SELESAI sembahyang Ied, sekitar dua ribuan jamaah yang memadati
lapangan parkir Pacuan Kuda Pulomas Jakarta mendengarkan khotbah
selama satu setengah jam. Menyimpang dari kebiasaan, terdengar
pula tepuk-tangan ramai. Rupanya, acara tradisional itu telah
merupakan pengganti rapat umum yang sudah lama hilang.
Dan Haji A.M. Fatwa, 40 tahun, memang mengkhotbahkan sesuatu
yang berapi-api. Berperawakan kecil, cara berpidatonya lantang,
cukup menarik. Tapi pagi-pagi, isterinya sudah merasa khotbah
suaminya terlalu keras. "Wah, bakal diambil kau nanti," kata Ny.
Nurdjanah Fatwa, 34 tahun. Suaminya yang murah senyum itu hanya
menjawab: "Ah."
Firasat sang isteri rupanya jadi kenyataan. Minggu 26 Agustus,
seorang peNgas Laksusda Jaya bertamu ke rumahnya di Kramat Pulo
Gundul, Tanah Tinggi, minta teks khotbah yang berjudul Para
Pemimpin Sadar dan Istighfarlah. Merasa hatinya tak enak, Fatwa
segera membenahi pakaiannya. Maklum, sembilan bulan lalu ia juga
pernah ditahan. Keika itu ia sebagai Ketua Panitia peringatan 1
Muharam di Istora Senayan.
Dua hari kemudian, Selasa, ada telepon berkali-kali dari
Laksusda Jaya, minta agar Fatwa ke Lapangan Banteng Barat 34.
Rupanya Fatwa bingung juga, lalu menelepon beberapa orang minta
pertimbangan. Akhirnya Fatwa minta surat panggilan tertulis
secara resmi.
Menurut Letkol Anas Malik,- Kepala Penerangan Laksusda Jaya,
mula-mula panggilan melalui telepon itu hanyalah bermaksud
mengajak omong-omong saja. "Tapi karena ia minta formalitas,
penyelesaiannya pun secara formil pula," cerita Anas Malik.
Esoknya, petugas pembawa surat panggilan pun datang.
Kartu Lebaran
Kepada isterinya, Fatwa berpesan agar menjaga anak-anak. Beranak
empat orang, yang paling kecil berusia 1% tahun -- lahir ketika
ayahnya dalam tahanan dan tumbuh besar pada saat ayahnya kembali
ditahan. Dua jam setelah Fatwa berangkat, isterinya menerima
kartu Lebaran dari Kol. Eddie M. Nalapraya, Asisten Intelijen
Laks-sda Jaya yang menanda-tangani surat panggilan.
Kamis sore, rumah Fatwa digeledah. Beberapa buku dan map
diangkut. Tapi menurut Ny. Nurdjanah, "itu hanya buku-buku agama
dan musik saja." Menginap sampai Jum'at 31 AgusNs, kabarnya
Fatwa yang juga Sekretaris I (non aktip) Majelis Ulama DKI ini,
diperiksa sampai dinihari. Tapi sampai akhir pekan lalu, KH
Abdullah Syafi'ie, ketua umum MUI DKI, katanya belum jelas benar
mengenai penahanan atas Fatwa itu.
Bahkan ia juga belum semp?t membaca seluruh teks khotbah
tersebut. "Saya sibuk mengurusi pembangunan dan pendidikan dan
sibuk menerima tamu," katanya kepada Widi Yarmanto dari TEMPO.
Fatwa sendiri pernah menjadi KeNa Lembaga Pembina MTQ DKI dan
salah seorang pengurus KODI (Koordinator Da'wah Islamiyah) DKI.
Ia juga pernah tercatat sebagai Kepala Sub Direktorat Pembinaan
Masyarakat DKI dalam lingkungan Direktorat VII urusan Sosial
Politik. Tapi kini hanyalah sebagai salah seorang staf saja.
Banyak yang menganggap khotbah AM Fatwa "keras". Berbagai
kebijaksanaan pemerintah dan keadaan saat ini dikecamnya.
Misalnya golongan kebatinan yang "dimenangkan secara tidak wajar
dan dipaksakan," arah sekularisme yang dituju pemerintah. Juga
keraguan akan berhasilnya berbagai penataran yang "menghabiskan
puluhan milyar rupiah."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini