Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Momen

10 Agustus 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Haedar Nashir Pimpin Muhammadiyah

Muktamar Muhammadiyah ke-47 yang digelar di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis pekan lalu, menetapkan Haedar Nashir sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2015-2020. Dia menggantikan ketua umum sebelumnya, Din Syamsuddin.

Haedar ditunjuk menjadi ketua umum oleh 13 formatur baru PP Muhammadiyah. Proses pemilihannya hanya berlangsung sepuluh menit lewat sidang tertutup di luar pleno muktamar. Haedar memenangi persaingan dengan sejumlah tokoh, antara lain Yunahar Ilyas, Dahlan Rais, Abdul Mu'ti, dan Syafiq A. Mughni.

Menurut Din, Haedar layak memimpin Muhammadiyah karena dinilai sebagai kader sejati. "Kami berikan wewenang kepada beliau untuk bertanggung jawab di bidang keorganisasian," kata Din.

Haedar mengatakan tak akan mudah menjalani tugas barunya. Sebab, ia merasa keberhasilan Din akan selalu membayanginya. "Beliau mengantarkan Muhammadiyah dengan banyak capaian yang cemerlang," ujarnya.

Lahir di Bandung, 25 Februari 1958, Haedar menjadi Ketua Pengurus Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah pada 1983. Pada 1985-1990, dia dipercaya menjabat Deputi Kader Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah. Selanjutnya Haedar menjadi Ketua Badan Pendidikan Kader dan Pembinaan Angkatan Muda Muhammadiyah pada 1985-2000. Pada 2000-2005, ia menjabat Sekretaris PP Muhammadiyah.

Istri Haedar, Siti Noordjannah, juga terpilih kembali sebagai Ketua Umum PP Aisyiyah periode 2015-2020. Keduanya bakal mengulang sejarah satu abad silam pada masa awal pendirian organisasi keagamaan ini. Duet suami-istri memimpin Muhammadiyah dan Aisyiyah ini mengulangi duet KH Ahmad Dahlan dan Hajah Siti Walidah.


Praperadilan Dahlan Iskan Dikabulkan

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan mantan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara Dahlan Iskan. Hakim praperadilan Lendriaty Janis menganggap Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta tak punya cukup bukti dalam menetapkan Dahlan sebagai tersangka korupsi proyek pembangunan 21 gardu induk PT PLN di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara senilai Rp 1,06 triliun.

"Penetapan tersangka cenderung bersikap subyektif karena tidak didahului pengumpulan barang bukti dan saksi yang cukup," kata Lendriaty saat membacakan amar putusan, Selasa pekan lalu.

Lendriaty juga menolak seluruh pembelaan Kejaksaan dalam sidang. Ia menganggap Kejaksaan tak bisa memberi pembelaan berupa bukti dan saksi yang menguatkan. Selain itu, penetapan Dahlan sebagai tersangka dianggap bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sebab, surat perintah penyidikan dinilai tak sah.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Waluyo mengatakan penyidik akan memperbaiki yang dianggap salah oleh hakim. "Kejaksaan tidak akan mundur," ujarnya. "Kami sudah mengantongi dua alat bukti untuk kembali menjerat Dahlan."

Dia menegaskan, Kejaksaan segera menentukan upaya hukum berikutnya, antara mengajukan permohonan peninjauan kembali dan menerbitkan surat perintah penyidikan yang baru. Kuasa hukum Dahlan, Yusril Ihza Mahendra, mempersilakan Kejaksaan mengajukan permohonan peninjauan kembali.


Gubernur Gatot Seret Petinggi NasDem

Sejumlah petinggi Partai NasDem ikut terseret dalam kasus penyuapan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan yang melibatkan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho. Nama Ketua Umum NasDem Surya Paloh dan Ketua NasDem Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi, yang juga Wakil Gubernur Sumatera Utara, disebut oleh sejumlah saksi di depan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pengacara Gatot, Razman Arief Nasution, mengatakan kliennya bertemu dengan Surya dan Erry pada awal Mei lalu atau dua bulan sebelum kasus penyuapan terungkap. Pertemuan membahas perdamaian lantaran ketidakharmonisan Gatot dan Erry. Pertemuan dihadiri pengacara Otto Cornelis Kaligis, yang juga Ketua Mahkamah Partai NasDem. Dalam pertemuan, Gatot mempertanyakan pengusutan kasus bantuan sosial oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara terhadap dirinya.

Menurut Razman, Kaligis mengusulkan kepada Gatot untuk menggugat Kejaksaan Tinggi ke PTUN Medan. "Padahal Gatot dan istrinya tak setuju, tapi Kaligis bilang percaya saja," kata Razman, Rabu pekan lalu. Setelah itu, Kaligis langsung menyebutkan biaya yang harus disiapkan Gatot dan istrinya, Evi Susanti.

Erry membenarkan bahwa dia, Surya, Kaligis, dan Gatot-Evi pernah duduk semeja. "Itu silaturahmi," ujar Erry. Namun, menurut dia, pertemuan tak membahas kasus dana bantuan sosial. Adapun pengacara Kaligis, Alamsyah Hanafiah, dan Sekretaris Jenderal NasDem Patrice Rio Capella mengatakan tak mengetahui pertemuan tersebut.


Komisi Kejaksaan Diminta Bongkar Mafia Kasus

Presiden Joko Widodo meminta Komisi Kejaksaan menjalankan fungsi mengawasi Korps Adhyaksa—julukan kejaksaan. "Sebagai amanat Presiden, tugas kami adalah akan memberantas mafia kasus di Kejaksaan Agung," kata Indro Sugianto, Komisioner Komisi Kejaksaan periode 2015-2020, Kamis pekan lalu.

Presiden melantik sembilan komisioner Komisi Kejaksaan yang akan menjabat selama lima tahun ke depan. Enam komisioner merupakan unsur masyarakat, yaitu Indro, Erna Ratnaningsih, Ferdinand T. Andilolo, Pultoni, Barita L. Simanjuntak, dan Yuni Artha Manalu. Mereka dipilih dari 12 calon hasil penyaringan panitia seleksi, yang bekerja sejak Januari lalu. Adapun tiga komisioner lain berasal dari pemerintah, yakni Sumarno, Yuswa Kusuma, dan Tudjo Pramono. Sumarno dan Erna selanjutnya menjadi Ketua dan Wakil Ketua Komisi Kejaksaan.

Namun Koalisi Pemantau Peradilan Indonesia ragu harapan Jokowi agar Komisi Kejaksaan bisa memberantas mafia kasus bakal terwujud. Ketua Divisi Riset Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Dio Ashar Wicaksana mempertanyakan alasan terpilihnya Yuni Artha Manalu, yang pernah mencalonkan diri dalam pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta dari Partai NasDem. Dia mengingatkan, Jaksa Agung Prasetyo sebelumnya merupakan politikus dari partai yang sama. "Ini menjadi pertanyaan besar, ada kepentingan apa?" ujarnya.

Ketua Panitia Seleksi Komisi Kejaksaan Tumpak Hatorangan Panggabean tidak risau oleh keputusan Presiden Joko Widodo memilih Yuni Artha Manalu. Menurut Tumpak, Yuni sudah bukan politikus Partai NasDem sehingga panitia menyorongkan namanya. "Ada juga surat dari partai yang menyatakan ia sudah dilepaskan dari keanggotaan," ucap Tumpak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus