Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di ruang kerja Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, peristiwa ini berlangsung pada Kamis tiga pekan lalu. Dikepung sepuluh pengurus pusat Partai Golkar, Agus Gumiwang berkukuh membela diri. Dia menolak tunduk pada keputusan partainya yang menyokong pasangan calon presiden Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. "Saya mencintai partai ini, tapi saya tak bisa ikut keputusan partai soal presiden," Agus mengulangi perkataannya di ruang rapat kepada Tempo.
Dia lantas membeberkan alasannya menyokong Joko Widodo dan Jusuf Kalla, pasangan calon presiden dari poros Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Melihat Agus bergeming meski berulang kali dibujuk, Wakil Ketua Umum Golkar Theo L. Sambuaga menyudahi rapat. Lalu Agus diminta ke luar ruangan.
Itulah rapat partai terakhir yang dihaÂdiri Agus. Tiga hari kemudian, putra politikus senior Golkar, Ginandjar Kartasasmita, ini kaget mendengar keanggotaannya di partai yang dia geluti selama belasan tahun itu dicabut. Agus merasa pengurus Golkar yang juga kawan-kawannya tak konsisten. Dia punya alasan: tiga hari sebelum rapat terakhir, Agus mendapat surat partai. Isinya, Agus dipersilakan mendukung Jokowi-Kalla selama tak menggunakan atribut partai. Keputusan itu dinilai cacat hukum dan tak melalui mekanisme.
Nusron Wahid dan Poempida Hidayatullah mengalami nasib serupa. Kedua politikus Golkar itu dicoret keanggotaannya karena mereka memilih menyokong Jokowi-Kalla. Menurut Ketua Bidang Organisasi Golkar Mahyudin, keputusan memecat ketiga politikus itu diambil pada rapat tim khusus 19 Juni lalu. Rapat berencana menghadirkan Nusron dan Poempida. Namun Nusron memilih menjelaskan sikapnya melalui surat. Adapun Poempida mengaku tak pernah menerima surat apa pun dari partai. "Satu-satunya surat yang diterima adalah surat pemecatan keanggotaan," ujar Poempida.
Sebenarnya, kata Mahyudin, rapat tak hanya menjatuhkan sanksi untuk tiga pengurus pusat itu, tapi juga buat sepuluh pengurus lain yang menyokong Jokowi-Kalla. Bedanya, yang lain hanya ditegur, sedangkan Agus, Nusron, dan Poempida dicabut keanggotaannya. "Mereka dianggap paling aktif dan terkesan menyerang partai," ujar Mahyudin.
Sejak resmi menyokong Prabowo-Hatta, elite Partai Golkar memang menarik garis tegas. Aburizal menyatakan akan total memenangkan pasangan yang diusung Koalisi Merah Putih. Keputusan inilah, menurut Mahyudin, yang menjadi dasar tim khusus menjatuhkan sanksi kepada kader yang "membelot".
Tim khusus itu dibentuk sesuai dengan aturan organisasi Golkar tentang disiplin dan sanksi partai. Mahyudin menjadi koordinator. Anggotanya antara lain Theo L. Sambuaga—wakil ketua umum untuk bidang organisasi—serta sejumlah ketua, seperti Muladi dan Nurdin Halid. Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham dan Bendahara Setya Novanto juga ada dalam daftar.
Salah seorang peserta rapat menuturkan kepada Tempo, sidang pemecatan berlangsung panas. Mayoritas anggota tim khusus ingin ketiganya langsung dipecat. Salah satu yang paling ngotot adalah Idrus Marham. Dia mendesak rapat memutuskan sanksi pemecatan hari itu juga. Alasannya, manuver tiga politikus itu sudah mengganggu upaya Golkar menggalang dukungan. "Dikasih kesempatan pun tak akan berubah. Mereka sudah tegas begitu," kata Idrus seperti ditirukan politikus senior Golkar itu.
Sebaliknya, Muladi meminta opsi pemecatan dikaji lagi. Mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional itu mengingatkan, sanksi pemecatan berpotensi menimbulkan pro dan kontra. Muladi membenarkan adanya perdebatan itu. Ia mengaku sempat mencegah pemecatan, tapi akhirnya setuju. "Setelah ditimbang, akhirnya diputuskan mereka melanggar dan merugikan partai," ujar Muladi.
Meski tak hadir dalam rapat, Aburizal alias Ical—menurut Theo Sambuaga—menyetujui pemecatan itu. Sehari sebelum rapat, Ical mengumpulkan para pengurus dan tim khusus di kantornya, lantai 46 Bakrie Tower, Kuningan. Dalam pertemuan dengan 12 pengurus, Ical mewanti-wanti agar pengurus bersikap tegas. "Jika melanggar, harus diberi sanksi dengan mekanisme yang ada," Theo menirukan kata-kata Ical.
Theo menegaskan, banyak pengurus daerah berkeberatan dengan manuver tiga mantan politikus Golkar itu. Agus Gumiwang, misalnya. Giat menggalang pertemuan Jokowi dengan pinisepuh Golkar, dia juga aktif menjaring kader Golkar di daerah relawan Jokowi. Poempida disorot karena kencang menggalang opini media untuk Jokowi. Adapun Nusron, dengan Gerakan Pemuda Ansor yang dipimpinnya, aktif mengumpulkan suara dan relawan di Jawa Tengah agar pro-Jokowi. "Para pengurus daerah meminta kami tegas karena di lapangan pada akhirnya bertabrakan satu sama lain," kata Theo.
Pemecatan ini berdampak pada posisi Agus dan Nusron, yang kembali terpilih ke Senayan pada pemilu legislatif lalu. Partai Golkar, menurut Muladi, akan melayangkan surat pemberitahuan kepada Komisi Pemilihan Umum tentang status keanggotaan Agus dan Nusron. Tanpa mengantongi kartu keanggotaan partai, hak keduanya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat terpilih akan gugur.
Apa komentar Nusron? Dia mengaku tak takut kehilangan kursi di DPR. Dia bahkan curiga ada motif lain di balik keputusan tersebut, yang dinilainya diskriminatif. Banyak tokoh Golkar, Nusron menegaskan, sejatinya tak segaris dengan keputusan partai mencalonkan Prabowo. Dia mencontohkan pinisepuh partai semacam Zainal Bintang, Suhardiman, Fahmi Idris, Ginandjar, bahkan Jusuf Kalla, mantan Ketua Umum Partai Golkar yang kini dicalonkan sebagai wakil presiden. "Kalla dan mereka kenapa tak diberhentikan juga?" ujarnya.
Nusron mengaku sudah mendengar bakal dipecat dari orang dekat Ical sendiri. Semula ia mengaku belum percaya. "Beberapa hari sebelum surat itu diteken, saya sudah dikasih tahu," kata Nusron kepada Tempo.
Seorang pengurus teras Golkar menuturkan, Nusron dan Agus adalah korban persaingan di sekitar orang dekat Ical. Nusron dianggap menjadi penghalang Setya Novanto, yang dijagokan lingkaran Ical sebagai pemimpin di DPR. Agus disebut-sebut sebagai calon kuat Ketua Umum Golkar menggantikan Ical dalam musyawarah nasional partai itu pada tahun ini.
Hasil rapat pimpinan nasional partai yang kelima pada akhir November 2013 juga mencatat Nusron sebagai anak partai yang memenuhi kriteria wakil pemimpin DPR. Kursi pemimpin Dewan lazimnya diprioritaskan bagi kader peraih suara tertinggi serta yang mampu melewati bilangan pembagi pemilih seperti Nusron. Apalagi dia pernah menjadi pengurus partai. "Nusron memenuhi kriteria itu," kata politikus tadi.
Theo Sambuaga membenarkan keputusan rapat pimpinan nasional soal kriteria. Namun ia membantah kabar bahwa keputusan pemecatan Nusron berkaitan dengan kursi pemimpin DPR. Dari Yorrys Raweyai, Tempo mendapat informasi bahwa dalam beberapa pertemuan informal di kantor Golkar sudah sering dibahas siapa yang akan diplot menjadi pemimpin DPR dan komisi. Nama-nama yang beredar tak jauh-jauh dari lingkaran dekat Ical sebagai ketua umum.
Menjawab permintaan konfirmasi, Idrus Marham membantah kabar bahwa pemecatan Nusron terkait dengan skenario meluncurkan Setya Novanto ke kursi pemimpin Dewan. "Tak ada itu. Belum kami pikirkan," dia menegaskan. Sekretaris Jenderal Golkar ini juga menepis tudingan bahwa pemecatan Agus adalah strategi menjegal dia dari bursa ketua umum. "Tak ada kaitannya. Kalau melanggar, ya, melanggar saja dan harus dihukum," kata Idrus.
Ical menolak berkomentar tentang keputusan partainya memecat sejumlah pengurus teras. "Bosan, itu sudah kuno," ujarnya saat ditemui di Bandung pada Kamis pekan lalu.
Ira Guslina Sufa, Iqbal T. Lazuardi S.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo