SERANGAN itu datang sangat tiba-tiba. Sekitar 50 orang berambut cepak menyerbu kantor Markas Kepolisian Sektor (Mapolsek) Mampang, Jakarta Selatan, Senin malam pekan lalu. "Mana Polsek Mampang? Mana Polsek Mampang?" teriak mereka. Lalu, berondongan peluru dilepaskan. Sebagian penyerbu itu merusak kaca jendela dan membakar kendaraan yang diparkir di muka kantor Mapolsek. Dalam sekejap, sebuah sepeda motor menjadi arang dan tiga mobil remuk-redam tak berbentuk.
Polisi yang terkesima karena serangan mendadak itu pun menjadi sasaran. Kopral Kepala Sakino, tanpa sempat memberikan perlawanan, robek paru-parunya karena hunjaman sangkur penyerang tak dikenal itu. Syarif, seorang anggota Keamanan Rakyat (Kamra), juga terkena sabetan pisau. Letnan Satu Suminto pecah kepalanya karena hantaman batu.
Polisi mengaku belum punya kesimpulan tentang siapa pelaku penyerangan berdarah itu. Tapi titik terang bukan tak ada. Supardi, sopir Kopaja nomor 958 jurusan Tanahabang-Ragunan, bercerita bahwa pada malam itu, di Terminal Ragunan, busnya dipaksa mengantar sekelompok orang menuju kawasan Mampang, Jakarta Selatan. Meski Supardi menolak dengan alasan rem mobilnya sedang rusak, mereka memaksa.
Di bawah ancaman pembajaknya, Supardi—ditemani keneknya, Adi—melarikan busnya ke kawasan Mampang. Lalu, di depan sebuah supermarket yang berjarak ratusan meter dari Mapolsek, Supardi diminta menghentikan busnya. Dari sanalah puluhan pria kekar itu bergerak menuju Mapolsek. Supardi dan Adi ditahan di dalam bus di bawah ancaman empat orang bersenjata tajam.
Kurang dari sepuluh menit kemudian, rombongan itu kembali. Supardi lalu dipaksa membawa mereka ke Jalan T.B. Simatupang. Dalam perjalanan, Supardi diminta menjalankan bus dengan cepat, termasuk dengan cara menerabas lampu lalu-lintas. Gerombolan itu kemudian minta bus diberhentikan sekitar satu kilometer dari Markas Marinir Cilandak. "Mereka sepertinya anggota marinir. Mereka tegap dan rambutnya cepak," kata Supardi menduga.
Supardi memang telah diperiksa oleh polisi. Tapi Kepala Direktorat Reserse Kepolisian Daerah Metro Jaya Kolonel (Polisi) Harry Montolalu menilai keterangan itu belum cukup sahih untuk menuduh marinir berada di balik serangan brutal tersebut. "Saya tidak boleh gegabah dalam mengambil kesimpulan," katanya.
Tapi seorang reserse di Kepolisian Resor Jakarta Selatan memastikan bahwa marinir memang terlibat dalam penyerangan tersebut. Dasarnya adalah informasi yang diterima reserse itu bahwa dalam apel marinir sesaat setelah kejadian diketahui sebanyak 21 personel ternyata mangkir. Apel itu memang dilaksanakan setelah markas kesatuan Angkatan Laut itu mendapat laporan dari polisi bahwa ada penyerangan Marpolsek dan marinir dicurigai terlibat. Diduga, ke-21 personel itu adalah sebagian dari gerombolan penyerang yang tidak sempat kembali ke kesatuannya setelah usai melakukan aksi brutalnya.
Ketegangan polisi dan marinir di kawasan Jakarta Selatan memang sudah bukan rahasia lagi. Ceritanya berawal ketika Kamis dua pekan lalu polisi melakukan razia Operasi Kilat Jaya terhadap tempat hiburan di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Kafe-kafe yang tetap beroperasi setelah pukul satu malam ditutup paksa oleh polisi. Salah satu tempat hiburan yang ditutup itu adalah Kafe Jimbani, restoran yang sudah lama memanfaatkan marinir sebagai pengawal. Pada malam itu, Jimbani tetap buka sampai pukul empat pagi. Dalam operasi itu, sempat terjadi keributan antara marinir dan polisi yang mengakibatkan tiga orang marinir terluka. Dendam kemudian membara. Apalagi, belakangan diketahui bahwa polisi yang melukai marinir itu berasal dari Polsek Mampang.
Tapi fakta itu dibantah Kepala Satuan Reserse Jakarta Selatan Kapten (Polisi) Ahmad Alwi. "Yang benar, ada polisi yang memukul marinir pada saat penertiban, tapi polisi itu sudah ditindak," kata Alwi.
Kesumat marinir itu dibantah pula oleh Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut Laksamana Pertama Totok Ontowiryo. Tapi Totok tidak membantah bahwa ada anggota marinir yang menjaga keamanan di Kafe Jimbani. "Lo, kan biasa kalau ada anak-anak jaga keamanan. Mereka kan cari makan dengan jaga di sana," katanya. Dengan kata lain, Totok memaklumi jika ada tentara yang mencari tambahan penghasilan dengan menjadi beking pengusaha.
Kasus ini memang merupakan potret yang buruk dari wajah tentara di republik ini. Praktek tentara menjadi centeng pengusaha ternyata tidak hanya terjadi di level jenderal, tapi juga di tingkat yang lebih rendah. Dan yang lebih membuat sesak dada, praktek itu ternyata direstui atasannya.
Arif Zulkifli, Levi Silalahi, Tomi Lebang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini