Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Mereka Bicara Soal Daerahnya

Wawancara Tempo dengan para mahasiswa asal Irian Jaya yang menuntut ilmu di Yogya. Mengharapkan prioritas pembangunan di Irian Jaya: pendidikan dan perhubungan. (dh)

11 Agustus 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEREKA muda dan terpelajar. Mereka telah melihat bagian tanahair mereka yang lebih "maju". Bahkan mereka telah beberapa tahun tinggal di sini. Tapi meskipun jarak Jawa-Jayapura terentang hampir 4000 km, kenangan kepada pulau kelahiran tampaknya masih lekat. Itulah sebabnya lebih dari 200 orang mahasiswa asal Irian Jaya yang belajar di perguruan tinggi di Jawa sering merupakan jurubicara yang fasih bagi kepentingan di daerahnya. Tak jarang mereka tampil dengan resolusi atau delegasi ke Jakarta -- misalnya yang baru-baru ini datang dari Yogya, untuk bicara kepada Dep. Dalam Negeri dan pers soal jabatan gubernur. Apakah yang mereka lihat tentang Irian Jaya kini? Di Yogya, tempat sebagian besar para mahasiswa Irian Jaya berkumpul, wartawan TEMPO Putu Setia dan Syahrir Chili mewawancarai beberapa orang dari para pemuda itu. Sebagian dari hasil laporannya: Samuel Fenetiruha BA. Ia 33 tahun, dari Kaimana, kini tingkat doktoral ASRI dan pernah tamat Sekolah Pengrajin Industri Kerajinan Yogya. Ia berstatus tugas belajar dari Dinas Perindustrian Jayapura. Kawin dengan gadis Yogya (1967), kini dengan 4 anak. Rajin melakukan pameran kerajinan Asmat. Pengalamannya yang unik: sejak 1971 juga sebagai prajurit Kraton Yogya dan kini berpangkat Prajurit Jogikaryo: "Pada zaman penjajahan Belanda semua serba ada, serba murah. Ini memang politik penjajah. Kalau sekarang situasi ekonomi jauh berubah, harus disadari bahwa kita harus bekerja keras." "Pendidikan di Ir-Ja, terutama pedalaman, masih tertinggal. Di pedesaan kebanyakan hanya sampai kelas 6. Untuk melanjutkan ke kota hanya mungkin jika orang tuanya mampu. Alangkah baiknya bila dibuat SMP atau sekolah-sekolah pertanian di desa dengan sistim pesantren. "Di zaman Belanda dulu ada sekolah dengan murid semua diasramakan, disediakan semua peralatan dari tingkat SD sampai SMA. Kalau Belanda dulu melakukan hal itu hanya untuk orang-orang tertentu saja, baiknya sekarang dikhususkan bagi anak-anak yang orang tuanya tak mampu. Sekarang mutu pendidikan di Ir-Ja jauh lebih rendah dibanding di Jawa. Setelah tamat ASRI saya akan kembali ke Ir-Ja untuk mengembangkan seni ukir Asmat yang tradisional itu. France. Ia 22 tahun, asal Sorong, semula belajar di Yogya (1975) dan kini mahasiswa tingkat III Fakultas Sospol Jurusan Publisistik UNS Surakarta: "Prioritas pembangunan di Ir-Ja adalah pendidikan dan perhubungan, baru yang lain-lain, termasuk pertanian Mutu lulusan SMA kalah dengan di luar Ir-Ja. Karena tenaga pengajar yang didrop pada waktu peralihan dilakukan tergesa-gesa dan sampai sekarang tak pernah di-upgrade. Jumlah sekolah sudah memadai, apalagi dengan adanya SD Inpres. "Tapi perhubungan lebih penting didahulukan daripada pertanian. Bagaimana bisa maju kalau transpor sulit ke mana-mana. Karena kesulitan perhubungan ini pula, kemajuan pembangunan hanya terlihat di kota. Di Jayapura misalnya pembangunan tak lebih dari radius 80 km, karena hanya ada jalan sepanjang itu. "Saya akan kembali ke Ir-Ja kalau sudah selesai kuliah. Tetapi saya khawatir akan sulit mendapat pekerjaan di sana, mengingat. tenaga-tenaga untuk jadi pegawai negeri (pusat maupun daerah) sudah disiapkan orangnya, yaitu mereka yang tugas belajar. Namun saya juga percaya, membangun Ir-Ja tak berarti harus menjadi pegawai negeri. Saya ingin jadi wartawan. Henky. Ia 24 tahun, mahasiswa IKIP ogya: "Sebenarnya sekarang orang Irian sudah mampu membangun daerahnya sendiri. Tapi kalau ngomong begini dikira kesuku-sukuan. Tapi kalau putera daerah membangun daerahnya sendiri, ia sudah tahu apa yang harus dilakukan. Sebaliknya kalau orang luar harus belajar dulu dan ini artinya membuang waktu saja. "Di antara 4 gubernur yang pernah bertugas di Ir-Ja, pak Acub Zainal paling menonjol. Karena ia sebelumnya sudah bertugas di sana, sebagai panglima. Sehingga ia cepat tahu apa yang harus dilakukan. "Memang ada kemajuan pembangunan di Ir-Ja sekarang. Tapi kemajuan itu tak tampak karena prioritas pendidikan dan perhubungan tidak mendapat porsi yang cukup besar: David Kwemutaha. Ia 23 tahun, putera petani karet dari Desa Engga di Kecamatan Ederah -- yang jaraknya 2 hari satu malam berkapal laut dari Merauke: Kuliah di APPI Yogya, ia tiap bulan menerima wesel Rp 10.000. Ia harus bekerja sambilan sebagai penjual barang-barang antik asal daerahnya "Di zaman Belanda daerah saya menjadi pelabuhan bebas untuk mengangkut hasil bumi dari pedalaman. Setiap saat kapal tersedia. Sekarang dermaga rusak, hanya kapal perintis kadang-kadang masuk. Bagaimana daerah bisa maju kalau keadaan begitu "Di daerah saya dulu ada kebun karet dan coklat. Sekarang diganti cengkeh dan kopi dengan bantuan kredit bank. Memang sejak 1973 sudah menghasilkan tapi belum dapat dinikmati petani karena harus melunasi kredit. Sehingga yang perlu difikirkan adalah sarana perhubungan untuk memasarkan hasil bumi itu seperti dulu dilakukan dengan baik oleh Belanda. Ricky Samay. Umurnya 23 tahun, asal Jayapura, mahasiswa Sospol UGM Jurusan Publisistik: "Lulusan SMA di Ir-Ja sukar masuk fakultas eksakta di Jawa, karena itu kami banyak ke fakultas sosial. Kalaupun ingin masuk fakultas pertanian, cukup di Uncen, daripada susah-susah di Jawa. Fakultas pertanian tak banyak peminat karena usaha pertanian di Ir1a tak perlu secara besar-besaran. "Perekonomian di zaman Belanda mcmang lebih baik dari sekarang. Tapi pendidikan lebih maju. Sudah 30 orang sarjana asal Ir-Ja yang kembali untuk turut membangun daerah itu. Tapi saya dengar dari adik saya, malaria akhir-akhir ini semakin bertambah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus