Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya mengatakan akan memanggil manajemen PT Riau Andalan Pulp and Paper atau PT RAPP pada Selasa, 24 Oktober 2017 ini untuk menagih keseriusan perusahaan kertas itu untuk merevisi Rencana Kerja Usaha (RKU) sesuai peraturan perundang-undangan di Indonesia. "Kami akan panggil manajemen RAPP besok," kata dia dalam keterangan tertulis, Senin, 23 Oktober 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemanggilan itu juga, kata dia, sekaligus untuk meminta klarifikasi perusahaan setelah ditemukan banyak indikasi perusahaan dengan sengaja melakukan berbagai provokasi massa, untuk dijadikan alat menekan pemerintah mengubah aturan. Siti berujar bakal menjadikan hasil pemanggilan sebagai dasar keputusan selanjutnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perihal RKU RAPP, Siti mengatakan sejak awal KLHK telah memberikan ruang seluas-luasnya untuk konsultasi, pendampingan solusi-solusi, hingga mencari alternatif terbaik bagi keberlangsungan bisnis perusahaan. Namun itikad baik pemerintah itu selalu saja tidak ditaati perusahaan.
"Perusahaan selaku pihak yang diberikan izin mengelola kawasan hutan negara, sudah seharusnya patuh pada aturan negara. Jangan dibalik bahwa negara yang harus patuh pada aturan perusahaan, itu jelas salah," kata Siti. Dia berujar pemerintah bakal mendukung aspek bisnis dari perusahaan kertas itu apabila mereka patuh dan taat menjalankan rencana kerja sesuai aturan negara.
Salah satu hal yang dia sesalkan adalah perusahaan kertas itu tetap memaksa menanam di fungsi ekosistem lindung gambut, padahal ini kawasan yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan.
"Kami terpaksa harus bersikap tegas, karena manajemen RAPP mengakunya patuh, tapi sebenarnya mereka terus saja ngotot melawan aturan Negara dalam proses penyusunan RKU-nya. Arahan-arahan dan kesempatan yang pemerintah berikan selalu mereka abaikan," ujarnya.
Dia mengatakan sikap itu dilakukannya sebagai bentuk penegakan aturan dan kebijakan perlindungan. "Saat bencana Karhutla dahsyat tahun 2015, rakyat mendesak pemerintah melakukan penegakan hukum agar musibah itu tak lagi terulang."
Siti mengatakan pemerintah akan menjaga lahan gambut sekuat tenaga untuk kepentingan jutaan rakyat Indonesia, dan tidak bisa diintervensi hanya untuk kepentingan bisnis satu perusahaan saja.
Ia menjelaskan, yang terjadi sebetulnya adalah sikap tegas menolak RKU RAPP sebagai bagian upaya paksa pemerintah melindungi ekosistem gambut Indonesia. Hal ini juga sesuai dengan amanat dasar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan serta Peraturan Pemerintah Nomor 57 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
Beleid itu menyebutkan semua perusahaan HTI berbasis lahan gambut harus menyesuaikan rencana kerja usahanya dengan aturan pemerintah. Namun, hingga batas waktu yang diberikan, RAPP justru tetap memaksa ingin menjalankan rencana kerja sesuai dengan aturannya sendiri. "Dan tidak mau mengikuti aturan yang ditetapkan pemerintah," ucapnya.
Siti Nurbaya menyatakan pihaknya tidak mungkin membenarkan sesuatu yang salah atau membiarkannya. "Sama artinya pemerintah dipaksa mengalah dan kalah pada sikap-sikap membangkang dan melawan aturan."
Sebelumnya, sekitar sepuluh ribu pekerja PT Riau Andalas Pulp and Paper (RAPP) menggelar unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Riau, Senin, 23 Oktober 2017. Ribuan buruh yang bekerja pada sektor Hutan Tanam Industri di Pelalawan ini menuntut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan segera membatalkan Permen LHK Nomor 17 tahun 2017 yang mengatur tentang pembangunan hutan tanam industri.
Peraturan yang dikeluarkan Menteri Siti Nurbaya dianggap mengancam pemutusan hubungan kerja (PHK) ribuan buruh yang bekerja di perusahaan tersebut. Penerapan aturan restorasi lahan gambut ini diperkirakan mengurangi lebih dari separuh luas lahan hutan tanam industri milik PT RAPP.
Baca juga: Menteri Siti Nurbaya Minta RAPP Taati Aturan
Dalam aturan itu, Perusahaan diminta memulihkan area fungsi lindung ekosistem gambut dan melakukan rotasi tanam. Perusahaan juga dilarang menanam pohon akasia dan eukaliptus di area tersebut. Hal ini dinilai bakal mengancam ribuan buruh RAPP dirumahkan bahkan diberhentikan dari pekerjaan.
Ribuan buruh yang dikoordinir Serikat Pekerja Seluruh Indonesia ini mendorong Pemerintah Riau turut bersama-sama buruh memperjuangkan pembatalan Permen LHK tersebut. Terlebih Mahkamah Agung telah mengabulkan guguatan pekerja untuk menggugurkan peraturan tersebut.
Setelah melakukan mediasi bersama utusan massa, Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman mendatangi para buruh dari PT RAPP itu dan berjanji bakal meneruskan aspirasi ke Kementerian LHK.
"Kami telah menerima aspirasinya, ini sejalan dengan keinginan kita yang ada di Riau, bagaimana mengurangi dan menghindari pengangguran di Riau ini, tujuan kita sama. Kami akan meneruskan aspirasi ini, sesuai dengan yang telah kami lakukan sebelumnya," kata Arsyadjuliandi.
ANDITA RAHMA|RYAN NOFITRA