Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anak dengan disabilitas psikososial sebaiknya tidak dipisahkan dengan lingkungan. Musababnya, salah satu kebutuhan utama anak dengan disabilitas psikososial adalah tetap berinteraksi dengan lingkungan terdekatnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator Pendamping dari Yayasan Cahaya Jiwa, Dian Septiani mengatakan anak dengan disabilitas psikososial biasanya akan dekat dengan seseorang atau suasana yang membuatnya nyaman. "Dari jalur tersebut, dapat digali sebab sebab kedisabilitasannya anak sehingga dapat dipulihkan," ujar Dian Septiani dalam acara peluncuran buku Panduan Anak Dengan Disabilitas Psikososial di Ruang Pleno Komnas HAM, Kamis 25 Juli 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika ingin menilik ke belakang, sejatinya kondisi disabilitas psikososial pada anak dapat terdeteksi sejak berusia 5 sampai 10 tahun. Menurut Dian, ada beberapa perilaku sosial yang biasanya tercermin dari anak yang pada akhirnya menjadi disabilitas psikososial. "Anak biasanya sulit tidur atau tidur terus menerus, makan berlebihan atau tidak mau makan sama sekali," kata dia.
Peneliti sekaligus penyusun buku panduan Anak Dengan Disabilitas Psikososial dari Ragam Institute, Yosa Nainggolan menyebutkan, yang dimaksud anak dengan disabilitas psikososial adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun yang mengalami gangguan dalam proses berpikir, berperasaan, berperilaku, dan berinteraksi sosial. Akibatnya, aktivitas, partisipasi, dan peran sebagai anak menjadi terganggu.
"Definisi ini diambil dari kolaborasi pasal yang ada dalam Undang-undang Penyandang Disabilitas dan Undang-undang tentang Anak," ujar Yosa. Menurut dia, jenis ragam disabilitas psikososial pada anak antara lain berupa gangguan kecemasan, depresi, bipolar, Schizofrenia, dan gangguan kepribadian.
Deputi Perlindungan Anak, Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak, Fuad Basuni mencatat ada lebih dari 5 juta anak di Indonesia yang mengalami disabilitas psikososial. "Bila dibandingkan dengan Brunei, jumlah anak dengan disabilitas psikosial di Indonesia sama dengan jumlah penduduk di sana," ujarnya. Lantaran jumlah yang cukup signifikan tersebut, anak dengan disabilitas psikososial harus mulai diperhatikan sejak dini.