Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembuat Obor Hanya Diancam Denda
KEPOLISIAN Negara Republik Indonesia menetapkan pembuat tabloid Obor Rakyat, Setiyardi Budiono dan Darmawan Sepriyossa, sebagai tersangka pelanggaran Undang-Undang Pers, Kamis pekan lalu. Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal Herry Prastowo mengatakan penyidik telah mendengarkan keterangan sejumlah saksi, termasuk pimpinan pondok pesantren penerima tabloid yang berisi fitnah terhadap calon presiden Joko Widodo itu.
"Kesaksian Dewan Pers melengkapi alat bukti untuk menetapkan keduanya sebagai tersangka," ujarnya Jumat pekan lalu.
Keduanya dijerat dengan Undang-Undang Pers karena penerbitan tabloid tidak dilakukan badan hukum. Sesuai dengan pasal 18 ayat 3 undang-undang itu, mereka hanya diancam denda maksimal Rp 100 juta, bukan kurungan. Darmawan menolak berkomentar soal penetapan status itu.
Kuasa hukum tersangka, Hinca Panjaitan, mengatakan menghormati proses hukum. Ia mengklaim Obor Rakyat adalah produk pers karena Setiyardi dan Darmawan dijerat menggunakan Undang-Undang Pers. Jokowi berharap polisi mengusut siapa penyandang dana tabloid itu.
Todung Mulya Lubis dari tim hukum pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla mempersoalkan penggunaan Undang-Undang Pers. Sebab, Dewan Pers menilai tabloid itu bukan produk jurnalistik. "Kenapa bukan KUHP?" ucapnya.
Herry Prastowo mengatakan Polri akan mengembangkan penyidikan kasus itu dalam dugaan pencemaran nama. "Keterangan dari ahli bahasa dan pidana akan menjadi penentu tersangka," katanya.
Jejak Tabloid Gelap
Mei 2014
Obor Rakyat edisi perdana dengan tulisan utama beredar.
Juni 2014
Edisi kedua disebar ke pesantren-pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
13 Juni 2014
Ketua Dewan Pers Bagir Manan menyatakan Obor Rakyat bukan produk pers. Darmawan Sepriyossa mengakui mengelola tabloid itu bersama Setiyardi Budiono.
14 Juni 2014
Setiyardi mengaku sebagai penggagas Obor Rakyat.
23 Juni 2014
Polri memeriksa Setiyardi.
2 Juli 2014
Polri memeriksa Setiyardi dan Darmawan.
3 Juli 2014
Setiyardi dan Darmawan jadi tersangka.
Jemaat Ahmadiyah Buka Segel
Jemaat Ahmadiyah membuka segel yang dipasang Satuan Polisi Pamong Praja di tiga pintu Masjid Nur Khilafat di Jalan Cipto Mangunkusumo, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat pekan lalu. Mereka membuka segel karena pemerintah daerah tak kunjung menjelaskan alasan penyegelan. "Kami sudah berkirim surat dan mencoba bertemu dengan bupati untuk bicara dari hati ke hati, tapi tidak ada respons," kata mubalig Jemaat Ahmadiyah Priangan Timur, Muhammad Syaiful Uyun, setelah pembukaan segel.
Uyun mengatakan penyegelan tidak disertai alasan yang sahih. Menurut dia, baik Surat Keputusan Bersama maupun Peraturan Gubernur Jawa Barat soal Ahmadiyah tidak menyatakan pemerintah daerah harus menutup masjid. Ia mengatakan pembukaan segel itu berkaitan dengan Ramadan. "Yang harus ditutup tempat-tempat maksiat. Masjid bukan tempat maksiat," ujarnya. Jemaat Ahmadiyah Indonesia, kata Uyun, merupakan organisasi legal yang berbadan hukum sehingga memiliki hak hidup di seluruh wilayah Indonesia.
Pemerintah Kabupaten Ciamis menyayangkan pembukaan segel itu. Asisten Daerah I Bidang Pemerintahan Endang Sutrisna mengatakan Jemaat Ahmadiyah seharusnya bermusyawarah dengan pemerintah sebelum membuka segel.
Andi Mallarangeng Dituntut 10 Tahun
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng dituntut hukuman 10 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan pusat pelatihan olahraga Hambalang, Kabupaten Bogor. Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi juga menuntut terdakwa membayar denda Rp 300 juta dan membayar uang pengganti Rp 2 miliar.
"Terdakwa telah sah melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan menggunakan wewenangnya sebagai penyelenggara negara," kata jaksa KPK, Supardi, ketika membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin pekan lalu.
Majelis hakim memenuhi permintaan Andi untuk menyiapkan pembelaan selama 10 hari. Andi menganggap jaksa tak memperhatikan fakta dalam persidangan. Ia mengatakan tuntutan jaksa fiktif. "Padahal jaksa tahu ada fakta baru dalam persidangan," ujar Andi setelah persidangan.
Dalam persidangan 24 Maret lalu, Andi menuding penuntut umum telah mengubah keterangan saksi dalam surat dakwaan. Ia juga mempersoalkan dakwaan penuntut, yang menuduhnya mulai mengatur proyek Hambalang jauh sebelum dilantik menjadi menteri.
Penyuap Menteri Kehutanan Dihukum
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Anggoro Widjojo lima tahun penjara dalam korupsi pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Kementerian Kehutanan pada 2007. Saat membacakan tuntutan, Rabu pekan lalu, hakim anggota Ibnu Basuki Widodo mengatakan Anggoro terbukti menyuap bekas Menteri Kehutanan M.S. Kaban untuk memuluskan proyek senilai Rp 180 miliar itu.
Anggoro dihukum membayar denda Rp 250 juta subsider dua bulan kurungan. Vonis itu sama dengan tuntutan jaksa, kecuali hukuman pengganti denda yang lebih ringan dua bulan dari tuntutan. Hakim menyatakan pemilik PT Masaro Radiokom itu juga memberikan sejumlah uang kepada pejabat Kementerian Kehutanan dan dua unit lift.
Ibnu mengatakan Anggoro memberikan uang US$ 15 ribu kepada Kaban sebagai imbalan karena Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui Rancangan Pagu Anggaran Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Departemen Kehutanan sebesar Rp 4,2 triliun. Hakim menyatakan Kaban kembali meminta US$ 10 ribu kepada Anggoro. Kaban, kata dia, juga menerima suap US$ 20 ribu, Rp 50 juta berupa cek pelawat, dan Sin$ 40 ribu dalam bentuk valuta asing.
Kasus ini juga menyeret Ketua Komisi Kehutanan DPR 2004-2009 Yusuf Erwin Faishal dan Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan 2005-2007 Boen Mukhtar Poernama. Yusuf dan Boen sudah divonis bersalah pada 2009 dan 2011. Adapun Kaban belum bisa dimintai tanggapan atas vonis Anggoro. Tapi, saat pembacaan tuntutan pada 18 Juni lalu, Kaban mengatakan sudah menjelaskan perkara itu di pengadilan. "Tak ada yang perlu saya komentari," ujarnya kala itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo