Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KPU mengizinkan kampanye Pemilu 2024 digelar di kampus.
Peserta tidak boleh menggunakan atribut kampanye.
Bawaslu menilai wacana KPU melanggar UU Pemilu.
JAKARTA — Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengklaim tidak ada larangan menggelar kampanye Pemilu 2024 di universitas ataupun institusi pendidikan lainnya. Penyelenggara pelaksanaan pemilu itu menilai hal yang dilarang dalam Undang-Undang Pemilu adalah penggunaan fasilitas, bukan pelaksanaan kampanye.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua KPU, Hasyim Asy’ari, menjelaskan, sebagai wasit penyelenggaraan pemilu, lembaganya berpedoman pada Pasal 280 ayat 1 huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal itu menyebutkan bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagian penjelasan pasal itu, menurut Hasyim, menyebutkan bahwa fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab. Kemudian, yang dimaksudkan dengan tempat pendidikan adalah gedung atau halaman sekolah atau perguruan tinggi. “Jadi, enggak ada larangan kampanye. Hal yang dilarang adalah penggunaan fasilitasnya, bukan kampanyenya,” ujar Hasyim kepada Tempo, Kamis, 28 Juli 2022.
Untuk mendukung kebijakan tersebut, KPU menentukan sejumlah persyaratan dan peraturan. Hasyim menjelaskan, Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu menyebutkan bahwa kampanye bisa dilakukan dengan berbagai metode. Dari pertemuan terbatas, pertemuan secara tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, hingga pemasangan alat peraga di tempat umum.
Panut Mulyono di Universitas Gadjah Mada (UGM), 1 Yogyakarta, 13 April 2021. Dok. UGM
Kampanye juga bisa dilakukan melalui media sosial, iklan media cetak, media elektronik dan media dalam jaringan, rapat umum, debat, serta kegiatan lain yang tidak melanggar ketentuan perundang-undangan. “Di kampus, hal yang paling mungkin, ya, dialog, debat, dan pertemuan terbatas. Di kampus lebih menekankan uji serta visi dan misi. Jadi, pakai metode yang dialogis,” ujar Hasyim.
Ihwal timbulnya risiko menggelar kampanye di kampus, Hasyim menilai hal itu mustahil. Menurut dia, kampus berisi orang-orang independen yang memahami metodologi. Kalangan kampus juga dinilai mampu menyaring hal yang bisa diikuti dan tidak, atau yang rasional dan tidak rasional. “Jangan memandang rendah atau underestimate bahwa rakyat bodoh, apalagi di kampus,” ujar Hasyim.
Dia menegaskan, KPU segera menyiapkan aturan teknis pelaksanaan kampanye di kampus. “Nanti ada PKPU-nya. Tapi dalam Undang-Undang Pemilu juga sudah jelas. Saya kira sudah cukup. Substansinya ada di Pasal 280 ayat 1 huruf h,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Ketua Forum Rektor Indonesia, Panut Mulyono, mengatakan bahwa tidak tertutup adanya kemungkinan pelaksanaan kampanye di kampus bisa berlangsung sepanjang tidak mengganggu kegiatan akademik. Menurut dia, kampanye bisa dilakukan dengan metode dialog dan debat kandidat. Meski begitu, kata Panut, KPU harus bekerja sama dengan pimpinan kampus untuk merumuskan regulasi dan tata tertib kampanye jika bersungguh-sungguh merealisasi wacana tersebut. “Tentu tujuannya agar kampanye di kampus dapat berjalan dengan baik dan memberikan pendidikan politik kepada mahasiswa dan seluruh civitas kampus,” kata Panut.
Adapun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai kampanye di kampus tidak mungkin dilakukan. Bukan soal faktor risiko, melainkan karena tidak sejalan dengan Pasal 280 ayat 1 huruf h Undang-Undang Pemilu. “Penjelasan pasalnya, bagi kami tidak menjelaskan juga,” kata Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, kemarin.
Menurut Bagja, sulit untuk memastikan peserta pemilu tidak membawa atribut ketika menggelar kampanye Pemilu 2024 di kampus. “Yang namanya kampanye, ya, pasti membawa atribut,” ujar dia. “Wacana ini bisa saja jadi wacana, tapi pelaksanaannya tidak bisa dan tidak mungkin karena harus mengubah undang-undang dulu.”
RIRI RAHAYUNINGSIH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo