masuk sekolah swasta kepada peserta didik dari keluarga dengan ekonomi tidak mampu, sehingga mereka tetap memiliki kesempatan bersekolah," ujarnya.
Iwan menuturkan beragam rekomendasi tersebut sudah diterapkan di sejumlah daerah. Misalnya di Kabupaten Donggala yang mensinkronisasi data siswa sekolah asal dengan data dari dinas dukcapil. Sementara itu, di Riau dan Kota Bogor, pemerintah membangun unit sekolah baru untuk mendukung penerapan jalur zonasi.
HENDRIK YAPUTRA | M. SIDIK PERMANA (BOGOR) | ADI WARSONO (BEKASI) | ANT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo