Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IRING-iringan ribuan karyawan PT Abacus Kencana di kawasan East Jakarta Industrial Park Cikarang, Bekasi, terhenti oleh hadangan sekelompok orang berseragam loreng hitam-oranye khas Pemuda Pancasila. Tak butuh waktu lama bagi kedua kelompok untuk baku hantam di siang beringsang pada Kamis dua pekan lalu itu.
Setelah saling ejek, orang-orang berseragam loreng itu menghambur seraya mengacungkan kayu dan pedang samurai. Kerumunan buruh pun buyar. Mereka lari tunggang-langgang ke segala penjuru. Sial bagi Purwadi. Pemuda 21 tahun itu tertinggal dari rombongan dan berdiri paling dekat dengan rombongan pengejar. "Saya dipukul rame-rame dengan kayu," kata karyawan yang baru bekerja setahun di perusahaan metal itu.
Upaya Purwadi melawan sia-sia. Bogem pengeroyok yang lebih dari lima orang itu membuat tubuh gempalnya oleng. Darah mengucur dari kepalanya. Ketika ditemui Rabu pekan lalu di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan di Jakarta, wajahnya masih lebam bekas luka dalam serta kepalanya bersalut perban. Purwadi selamat setelah seorang teman menyeret tubuhnya menjauh dari kerumunan. Ia dilarikan ke Rumah Sakit Hosana Medika di Lippo Cikarang.
Di rumah sakit itu, lima karyawan Abacus dirawat dengan luka yang sama seperti Purwadi. Ia memastikan pengeroyoknya dari organisasi kemasyarakatan Pemuda Pancasila—terlihat dari tulisan dan seragam yang mereka pakai. Tapi Ade Maulana, buruh Abacus lain, dipukuli orang-orang dari Ikatan Putra-Putri Daerah. "Anak saya dipukul dan diinjak-injak," kata Acep, ayah Ade, yang setia menunggui anaknya di Hosana Medika.
Bentrokan antara dua organisasi dan ribuan buruh plus perusakan sepeda motor dan properti pabrik meluas ke tempat lain. Dari catatan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, setidaknya 32 orang luka-luka dalam bentrokan demonstrasi menuntut kenaikan upah itu. "Satu orang kritis karena ditusuk hampir merobek ginjal," ujar Said Iqbal, Presiden Konfederasi.
Wawan Cartiwan, buruh yang ditusuk itu, kini masih dirawat di Rumah Sakit Hosana. Ada juga Joko Susanto dari PT Duta Laserindo Metal di Cikarang. Ketika ia berkonvoi memakai sepeda motor bersama karyawan lain, tiba-tiba perut dan tubuhnya pegal-pegal. Joko baru sadar pinggang kirinya luka menganga mengucurkan darah setelah diberi tahu buruh lain. "Saya mau pingsan," katanya.
Rohmad juga masih kritis dan dirawat di ICU Rumah Sakit Hosana. Karyawan PT Enkei di kawasan Hyundai itu dikeroyok dan dibacok kepalanya oleh sepuluh anggota Pemuda Pancasila. Menurut polisi, Rohmad terluka ketika anggota Pemuda Pancasila berkeliling ke pabrik-pabrik lalu bersirobok dengan para pendemo.
Wawan, Ade, Joko, Rohmad, dan Purwadi bergabung dengan 90 ribu buruh dari 6.000 pabrik yang ada di Bekasi, Jawa Barat, menuntut kenaikan upah hingga 50 persen. Setidaknya 20 persen dari total buruh yang mogok kerja hari itu merupakan pekerja pabrik baja. Purwadi dan Wawan kini bergaji Rp 2,3 juta sebulan. Demo dan mogok itu berlangsung dua hari sebelumnya dan meluas di seluruh wilayah di Jawa Barat hingga Jakarta dengan mendemo kantor Gubernur Joko Widodo.
Komisi Korban Kekerasan, yang menginvestigasi bentrokan itu, merilis pengerahan Pemuda Pancasila dan Ikatan Putra-Putri Daerah direncanakan oleh pengusaha yang direstui Pemerintah Kabupaten Bekasi, polisi, dan tentara. Menurut Ketua Komisi Harris Azhar, beredar pesan pendek dari Asosiasi Pengusaha Limbah tentang penggalangan massa pada 24 Oktober, tiga hari sebelum demonstrasi dimulai.
Pesan pendek itu dikirim Budiyanto, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Limbah. Isinya mengajak pengusaha lain saweran untuk membiayai pencetakan spanduk buat demo tandingan. Tujuannya agar "iklim investasi di Bekasi tak terganggu". "Saya minta teman-teman mengerahkan massa, warga, atau apa pun untuk menjaga pabrik masing-masing," kata Budiyanto, yang tak menyangkal menyebarkan pesan itu.
Ada 500 anggota Asosiasi Limbah di Bekasi. Budiyanto meminta setiap pabrik dijaga setidaknya oleh 20 orang. Penghentian kegiatan produksi juga dilarang. "Soal siapa yang menjaga, itu terserah pemilik pabrik," ujar anggota Dewan Perwakilan Daerah Bekasi dari Partai Keadilan Sejahtera itu. Dan imbauan Budiyanto efektif. Di jalan-jalan dekat pabrik yang dilalui pendemo bertebaran spanduk ancaman kepada buruh. Misalnya ancaman "Anda sweeping, kami bantai".
Buruh yang berdemonstrasi berkeliling menyisir pabrik-pabrik lain yang masih beroperasi mengajak karyawannya berdemo. Ketua Pemuda Pancasila Bekasi Apuk Idris mengatakan ia mengerahkan anggotanya meminta buruh yang tak berniat ikut demo agar tetap bekerja. "Demo itu telah mengganggu kegiatan warga Bekasi," ucapnya.
Menurut Apuk—juga dibenarkan polisi Bekasi dalam keterangan resminya—bentrokan terjadi karena anggota Pemuda Pancasila dihadang dan diprovokasi buruh. Saling ejek tak terelakkan disusul perang batu. "Kami bisa terima kalau sebatas diejek sebagai pengangguran," katanya.
Sedangkan Sekretaris Ikatan Putra-Putri Daerah Bekasi Mardiyan beralasan, anak buahnya terjun menentang demonstrasi buruh agar tak ada pabrik yang bangkrut akibat tak berproduksi. Menurut Harris Azhar, beberapa anggota Ikatan adalah pengusaha limbah yang tergabung dalam Asosiasi. "Kami tak dibayar, tapi ingin ikut mengamankan Bekasi agar pengusaha tak hengkang," ucap Mardiyan.
Masalahnya, selain beredar pesan pendek, spanduk, dan teror kepada buruh, muncul video pertemuan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dengan kepala polisi, komandan komando rayon militer, dan asosiasi pengusaha di Hotel Grand Zuri pada 26 Oktober 2013. Judul pertemuan itu adalah antisipasi rencana mogok nasional. Di ujung pertemuan, rapat ditutup dengan deklarasi menolak demo buruh.
Bupati Neneng menyangkal merestui pengerahan Pemuda Pancasila sebagai antisipasi demonstrasi buruh. Menurut politikus Golkar itu, pengusaha limbah menyodorkan petisi menolak demo dan memberi tahu akan mengerahkan Pemuda Pancasila. "Saya bilang terima kasih ada organisasi masyarakat yang peduli Bekasi kondusif," katanya. "Asalkan tak anarkis."
Komisi Korban Tindak Kekerasan dan Federasi Serikat Pekerja sudah melaporkan intimidasi terhadap buruh itu ke polisi. Sembilan anggota Pemuda Pancasila telah ditahan Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya. Said Iqbal menuding polisi tak melindungi demonstrasi buruh dan membiarkan para penyerang melengkapi diri dengan senjata mematikan.
Menurut Kepala Bagian Operasi Kepolisian Resor Bekasi Komisaris Muryono, bentrokan terjadi di luar kendali anggotanya. "Jumlah pendemo lebih banyak daripada polisi yang mengamankan," ujarnya. Polisi cenderung menyalahkan buruh yang menyisir buruh lain yang sedang bekerja agar ikut demonstrasi. Saat sweeping itulah, kata Muryono, lalu lintas jalan di Bekasi jadi macet dan mengganggu ketertiban.
Sebanyak 1.870 polisi yang berjaga di 61 titik demonstrasi tak sebanding dengan jumlah buruh yang turun membeludak. Di jalan depan PT Duta Laserindo Metal, ketika tiga buruh yang terpisah dari kelompok pendemo berperang batu dengan puluhan anggota Pemuda Pancasila, lima polisi berlindung di balik pohon menonton mereka yang baku lempar. "Bentrokan tak bisa dihindari," ucap Muryono.
Bagja Hidayat (Jakarta), Adi Warsono (Bekasi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo