Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mereka yang saling menyapa

Profil karier politik pemimpin kamboja sihanouk & putranya, ranariddh, son sann, khieu samphan, hun sen. mereka bertikai untuk menyelamatkan rakyatnya. kekuatan asing tak tinggal diam, mendukungnya.

30 Juli 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sihanouk dan Ranariddh PANGERAN Sihanouk tak hadir di Bogor, tapi bayang-bayangnya memanjang sampai ke sana. Bagaimanapun, pemimpin Kamboja yang sering tak bisa diduga arahnya ini, dalam usia 66 tahun kini, dianggap sebagai pemegang kunci untuk membuka pintu rumah Kamboja yang tengah berantakan di dalamnya. Diharapkan melalui tangannya, rumah itu dapat ditata rapi kembali. Bekas Raja Kamboja ini adalah keturunan ketiga dari Raja Norodom. Ia lahir di Phnom Penh 31 Oktober 1922, tapi sejak kecil sudah jadi "orang internasional". Ibunya, Ratu Suramarith menyekolahkannya ke Sekolah Prancis di Saigon dan Paris. Usianya baru 18 tahun, saat dia dinobatkan sebagai raja Kamboja dan bergelar Preach Bat Samdach Preah Norodom Sihanouk. Mula-mula ia dikenal sehagai lelaki yang doyan wanita. Secara resmi istrinya empat orang, tapi ada yang mengatakan ia pernah punya banyak, selir dan anak. Pangeran ini pernah cerita soal persahabatannya dengan Bung Karno pada TEMPO. Katanya, "Kami berdua sama-sama senang pada banyak hal, termasuk wanita cantik." Seorang pejabat di kantor perwakilannya di Bangkok sempat bingung ketika ditanya TEMPO, berapa anak Sihanouk. "Saya harus menghitung dulu. Banyak, sih. Telepon lagi besok," ujarnya. Yang jelas, 4 anak dan 14 cucu Sihanouk tewas semasa rezim Khmer Merah. Nasibnya memang tak selalu baik, tapi namanya tetap belum terkalahkan sebagai sumber legitimasi. Di tahun 1970, Pangeran yang gemar main saksofon, mengarang lagu, membuat film, dan mencoba berbaik-baik dengan blok komunis ini digulingkan oleh jenderalnya sendiri yang pro-Barat, Lon Nol. Begitu terguling, Sihanouk bergabung dengan gerilyawan yang dulu memusuhi kekuasaannya, Khmer Merah. Mereka membentuk Front Kesatuan Nasional Kamboja (FUNC). April 1975, dengan kekuatan baru ini, Sihanouk berhasil menggulingkan Lon Nol dan merebut Phnom Penh kembali. Sang pangeran kecil tapi awet ini kemudian dinyatakan kembali sebagai kepala negara Kamboja: cara Khmer Merah menarik dukungan rakyat. Hanya kali ini ia memimpinnya dari pengasingan sampai September 1975, dan kepemimpinan Sihanouk hanya setahun. April 1976, Sihanouk mengundurkan diri, dan bersama permaisurinya Monique, ia pergi mengasingkan diri ke Beijing. Khieu Samphan, menggantikannya sebagai kepala negara. Pada masa pemerintahan Khmer Merah inilah, Pol Pot, saat itu menjabat Sekjen Partai Komunis Kamboja mengambil alih kekuasaan. Rezim Pol Pot terkenal sangat kejam. Selama mereka berkuasa 1975-1979 telah terbunuh satu juta lebih rakyat Kamboja -- kengerian yang ditampilkan secercah dalam film The Killing Fields. Sihanouk tetap hidup dalam pengasingan, saat Pol Pot digulingkan Hen Samrin dengan dukungan Vietnam. Pangeran ini sempat mondar-mandir sebagai tamu Beijing dan Pyongyang. Pada Juni 1982, saat di pengasingan, Sihanouk membentuk Pemerintahan Koalisi Demokratik Kamboja (CGDK). Sihanouk menjabat sebagai presiden, Khieu Samphan (Khmer Merah) sebagai wakil presiden, dan Son Sann (KPLNF) perdana menteri. Di bawah kepemimpinannya CGDK memperoleh pengakuan dari beberapa negara, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengakuinya sebagai pemerintahan yang sah. Sementara itu, Republik Rakyat Kamboja pimpinan Heng Samrin tak diakui PBB. Sihanouk pula yang pertama kali punya gagasan melakukan pembicaraan dengan pihak-pihak yang bersengketa di Kamboja, yang bulan Juli 1987 lalu diformulakan jadi cocktail party oleh menteri luar negeri Indonesia saat itu Mochtar Kusumaatmadja. Tak dinyana-nyana, 10 Juli lalu, menjelang pesta minum di Bogor dimulai, Sihanouk menyatakan mundur dari kepemimpinan koalisi. Ada yang menilai ini khas Sihanouk yang gampang mengubah sikap, tapi ada yang menilai ini siasat jitu. Kata Skhumband Paribatra, ahli masalah Kamboja di Universitas Chulalongkorn, Bangkok "Jangan tertipu oleh tindakan Sihanouk. Apa yang dikatakannya atau yang diperbuatnya selalu ada sebabnya, ada dasarnya." Jika ditilik orang yang mewakilinya, anggapan itu benar. Yang hadir di Bogor adalah Pangeran Norodom Ranariddh, anak Sihanouk yang selama ini tak dikenal di luar tapi dekat dengan ayahnya sampai ke dalam. "Hanya ada seorang yang benar-benar memahami saya," kata Sihanouk, "dan itu adalah anak saya Ranariddh." Pangeran Ranariddh dan ayahnya boleh dibilang serupa, tapi tak sama. Paras dan geraknya, bahkan rambutnya yang menipis, mirip. Kelebihan Ranariddh ialah bahwa ia masih akan hidup lama, jika ditilik dari umurnya yang baru 44. Ia bergelar Ph.D. dalam ilmu hukum dari Universitas Aix-Marseille, Prancis. Anak Sihanouk ini beribukan putri -- juga penari terkenal Kagnol. Ia lahir di Phnom Penh, 2 Januari 1944. Kini ia hidup dengan Putri Eng Marie, seorang Kamboja yang beragama Islam, dengan ketiga anaknya yang berumur belasan. Sampai 1983, Ranariddh mengajar sebagai dosen. Juni 1983, Ranariddh dipanggil ayahnya. Ia harus memimpin perjuangan. "Saya kaget mendapat panggilan itu," ujarnya pada Yuli Ismartono dari TEMPO. "Saya bukan politikus, bukan tentara. Saya cuma seorang akademikus, pengajar." Ranariddh mungkin benar. Lagi pula, sebetulnya Sihanouk punya anak laki lain, seperti Pangeran Chakrapong, wakil kepala staf ANS, tentara nasional pengikut Sihanouk. Tapi Ranariddh tampaknya memang harus bertugas. Lima tahun kemudian ia berhasil membentuk 18 ribu pasukan, di antaranya 13 ribu gerilyawan bersenjata. Para diplomat memujinya sebagai "cerdas" dan "berkemampuan", seorang intelektual yang "mempunyai karisma sang ayah". Bahkan dari musuhnya, Hun Sen, ia dapat pujian sebagai "seorang yang baik". Jika Kamboja berjalan seperti yang dibayangkan Sihanouk, orang sudah tahu siapa yang bakal memimpinnya. Ranariddh memang mungkin seorang raja masa depan. Son Sann Ia seorang kakek yang liat. Dalam usia 77, tokoh tertua dalam pertemuan Bogor Son Sann adalah orang yang menggalang barisan nonkomunis dalam pemerintahan koalisi Kamboja, CDGK. Ia tak datang mendadak. Ia tokoh lama dalam politik Kamboja, yang mengasingkan diri dari Kamboja pada tahun 1971, tak lama setelah Jenderal Lon Nol menggulingkan pemerintahan Sihanouk. Ia tinggal di sebuah apartemen mewah di Distrik 8 Paris sembari menyusun strategi menghantam Lon Nol. Tapi Lon Nol keburu jatuh oleh Khmer Merah yang komunis dan kejam. Memandang dari jauh Kamboja yang menderita, Son Sann, setelah empat tahun dalam pengasingan, tak kerasan. Ia ingin segera kembali ke Kamboja, melawan Khmer Merah. Sekitar tahun 1975, ia diterbangkan secara rahasia dari Paris ke Bangkok. Dan ia kemudian diselundupkan ke Kamboja. Ia membentuk Angkatan Bersenjata Pembebasan Kamboja (Kong Kam Lang Serika Khmer). Khmer Serika dibentuk di hutan Kamboja utara. Ia banyak dibantu oleh Mayjen. Dien Del, komandan Divisi 2 pada zaman Lon Nol. Khmer Serika ini ternyata tak banyak bisa bergerak, dan akhirnya gagal menjadi pasukan gerilya yang efektif. Son Sann tak kapok. Gagal dengan Khmer Serika-nya, ia masih punya sisa kekuatan di Ampil, Kamboja barat. Ampil dikembangkannya menjadi "kota model" gerilyawan Kamboja: jalan-jalan tanah dilengkapi sekolah biasa, barak-barak militer dan sekolah buat para perwira militernya. Cukup lama Ampil ini tak diganggu oleh tentara komunis Vietnam. Tapi 7 Januari 1985, Vietnam melakukan serangan yang melantakkan "kota" impian Son Sann itu. Toh kelompok Son Sann yang bermarkas di Bangkok dan Paris ini pada tahun 198485 mengklaim punya pendukung 15.000 sampai 20.000. Pada waktu itulah kakek bertubuh kerempeng ini takabur akan mampu melawan Vietnam. Kenyataannya, pasukan KPLNF semakin menyusut, sampai kira-kira tinggal 8.000 orang saja. Toh kelompok terlemah di antara faksi dalam CGDK ini dapat dukungan kuat dari orang Kamboja dalam pengungsian. Ketika datang di Bandung untuk peringatan Konperensi Asia Afrika 1985, kepada TEMPO ia menyatakan bahwa CDGK adalah tripartit yang tak terpisahkan. Karena itulah ia tak menghendaki pengunduran din Pangeran Sihanouk. Tapi nyatanya Son Sann tak selamanya bisa akur dengan Sihanouk. Februari lalu, Sihanouk melempar tuduhan bahwa pasukan Son Sann telah menyerang pendukung Sihanouk. Untuk alasan itulah Sihanouk menyatakan pengunduran dirinya sebagai Presiden CGDK. Khieu Samphan Khmer Merah terkenal berlumur darah, tapi ada tokohnya yang selalu ditampilkan dengan senyum: Khieu Samphan. Bahkan bagi musuhnya, Hun Sen, Khieu tergolong tokoh Khmer Merah yang "moderat". Tak hanya itu. Sebagai pemimpin menurut pengamat -- Khieu dianggap cakap. Doktor ilmu ekonomi lulusan Universitas Paris (1959) ini lahir di Provinsi Svay Rieng 58 tahun lalu. Selain bahasa Prancis dan Khmer, ia fasih berbahasa Inggris. Khieu seorang yang punya ide besar yang tegar alias kaku. Ketika masih kuliah di Prancis, tahun 50-an, ia menulis artikel yang berbau Marxis, yang dimaksudkannya untuk memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi bangsa Khmer. Bangsa terjajah seperti Khmer, katanya, telah dieksploitasi sebagai buruh murah oleh pemodal asing selama perekonomian mereka terlalu berorientasi ke pasaran internasional. "Sebab itu, Khmer mesti dijauhkan dari sistem global yang merusakkan, yang memperkaya yang kaya dan membuat si miskin (dalam hal ini rakyat Kamboja) semakin sengsara." Ketika kelak ia memimpin Kamboja itulah yang dilakukannya -- dengan teror. Tapi jalan ke arah teror dan perombakan itu cukup panjang. Sekembali dari Prancis, Khieu mendirikan sebuah jurnal berbahasa Prancis, I'Observateur. Di sini, ia sempat mengkritik pemerintahan Sihanouk yang mulai menggencet orang-orang "kiri". Pada 1960, Sihanouk marah. Dari empat koran yang dibredel Sihanouk, satu adalah I'Observateur-nya Khieu. Tapi di bawah Sihanouk, angin bisa berubah drastis. Menyusul hasil pemilu Juni 1962, Sihanouk mencoba memanfaatkan para intelektual kiri. Khieu diangkatnya sebagai menteri perdagangan. Khieu pun segera melakukan perombakan. Ia pandai mengambil hati rakyat. Khieu tak suka pada pesta atau kemewahan. Ke kantor pun ia cuma naik sepeda motor kuno. Tak lama namanya mencuat: ia jadi pujaan intelektual muda Kamboja yang sangat antikorupsi. Tapi tindakannya mengundang kritik yang keras. Terjadi demonstrasi dari para mahasiswa yang menentang penguasa, di Kota Siemreap. Aksi mahasiswa itu merembet ke kota-kota lain. Penguasa menuding golongan kiri dalangnya. Sihanouk segera bertindak: ia membuat daftar 34 orang kiri yang dituduhnya menentang pemerintahan Sihanouk. Dan Khieu salah satu dari mereka. Khieu dipecat. Pada 1967 Khieu kabur dari Phnom Penh, bergabung Khmer Merah, sebuah gerakan pemberontak komunis unsur sayap kiri 'Sangkum'. Tak lama kemudian, kans terbuka lebar: Sihanouk digulingkan oleh Lon Nol, tahun 1970. Tersingkir, Sihanouk membentuk Pemerintahan Kesatuan Kerajaan Nasional Kamboja, GRUNC, dengan dukungan Khmer Merah. Kelompok Sihanouk dan Khmer kemudian membentuk Front Kesatuan Nasional Kambodia (FUNC). Nasib mujur: pada 17 April 1975 mereka berhasil merebut Phnom Penh. Tapi persatuan tak lama. Sesudah pemilu 20 Maret 1976, Sihanouk mengundurkan diri, dan GRUNC dibubarkan. Sebuah presidium pemerintahan baru dibentuk, dan Khieu menjadi presidennya. Di bawah presidium itu duduk dewan menteri yang antara lain beranggotakan Pol Pot (perdana menteri), Ieng Sary (wakil PM untuk urusan luar negeri), dan Son Sann sebagai wakil PM untuk urusan ekonomi. Dengan kekuasaan di tangan, Khieu hendak menerapkan ide lamanya. Karena ia menghendaki penataan kembali struktur perekonomian dengan, khususnya, membentuk masyarakat agraris yang mandiri dan eksklusif, ribuan orang kota dipaksa ke desa, Kamboja ditutup, dan siapa yng melawan dibersihkan. Teror itu menewaskan lebih dari sejuta rakyat. Rezim Khieu dan kawan-kawannya hanya menakutkan, tapi tak didukung. Vietnam masuk Kamboja, 1979, Khieu jadi perdana menteri pemerintah oposisi Khmer Merah yang menentang kehadiran Vietnam. Pada Januari 1980 Khieu mengambilalih pimpinan Khmer Merah, sementara Pol Pot (sampai 1985) menjabat panglima angkatan bersenjatanya. Akhirnya, ketika dibentuk Pemerintah Koalisi Demokratik Kamboja di Penasin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus