Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menetapkan seorang berinisial ODG, 37 tahun, sebagai tersangka kasus penyelundupan manusia.
Penangkapan ODG berkat teknologi baru yang dimiliki Imigrasi.
Tindakan penyelundupan manusia dan perdagangan orang beririsan
JAKARTA — Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menetapkan seorang berinisial ODG, 37 tahun, sebagai tersangka kasus penyelundupan manusia. Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Surya Mataram mengatakan kasus ini terungkap saat ditemukan sejumlah cap keimigrasian yang diduga palsu pada sejumlah warga negara Indonesia (WNI) yang mengajukan visa ke Kedutaan Besar Amerika Serikat pada 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kedutaan Besar Amerika Serikat curiga karena sejumlah cap keimigrasian itu diterbitkan pada masa pandemi Covid-19. Padahal kala itu ada pembatasan perjalanan internasional,” kata Surya dalam konferensi pers di kantornya pada Rabu, 2 Agustus 2023. Dia mengatakan Kedutaan lantas berkoordinasi dengan melaporkan ke Imigrasi. Laporan itu ditindaklanjuti Imigrasi dengan melakukan pra-penyidikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Modus yang dilakukan untuk menjaring korban, Surya menjelaskan, pelaku menawarkan jasa pengurusan visa Amerika Serikat melalui aplikasi media sosial, seperti WhatsApp, Facebook, dan grup pencari kerja. Korban yang berjumlah 10 orang diminta mengirim uang sebesar Rp 11,5-22 juta. Uang itu lalu masuk ke rekening ODG atau PT MCP. Tersangka ODG lantas meminta korban mengirim paspornya. Kemudian paspor tersebut dibubuhkan cap keimigrasian berbagai negara, seperti Indonesia, Singapura, Thailand, dan Malaysia.
“Tujuan pembubuhan cap adalah meningkatkan kualifikasi WNI pemegang paspor agar lebih mudah memperoleh visa Amerika Serikat. Setelah didapatkan, visa tersebut dapat digunakan untuk masuk dan bekerja di Amerika Serikat secara non-prosedural,” ujar Surya.
Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim meminta anggota stafnya menguji keabsahan cap keimigrasian di laboratorium forensik. Hasilnya, cap tersebut bukanlah cap yang dikeluarkan keimigrasian. Imigrasi lantas memanggil ODG, tapi dia menghilang. Imigrasi kemudian mencekal ODG pada November 2022. “Kami baru tahu setelah dia diketahui ingin pergi ke Malaysia melalui Bandara Soekarno-Hatta pada April 2023,” kata Silmy.
Imigrasi menahan ODG. Penangkapan ODG itu berkat teknologi baru yang dimiliki Imigrasi. Teknologi itu mampu melihat data detail paspor seseorang tanpa perlu memperlihatkannya kepada petugas. Teknologi itu cukup melihat foto sehingga langsung mengetahui data detail paspor seseorang. “Teknologi ini baru pada tahun ini kami manfaatkan untuk meningkatkan kemampuan mengejar target,” ujar Silmy.
Setelah mendapatkan alat bukti yang cukup, ODG ditetapkan sebagai tersangka pada 3 Mei 2023. Alat bukti itu adalah lima paspor RI milik korban, satu paspor milik tersangka, satu buah diska lepas milik tersangka, rekening koran BCA atas nama ODG dan PT MCP, serta berkas profil PT MCP. ODG dijerat dengan tuduhan percobaan penyelundupan manusia, yakni Pasal 120 ayat 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. ODG terancam penjara maksimal 15 tahun.
Menurut Silmy, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada 24 Juli 2023 sudah menerbitkan surat P-21 terhadap pengusutan kasus tersebut. Artinya, berkas perkara sudah lengkap. Dengan begitu, dia menjelaskan, Imigrasi menyerahkan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan. Selanjutnya, oleh jaksa, berkas dilimpahkan ke tahap penuntutan di pengadilan.
Penyelundupan Manusia dan Perdagangan Orang Beririsan
Koordinator Departemen Advokasi Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Juwarih, menengarai jumlah korban dugaan penyelundupan manusia bisa saja lebih banyak. Sebab, pelaku bertindak dalam lingkup perusahaan. “Ini juga bisa jadi baru diketahui. Sebelumnya pasti banyak. Karena ini, cap keimigrasian ini, termasuk modus baru,” kata Juwarih kepada Tempo, kemarin.
Juwarih meminta aparat ikut serta mengembangkan penyelidikan kasus tersebut. Bisa jadi, tersangka bekerja sama dengan para pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Sebab, tindakan penyelundupan manusia dan perdagangan orang beririsan. Secara regulasi memang berbeda karena kasus penyelundupan orang ditangani menggunakan Undang-Undang Keimigrasian. Adapun kasus perdagangan orang menggunakan Undang-Undang TPPO. “Tapi dua hal itu bisa dikembangkan sebagai kasus TPPO jika memenuhi tiga unsur, yaitu proses, cara, dan tujuan,” ujar Juwarih.
Proses terjadinya TPPO, Juwarih menjelaskan, pelaku perdagangan orang biasanya mengiming-imingi korban menjadi pekerja di luar negeri dengan imbalan besar. Mereka kemudian ditampung dan disiapkan untuk dikirim ke tempat tujuan. Selama dalam penampungan, korban biasanya mencoba mendapatkan paspor dan visa secepatnya dengan membayar sejumlah uang. “Dari proses itu pasti ada upaya mengakali dokumen supaya bisa masuk ke luar negeri. Jadi, penyelundupan orang itu beririsan dengan TPPO,” kata Juwarih.
Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno, mengatakan penyelundupan manusia biasanya dilakukan untuk mereka yang tidak memiliki dokumen resmi. Penyelundupan dilakukan dengan cara membawa manusia yang tidak memiliki dokumen resmi agar bisa masuk atau keluar ke wilayah suatu negara. Proses itu dilakukan tanpa melalui prosedur yang ditetapkan oleh keimigrasian demi mencari keuntungan.
Namun penyelundupan manusia bisa juga dilakukan melalui jalur resmi. Penyelundupan ini diduga melibatkan aparat. Aparat biasanya menerima sejumlah uang supaya meloloskan orang untuk diselundupkan. “Jadi, meski korban tak memiliki dokumen, dia tetap diizinkan ke luar negeri,” kata Hariyanto. Untuk itu, Hariyanto meminta keimigrasian memperketat pengawasan. "Tindak tegas juga semua oknum keimigrasian bila tertangkap melakukan penyelundupan manusia."
HENDRIK YAPUTRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo