Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEJUMLAH hasil pemeriksaan Inspektorat Bidang Investigasi Kementerian Keuangan kini teronggok di Kuningan, Jakarta Selatan, kantor Komisi Pemberantasan Korupsi. Diterima pada awal tahun ini, berkas itu sudah bolak-balik ditelaah petugas Komisi. Hasilnya: sepucuk surat rekomendasi agar status kasus ini ditingkatkan menjadi penyelidikan. Sejak bulan lalu, surat itu ada di meja pemimpin KPK.
Hasil audit internal Kementerian Keuangan itu memang menjelaskan dengan terperinci bagaimana sejumlah pejabat Kementerian dan panitera Pengadilan Pajak diduga terkait dengan jejaring mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan. Seperti ditulis Tempo pekan lalu, Menteri Keuangan Agus Martowardojo sudah menjatuhkan sanksi penurunan pangkat dan pembebastugasan jabatan kepada sejumlah pejabat Januari lalu. ”Sekarang non-aktif,” kata Agus pekan lalu.
Tapi sumber Tempo menyatakan dugaan korupsi yang diincar KPK bukan soal kelalaian dan konflik kepentingan para pejabat Kementerian Keuangan itu, melainkan dugaan pidana pajak PT Kaltim Prima Coal—induk semua kehebohan soal Gayus dan jejaring makelar pajaknya.
Indikasi awal adanya manipulasi pajak ini sebenarnya sudah terendus pada April 2006. Ketika itu, Direktorat Jenderal Pajak menurunkan tim pemeriksa untuk menelisik kembali laporan pajak Kaltim Prima untuk tahun pajak 2000-2005, minus tahun pajak 2004, yang kala itu sedang diperiksa Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Setahun kemudian, hasil pemeriksaan keluar. Kaltim Prima menerima nota penghitungan versi Direktorat Pajak dengan sejumlah keberatan. Namun proses ini mendadak macet.
Setahun lebih, sampai awal 2008, nasib Kaltim Prima terkatung-katung. Ada kabar, Direktorat Jenderal Pajak sempat meminta Bumi Resources—pemilik saham mayoritas di Kaltim Prima—mengikuti program sunset policy. Lewat program itu, ancaman sanksi pajak bisa dihindarkan jika Kaltim Prima memperbaiki laporannya. Namun tawaran ini kabarnya ditampik.
Alotnya negosiasi tingkat tinggi itulah yang menyebabkan Kantor Pelayanan Pajak untuk Wajib Pajak Besar di Gambir tidak berani menerbitkan surat ketetapan pajak untuk Kaltim Prima Coal. ”Masalahnya bukan hanya soal perbedaan kurs rupiah dan dolar, tapi ada indikasi pidana pajak,” kata satu sumber Tempo di Direktorat Pajak. Keluarnya surat ketetapan pajak menandakan tidak ada unsur pidana dalam kasus ini.
Di tengah-tengah adu kuat Ditjen Pajak dan Bumi Resources itu, ada yang mencoba mencari jalan terobosan. Denny Adrianz, wakil presiden Bumi untuk urusan keuangan, menghubungi kawan lamanya, Imam Cahyo Maliki. Lewat Imam dan saudaranya, Alif Kuncoro, masuklah si makelar: Gayus Halomoan Tambunan.
Belakangan ketahuan bahwa pada Mei 2008 Denny juga mengirim surat ke Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, meminta bantuan. Paragraf akhir suratnya berbunyi, ”Bapak Pejabat yang terhormat dapat menelusuri kembali kendala apa yang menyebabkan tertahannya surat ketetapan pajak kami.”Tanpa ba-bi-bu, tim Irjen bergerak. Aksi mereka itulah yang kini disoroti karena bernuansa konflik kepentingan.
Dileep Srivastava, Sekretaris Korporat Bumi Resources, tidak bisa dihubungi untuk berkomentar. Tapi dua pekan lalu dia menegaskan, semua tudingan tentang manipulasi pajak Bumi adalah spekulasi yang tak berdasar. ”Saat ini kami lebih baik tidak berkomentar, agar tidak meneruskan spekulasi macam-macam yang bisa jadi berkembang dari topik yang sebenarnya tidak penting ini,” tulisnya dalam pesan pendek.
Kalaupun kini KPK sudah bersiap masuk, kesulitan membongkar kasus ini sudah terbayang. Pertama, laptop milik Gayus Tambunan yang digunakan untuk mengerjakan semua order Bumi Resources dan Kaltim Prima sudah rusak. Tak banyak data lagi yang bisa diambil untuk dipelajari. ”Sampai hard disk-nya pun rusak,” kata sumber Tempo. Padahal skenario manipulasi pajak yang dikerjakan Gayus bisa dilacak dari sana.
Kesulitan kedua adalah sikap Gayus sendiri. Semua pengakuannya di depan polisi kini sudah dicabut. Terakhir, lewat pengacaranya, Hotma Sitompoel, dia mengaku tak pernah berhubungan dengan perusahaan-perusahaan Grup Bakrie. ”Tekankan lagi, (Gayus) tidak ada urusan lagi dengan Bakrie,” kata Hotma awal Maret lalu.
Wakil Ketua Komisi Mochammad Jasin menolak berkomentar ketika ditanya soal perkembangan kasus ini. ”Kalau diramaikan seperti ini, malah bisa mentah semua,” katanya ketus.
Wahyu Dhyatmika
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo