Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menyalakan bahasa jawa

Kongres bahasa jawa pertama berlangsung di hotel patra jasa, semarang. sembilan negara tercatat se- bagai peserta. diresmikan presiden soeharto. ba- nyak keluhan bahasa jawa merosot.

20 Juli 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kongres Bahasa Jawa pertama diselenggarakan di tengah keluhan bahwa bahasa Jawa merosot. PEMINAT bahasa Jawa ternyata bukan hanya orang Jawa. Kenyataan itu tergambar Senin pekan ini di Hotel Patra Jasa, Semarang. Di antara 550 peserta Kongres Bahasa Jawa pertama, yang berlangsung 15-20 Juli, ada sembilan negara asing tercatat sebagai peserta: Prancis, Inggris, Belanda, Malaysia, Suriname, India, Australia, Jepang, dan Belanda. Kongres yang menghabiskan biaya Rp 440 juta ini diresmikan Presiden Soeharto, ditandai dengan menyalakan blencong dengan api abadi yang diambil langsung dari sumbernya di Mrapen, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Tak seperti biasanya, seusai membacakan pidato sambutan yang tertulis, Pak Harto masih menambahkan pendapatnya tentang huruf dan bahasa Jawa, yang dikemukakan tanpa teks. "Sebagai orang Jawa, walaupun sulit, punya maksud njawani, ingin saya lemparkan pertanyaan kepada Saudara-Saudara untuk direnungkan. Apakah aksara Jawa masih relevan diabadikan dalam pembangunan nasional saat ini?" tanyanya. Dalam 20 huruf Jawa, kata Pak Harto, sebenarnya terkandung falsafah jati diri manusia, yang biasa disebut sangkan paraning dumadi (asal-usul kehidupan). Ia kemudian menguraikan: Ha-na artinya ana (ada), yang kalau dirangkai dengan ra artinya urip (hidup). Jadi, sebelum manusia dilahirkan, kehidupan itu sudah ada, Dialah Tuhan Yang Mahakuasa. Kemudian na juga berarti gana (janin) yang masih telanjang. Kemudian Tuhan memberi sandang pada bayi yang baru lahir ca-ra-ka artinya cipta, rasa, dan karsa yang dilengkapi pancaindera. Selain itu, Tuhan juga memberi perlengkapan hidup berupa da-ta-sa-wa-la artinya dzat tan datan sawala atau zat yang tak pernah salah, yakni sifat Tuhan itu. Tuhan tak hanya memberi sifat yang baik, tetapi juga sifat yang jelek, pa-dha-ja-ya-nya atau yang sama kuatnya dengan sifat baik tadi. Jadi, di samping penyabar dan jujur, manusia juga pemarah dan punya sifat curang. Lalu ada ma-ga-ba-tha-nga. Ga artinya manunggal, ma artinya sukma, ba-tha-nga artinya batang (bangkai). Jadi, selama sukma masih manunggal, artinya masih hidup, tetapi kalau sudah meninggalkan batang sukma akan kembali kepada Tuhan. "Kalau mau kembali kepada Tuhan, kita mesti memelihara sifat yang baik," ujar Presiden. Lalu ia menegaskan, falsafah aksara Jawa masih relevan dengan pembangunan bangsa. "Ini saya tekankan bukan sebagai presiden, tetapi sebagai orang Jawa," ujarnya. Menurut Ketua Pelaksana Kongres Soetomo W.E., kongres semacam ini penting karena dalam abad ke-20 ini banyak keluhan bahwa bahasa Jawa sedang mengalami kemerosotan. "Jumlah pemakai bahasa saat ini 60 juta orang. Dengan demikian, pemakai bahasa Jawa menduduki peringkat ke-16 dibanding bahasa-bahasa di seluruh dunia," katanya. Selain itu, dalam perjalanan sejarah, bahasa Jawa telah membuktikan sumbangannya bagi perkembangan bahasa Indonesia. Maka, "Merupakan kewajiban kita bersama untuk memelihara kembali bahasa Jawa, agar kita tak menyesal di kemudian hari," kata Soetomo. Peserta dari Inggris Bernard Arps membenarkan hal itu. " Indonesia termasuk negara yang beruntung karena, selain tumbuh baik, bahasa nasional tidak membunuh bahasa daerahnya," kata ahli bahasa Jawa dari School of Oriental and African Studies di London University ini. Saat ini, orang Inggris ingin menghidupkan bahasa daerah Wales, tetapi terlambat karena sudah tergilas bahasa Inggris. Sri Pudyastuti R. dan Heddy Lugito (Semarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus