Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KUBURAN di Blok W 806 Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, itu kini kosong. Hanya ada satu batu bulat di atas tanah merah yang mulai mengering. Di situ tadinya beristirahat jasad Letnan Kolonel Penerbang (Purnawirawan) Heru Atmodjo—sebelum raib mendadak.
Secara diam-diam, Garnisun Tentara Nasional Indonesia membongkar kuburan itu pada tengah malam, 25 Maret lalu. Didampingi segelintir keluarga, jasad yang dimakamkan pada 29 Januari itu dikeluarkan dan diterbangkan ke Malang, Jawa Timur, melalui Bandara Soekarno-Hatta. Esoknya, jasad Heru dimakamkan ulang di Tempat Pemakaman Umum Segok, Bangil, Pasuruan. Kementerian Sosial sebagai pengelola makam pahlawan tidak diikutkan dalam proses ini. ”Ini kejadian pertama kalinya,” kata seorang pejabat kementerian itu kepada Tempo.
Kabar terbongkarnya kuburan Heru baru mencuat ke permukaan pada Senin pekan lalu. Sejumlah aktivis korban tragedi 1965 mengecek informasi itu ke Kalibata. ”Kami kaget makam itu sudah tidak ada,” kata Lilik Hastuti, Ketua Keluarga Besar Rakyat Demokratik. ”Keluarga sebenarnya keberatan,” ujarnya.
Sumber Tempo mengatakan pemindahan jasad Heru dilakukan karena tekanan Gerakan Umat Islam Bersatu. Organisasi ini pernah menggelar aksi seruan antikomunis di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, pada 10 Maret lalu. Koordinator aksi ketika itu, Arukat Jaswadi, menyebut nama Heru Atmodjo. ”Makamnya harus segera dipindahkan,” katanya.
Dengan membawa nama Center for Indonesian Communities Studies, Arukat pada 24 Maret lalu menyurati Panglima TNI—yang ditembuskan ke Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. ”Kalau makam Heru tidak pindah dari Kalibata, Panglima TNI berarti tidak menghargai jasa-jasa pahlawan revolusi,” katanya.
Kepada Tempo, Arukat mengaku mendapat telepon dari seorang perwira tinggi Markas Besar TNI yang mengabarkan tuntutannya direspons. Belakangan, pada 8 April, Arukat mendapat surat yang menyatakan jasad sudah dipindahkan pada 26 Maret. ”Saya mengecek langsung ke TPU, dan benar sudah di sana,” ujarnya.
Keterlibatan Heru dengan Partai Komunis Indonesia sebetulnya masih menjadi polemik. Dalam buku Gerakan 30 September 1965: Kesaksian Letkol (Pnb) Heru Atmodjo, bekas Wakil Direktur Intelijen TNI Angkatan Udara ini membantah tersangkut dalam organisasi itu. Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono tidak memastikan pemindahan jenazah Heru karena keterlibatannya dengan PKI. ”Saya enggak bisa menjawab itu,” ujarnya. ”Saya kira kurang tepat saja.”
Heru adalah penerima Bintang Gerilya. Dia juga berjasa dalam pembebasan Papua serta pemberantasan pemberontakan PRRI/Permesta. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, Heru berhak dimakamkan di Kalibata. Kepala Dinas Penerangan TNI Laksamana Muda Iskandar Sitompul tidak memberikan alasan yang tegas soal pemindahan itu. ”Ada kesalahan prosedur sedikit,” katanya.
Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Imam Sufaat menyatakan pernah ada surat keputusan pemberhentian dengan tidak hormat terhadap Heru. ”Itu artinya bintang tanda jasa juga lepas,” ujarnya kepada Fanny Febiana dari Tempo. Kepala Staf Garnisun Jakarta Brigadir Jenderal Edi Susanto menolak berkomentar.
Sejarawan Asvi Warman Adam menilai pembongkaran itu tidak sepantasnya dilakukan. Sebab, telah ada prosedur resmi yang dilalui sebelum jasad Heru dimakamkan di Kalibata. ”Ini sangat mengenaskan,” katanya.
Tito Sianipar (Jakarta), Kukuh Wibowo (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo