Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hukuman Luthfi Diperberat
Mahkamah Agung menambah hukuman Luthfi Hasan Ishaaq dari 16 menjadi 18 tahun dalam perkara suap pengaturan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian pada 2013. Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera ini pun didenda Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara dan dicabut hak politiknya untuk dipilih dalam jabatan publik, termasuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
"Pengadilan negeri kurang mempertimbangkan hal yang memberatkan," kata Artidjo Alkostar, yang memimpin sidang kasasi pada Selasa pekan lalu. "Tidak ada masalah. Semua bisa diatur," ujar Luthfi ketika dimintai tanggapan atas vonis itu di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat pekan lalu.
Putusan terhadap Luthfi itu diambil secara bulat oleh Artidjo bersama dua hakim anggota, Muhammad Askin dan M.S. Lumme. Pertimbangan lain yang membuat Mahkamah memperberat hukuman Luthfi, di antaranya, ia menggunakan jabatannya sebagai anggota DPR untuk menerima suap serta merugikan petani dan peternak sapi. Perbuatan itu tergolong korupsi politik, yang merupakan kejahatan serius. Luthfi dinyatakan terbukti menerima suap Rp 1,3 miliar dan janji Rp 40 miliar dari pengusaha.
Kasus Luthfi terungkap dari tertangkapnya Ahmad Fathanah, kolega bisnis Luthfi, yang baru menerima suap Rp 1 miliar di Hotel Le Meridien, Jakarta, pada 29 Januari 2013. Dua penyuap Fathanah, Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi, petinggi PT Indoguna Utama, ditahan pada hari yang sama. Sehari kemudian, KPK menangkap Luthfi di markas PKS, Jalan T.B. Simatupang, Jakarta Selatan.
Berkas kasasi Luthfi dan Fathanah bersamaan sampai di Mahkamah. Mahkamah menolak permohonan kasasinya atau menguatkan vonis Pengadilan Tinggi Jakarta yang menghukumnya 16 tahun penjara plus denda Rp 1 miliar atau 6 bulan kurungan.
Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas berharap putusan kasasi terhadap Luthfi menjadi rujukan hakim dalam memutus perkara korupsi lainnya. Artidjo pun berkeinginan semua koruptor dikenai hukuman pencabutan hak politik lantaran banyak koruptor kembali menduduki jabatan publik setelah menjalani hukuman.
Liku Suap Luthfi
Komisi Pemberantasan Korupsi menahan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq sejak 30 Januari tahun lalu terkait dengan kasus suap pengaturan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian.
Kasus:
Tersangka:
1. Luthfi Hasan Ishaaq (mantan Presiden PKS) sebagai penerima suap
2. Ahmad Fathanah (rekan Luthfi) sebagai penerima suap
3. Juard Effendi (Direktur PT Indoguna Utama) sebagai penyuap
4. Arya Abdi Effendi (Direktur PT Indoguna Utama) sebagai penyuap
5. Maria Elizabeth Liman (Direktur Utama PT Indoguna Utama) sebagai penyuap
Vonis
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Pengadilan Tinggi
Mahkamah Agung
Hukuman Labora Sitorus Ditambah
Mahkamah Agung memperberat hukuman Ajun Inspektur Satu Labora Sitorus, polisi pemilik rekening gendut, menjadi 15 tahun penjara. Labora lewat perusahaannya, PT Seno Adhi Wijaya dan PT Rotua, didakwa menyelundupkan bahan bakar minyak, membabat hutan secara ilegal, dan melakukan pencucian uang.
"Pengadilan tingkat pertama dan tinggi salah menerapkan hukum," kata ketua majelis Artidjo Alkostar pada Kamis pekan lalu. Labora juga didenda Rp 5 miliar subsider 1 tahun kurungan karena terbukti melakukan pencucian uang. Menurut Artidjo, Labora mengendalikan perusahaan serta menampung uang hasil kejahatan dari penyelundupan minyak dan bisnis kayu ilegal.
Fakta yang memberatkan Labora adalah dia mengaku berprofesi sebagai pengusaha pada saat membuka rekening untuk perusahaannya. Padahal ia masih berdinas sebagai polisi. "Dia menyamarkan namanya."
Hakim Pengadilan Negeri Sorong, Papua Barat, pada Februari lalu menyatakan anggota Kepolisian Resor Raja Ampat itu tak terbukti melakukan pencucian uang. Dia lantas divonis 2 tahun penjara plus denda Rp 50 juta. Pengadilan Tinggi Papua menaikkan hukuman menjadi 8 tahun penjara, tapi menyatakan pencucian uang tak terbukti.
Darurat Asap di Andalas
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menyatakan status siaga darurat kabut asap di wilayahnya sejak Jumat pekan lalu. Bahkan Pemerintah Kabupaten Limapuluh Kota menetapkan status bencana selama sepekan setelah asap menyelimuti sebagian besar wilayah itu.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumatera Barat Yazid Fadhli mengatakan kondisi udara di Sumatera Barat mengarah ke kondisi tidak sehat. Tingkat konsentrasi partikel debu mencapai 134 mikrogram per meter kubik dan jarak pandang 150-200 meter.
Sebanyak 14 kabupaten dan kota dari total 19 terkena kabut asap. Menurut Yazid, kabut asap kiriman dari provinsi tetangga, Sumatera Selatan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia mencatat ada 1.333 titik api di wilayah ini selama Agustus-September. Kabut asap menyebar sampai Riau.
Bencana asap di Palembang menyebabkan sebuah perahu motor mengalami kecelakaan di Sungai Musi. Kecelakaan ini menyebabkan seorang penumpang meninggal dan belasan luka-luka.
'Hakim Lobi Toilet' Jadi Hakim Agung
Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat memilih empat dari lima calon hakim agung pada Kamis pekan lalu. Satu di antaranya Sudrajat Dimiyati, yang pernah dikabarkan melobi anggota Komisi Hukum di toilet DPR. Tiga lainnya adalah Amran Suadi, Purwosusilo, dan Is Sudaryono.
Menurut Wakil Ketua Komisi Hukum Al Muzammil Yusuf, kabar pertemuan di toilet itu tak benar. "Kasus itu dianggap selesai karena tak terbukti," katanya seusai rapat penetapan hakim agung.
Seorang wartawan mengaku melihat Dimiyati menyerahkan sebuah "map" kepada politikus Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Bahrudin Nasori, pada 18 September tahun lalu. Kala itu, Komisi Hukum juga sedang menggelar seleksi hakim agung-dengan Dimiyati sebagai salah satu calon yang diuji.
Dalam rapat pemilihan Kamis pekan lalu, Dimiyati, Amran, Purwosusilo, dan Sudaryono memperoleh 38 suara. Sedangkan Muslich Bambang hanya mendapatkan 13 suara.
Saksi Kunci AKBP Idha Tertangkap
Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat meringkus saksi kunci penggelapan barang bukti kasus narkotik dengan tersangka Ajun Komisaris Besar Idha Endri Priastono, anggota Kepolisian Daerah Kalimantan Barat yang ditangkap kepolisian Malaysia, lalu dilepaskan. Abdul Haris alias Juharno, sang saksi kunci, dicokok di kontrakannya di Jalan Mangga Besar IX, Tamansari, Jakarta Barat, pada Kamis dinihari pekan lalu.
Menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalimantan Barat Komisaris Besar Widodo, Haris adalah satu dari empat saksi kunci kasus Idha. Anggota jaringan narkotik internasional itu diduga pemilik ekstasi dan sabu-sabu yang digelapkan Idha. Polda Kalimantan Barat tengah memburu tiga kaki tangan Idha tadi.
Haris pernah ditangkap Polda Kalimantan Barat pada Agustus 2013 bersama dua warga Malaysia. Polisi mengklaim menyita barang bukti berupa ribuan pil ekstasi dan 5 kilogram sabu. Dalam penyidikan kasus itu, Idha dituduh menukar barang bukti pil ekstasi dan sabu dengan barang palsu. Idha diduga dibantu anak buahnya, yakni Sunardi dan Tris Nanto, serta seorang informan polisi yang dicurigai sebagai "otak".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo