Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Napi Koruptor Sukamiskin Disebar
MENTERI Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan akan memindahkan terpidana kasus korupsi dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, ke penjara lain. Ini buntut investigasi Tempo mengungkap beberapa narapidana yang menyalahgunakan izin berobat untuk pelesiran.
Terpidana pengadaan sistem komunikasi Departemen Kehutanan, Anggoro Widjojo, lebih dulu dipindahkan ke penjara Gunung Sindur di Bogor, Jawa Barat. Menyusul Romi Herton, terpidana penyuap hakim Mahkamah Konstitusi, dan mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin, yang dibui karena menerima suap izin hutan di Sentul.
Untuk keperluan itu, kata Yasonna pada Senin pekan lalu, ia bakal menghapus ketentuan menempatkan semua terpidana korupsi di Sukamiskin. Ada 488 narapidana di Sukamiskin yang akan disebar ke penjara lain, termasuk empat sel di Sukamiskin. Sebagai gantinya, narapidana umum akan dimasukkan menempati bekas sel mereka. "Akan kami lakukan bertahap," ujar Yasonna.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat Susy Susilawati mengatakan sedang menggelar investigasi internal untuk mengusut dugaan sipir dan petugas yang membantu pelesiran narapidana. Susy mengatakan mereka akan memeriksa semua kamera pengawas di penjara. "Kalau salah, akan ditindak," katanya.
Tempo Vs Kementerian Hukum
Kementerian Hukum dan HAM menelusuri temuan tim investigasi Tempo tentang pelesiran dan fasilitas mewah narapidana di Sukamiskin.
Saung mewah
Tempo: Ada 37 saung berfasilitas mewah di Taman Bung Karno.
Kementerian: Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Dedi Handoko tak bisa langsung menghentikan dan membongkar karena mendapat perlawanan.
Iuran listrik dan air
Tempo: Narapidana harus membayar untuk mendapatkan ruang tahanan terbaik, termasuk listrik dan air.
Kementerian: Seluruh biaya hidup narapidana berasal dari anggaran Kementerian.
Uang suap ke pejabat penjara
Tempo: Narapidana harus mengeluarkan Rp 5-10 juta kepada sipir atau pejabat penjara agar bisa keluar tanpa pengawalan.
Kementerian: Ada permainan petugas pengawalan dan sipir.
Modus izin sakit
Tempo: Narapidana beralasan sakit dan keluar menggunakan mobil ambulans.
Kementerian: Semua sesuai dengan prosedur.
Narapidana singgah ke apartemen atau rumah kontrakan
Tempo: Anggoro Widjojo pergi ke Apartemen Gateway dan Romi Herton ke rumah kontrakan di Jalan Kuningan, Bandung.
Kementerian: Sedang melakukan investigasi internal.
TNI Usut Pembelian Helikopter AW101
MARKAS Besar Tentara Nasional Indonesia dan TNI Angkatan Udara membentuk tim investigasi untuk menyelidiki dugaan pelanggaran prosedur pembelian helikopter AgustaWestland 101. "Hasilnya akan diserahkan ke Panglima TNI," kata Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Hadi Tjahjanto, Rabu pekan lalu.
Hadi mengatakan perencanaan dan segala dokumen menjadi penting karena Presiden Joko Widodo telah meminta pembelian heli itu dibatalkan. Helikopter buatan Inggris dan Italia dibeli itu dengan harga Rp 740 miliar pada Desember 2015. Presiden menganggap harga ini terlalu mahal. Kini helikopter tersebut berada di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Menurut Hadi, penyelidikan diharapkan menemukan penanggung jawab pembelian yang memakai anggaran TNI Angkatan Udara itu. Pembelian alat angkut ramai diberitakan setelah Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan tak mengetahui transaksi pembeliannya.
Wakil Ketua Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat Tubagus Hasanuddin berharap investigasi internal tidak berlangsung lama. Dia heran karena TNI masih bisa membeli heli setelah proyeknya dibatalkan Presiden. "Ini sudah ditandai di Kementerian Keuangan, tapi kok bisa hidup lagi," ujarnya.
Verifikasi Media oleh Dewan Pers Dikecam
DEWAN Pers menargetkan program verifikasi perusahaan pers di 34 provinsi rampung pada 2019. Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengatakan verifikasi perusahaan sebagai tindak lanjut deklarasi Palembang 2010 yang disepakati sejumlah perusahaan pers dan pemimpin media. "Verifikasi perusahaan pers bertujuan mengidentifikasi kelengkapan perusahaan media sesuai dengan perundang-undangan," kata Yosep, Jumat pekan lalu.
Verifikasi sejak 2012 itu baru mendata 77 perusahaan. Sejumlah pegiat media mengkritik verifikasi tersebut karena berbau sensor. Media yang sudah diverifikasi akan diberi barcode. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengkritik kebijakan ini karena bisa menyebabkan media kecil yang tidak lolos verifikasi tak bisa melakukan kerja jurnalistiknya. "Ini bisa memberangus kebebasan pers dan berpendapat," ucap Ketua AJI Suwarjono.
Dia menilai belum ada kejelasan tentang persyaratan bagi media massa agar lulus verifikasi. Dia khawatir hasil itu digunakan narasumber menolak wawancara kepada wartawan yang medianya belum terverifikasi Dewan Pers. "Ini akan menciptakan monopoli informasi hanya untuk media besar yang terverifikasi," ujarnya.
Juru Bicara FPI Tersangka Pelecehan Pecalang
KEPOLISIAN Daerah Bali menetapkan juru bicara Front Pembela Islam, Munarman, sebagai tersangka dugaan pelecehan dan fitnah terhadap pecalang. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bali Ajun Komisaris Besar Hengky Widjaja mengatakan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan sudah dikirim kepada Munarman dengan alamat markas FPI di Petamburan, Jakarta. "Kami kirim juga surat pemanggilan untuk diperiksa sebagai tersangka pada Jumat," kata Hengky, Selasa pekan lalu.
Munarman dilaporkan oleh Elemen Masyarakat Bali pada 16 Januari lalu. Mereka menuding Munarman melecehkan pecalang lewat pernyataannya di YouTube pada 16 Juni 2016. Dalam video berjudul "Heboh FPI Sidak Kompas" itu, Munarman mengatakan bahwa petugas keamanan adat di Bali pernah melempari rumah penduduk dan melarang umat Islam melakukan salat Jumat.
Pengacara Munarman, Kapitra Ampera, mengatakan akan menggugat penetapan tersangka itu lewat praperadilan. Kapitra menilai polisi belum cukup bukti. "Munarman merasa dijadikan target," ujarnya.
Atase Imigrasi di Malaysia Tersangka Suap
KOMISI Pemberantasan Korupsi menetapkan atase imigrasi pada Kedutaan Besar Indonesia di Kuala Lumpur, Malaysia, Dwi Widodo, sebagai tersangka dugaan suap. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan Dwi diduga menerima besel Rp 1 miliar terkait dengan penerbitan paspor menggunakan metode reach out tahun 2016 dan penerbitan calling visa 2013-2016. "KPK menemukan bukti permulaan yang cukup," kata Febri, Selasa pekan lalu.
Menurut Febri, Dwi diduga menerima uang dari biaya pengurusan paspor tenaga kerja Indonesia yang rusak atau hilang dengan tarif yang lebih tinggi. Pengurusan paspor dilakukan oleh perusahaan makelar. Perkara ini terungkap setelah ada inspeksi pelayanan publik oleh Malaysian Anti-Corruption Commission (MACC) di Kuala Lumpur.
KPK dan MACC secara bersama menyelidiki dugaan korupsi tersebut sejak pertengahan 2016. Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo meminta kedua negara menelisik tuntas kasus ini. "Pengusutan tidak berhenti pada Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo