Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menunjuk Mayor Jenderal TNI Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Perum Bulog menggantikan Wahyu Suparyono yang belum genap enam bulan menjabat. Mayjen Novi Helmy adalah anggota TNI aktif yang menjabat Asisten Teritorial Panglima TNI sejak Februari 2024.
Keputusan penunjukan Mayjen Novi Helmy sebagai Dirut Bulog tertuang dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor: SK-30/MBU/02/2025 tanggal 7 Februari 2025. “Novi Helmy Prasetya akan memulai masa baktinya sebagai direktur utama,” kata Sekretaris Perum Bulog A. Widiarso dalam keterangan resmi pada Sabtu, 8 Februari 2025.
Adapun Erick Thohir mengatakan keputusan tersebut dilakukan dalam rangka penyegaran pada perusahaan yang bertugas antara lain mengelola dan mendistribusikan pangan ini.
Dia mengambil pilihan itu untuk memaksimalkan program penyerapan 3 juta gabah sebagaimana instruksi Presiden Prabowo Subianto. “Perlu ada penyegaran dan perlu semua sistem pendukung untuk memastikan penugasan ini maksimal. Karena yang terpenting jangan sampai sekarang kita menuju swasembada beras tapi penyerapannya tidak maksimal,” ujarnya saat ditemui di Kantor BUMN, Jakarta, Senin, 10 Februari 2025.
Penunjukan anggota TNI aktif sebagai Dirut Bulog mendapat tanggapan dari berbagai kalangan. Tidak sedikit pihak yang mengkritik keputusan Menteri BUMN tersebut.
Setara Institute: Tidak Ada Visi Reformasi TNI di Awal Pemerintahan Prabowo
Setara Institute mengkritik penunjukan Mayjen Novi Helmy menjadi Dirut Bulog. Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan mengatakan penunjukan tersebut telah melanggar Pasal 47 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Hal ini karena Mayjen Novi Helmy masih berstatus sebagai prajurit militer aktif. “Kukuhnya pemerintah dalam menempatkan militer pada jabatan sipil meskipun melanggar ketentuan UU TNI semakin memperlihatkan ketiadaan visi reformasi TNI di awal pemerintahan Prabowo Subianto,” ucap Halili dalam keterangan tertulisnya pada Senin, 10 Februari 2025.
Dia mengkritik keras penempatan anggota TNI yang masih aktif itu di perusahaan pelat merah. Halili mengatakan penetapan Mayjen Novi Helmy sebagai Dirut Bulog memperlihatkan pemerintah tidak melakukan evaluasi dari kritik masyarakat. “Bahkan persoalan ini merupakan bentuk keberulangan atau keberlanjutan dari era kepemimpinan sebelumnya,” kata dia.
Halili juga menganggap Presiden Prabowo gagal untuk memperbaiki kondisi regresi reformasi militer. Menurut dia, impian dalam mewujudkan regresi reformasi militer itu masih sebatas imajinasi hingga saat ini.
Imparsial: Menempatkan TNI di Jabatan Sipil Sudah Melampaui Batas
Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra juga mengkritik langkah Menteri BUMN Erick Thohir mengangkat Mayjen Novi Helmy sebagai Dirut Bulog. Ardi menyebutkan penempatan prajurit TNI aktif seperti Mayjen Novi Helmy dalam jabatan sipil menjadi ancaman bagi demokrasi. “Kami menilai kebijakan pemerintah menempatkan TNI di jabatan sipil sudah melampaui batas dan secara nyata ingin mengembalikan model politik Indonesia ke masa otoritarian militer Orde Baru,” kata Ardi melalui keterangan tertulis, Senin.
Penempatan prajurit TNI aktif ke dalam jabatan sipil juga melanggar peraturan perundangan-undangan. Ardi mengatakan negara demokrasi mensyaratkan adanya pemisahan urusan antara militer dan sipil. Tujuannya untuk menjamin penghormatan terhadap supremasi sipil dan jaminan terhadap tata negara hukum yang baik.
Hal itu pun ditegaskan dalam Pasal 47 ayat 1 UU TNI, yang menyatakan prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. “Dalam ayat 2 memang diatur kelonggaran bagi TNI aktif untuk menjabat di jabatan sipil. Namun jabatan tersebut hanya dibolehkan untuk jabatan yang berkaitan dengan urusan pertahanan,” ujar Ardi.
Aturan itu menyebutkan TNI dapat ditempatkan dalam jabatan sipil di 10 lembaga, yakni kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, narkotika nasional, dan Mahkamah Agung. “Pada titik ini, jabatan direktur BUMN bukanlah jabatan yang diperbolehkan oleh pasal 47 Undang-Undang TNI,” kata Ardi.
Ardi menilai penempatan TNI aktif dalam jabatan sipil yang tidak terkait dengan urusan pertahanan tidak dapat dibenarkan. Hal tersebut bisa berdampak negatif bagi pengelolaan jenjang karier ASN dan dapat merusak profesionalisme TNI. “Di tengah perubahan lingkungan strategis yang semakin kompleks, seharusnya TNI didorong lebih fokus untuk mempersiapkan diri menghadapi perang modern yang berorientasi pada penguasaan teknologi perang yang mutakhir,” kata dia.
Imparsial juga menilai penempatan TNI aktif di Bulog maupun lembaga sipil lainnya melukai logika dan akal sehat publik, karena TNI tidak terlatih berbisnis. Karena itu, kemampuan TNI memimpin perusahaan dengan menjabat direktur BUMN menjadi persoalan. “Hal ini justru menunjukan wajah asli pemerintah yang sebenarnya militer-sentris, militeristik, dan memandang seluruh permasalahan negara sebagai permasalahan pertahanan,” kata Ardi.
Pengamat Militer: Tentara Aktif Jadi Dirut Bulog Langgar UU TNI
Adapun pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai penunjukan Mayjen Novi Helmy Prasetya sebagai Dirut Bulog telah menyalahi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Sebab, kata dia, dalam regulasinya prajurit militer aktif dilarang menduduki jabatan sipil.
Dia menuturkan tugas utama seorang militer adalah sebagai alat pertahanan negara yang bertujuan menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, dan melindungi kepentingan nasional dari ancaman luar. Fahmi mengatakan peran Bulog tidak berhubungan langsung dengan tugas pertahanan. “Pemerintah tampaknya menilai bahwa Bulog memiliki peran strategis dalam menjaga ketahanan pangan,” katanya saat dihubungi melalui aplikasi perpesanan, Senin.
Menurut dia, penunjukan tentara aktif sebagai bos perusahaan yang berperan menjaga ketahanan pangan ini berkaitan dengan prioritas pemerintah. Adapun pemerintah Presiden Prabowo memprioritaskan sektor ketahanan pangan. Misalnya, ketika tentara-tentara dilibatkan dalam program Makan Bergizi Gratis. “Penempatan tentara dalam beberapa program (prioritas) tampaknya memang diarahkan untuk mengintegrasikan antara kebutuhan aspek strategis dengan kebutuhan mendasar masyarakat,” ucapnya.
Dia menilai ada keinginan dari pemerintah menciptakan sinergi antara tugas-tugas militer dan upaya memperkuat ketahanan nasional. Tak terkecuali urusan pangan dan kesejahteraan sosial.
Di sisi lain, kata dia, penunjukan tentara aktif sebagai pejabat sipil tidak bisa serta-merta diartikan sebagai kebangkitan militerisme. Menurut dia, militerisme mengacu pada dominasi militer dalam kehidupan politik dan pemerintahan secara luas. “Sedangkan dalam kasus ini, yang terjadi lebih merupakan keputusan spesifik pemerintah dalam menempatkan seorang perwira aktif di jabatan strategis,” ucapnya.
Namun dia menilai perlu adanya reformasi regulasi di instansi TNI. Misalnya, dengan membuat aturan yang dapat mengakomodasi penugasan perwira aktif di sektor-sektor yang punya relevansi strategis.
Dede Leni Mardianti, M. Raihan Muzzaki, Riri Rahayu, Novali Panji Nugroho, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Mayjen Novi Helmy Jadi Dirut Bulog, TNI: Berdasarkan MoU dengan Kementerian BUMN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini